'moluske eferano, Lyan mengajariku mantra-mantra aneh yang tak bisa kutemui dalam kitab mantra manapun, ajaibnya mantra apapun yang ia tunjukkan selalu berkerja dengan baik dan tentu selalu berhasil,
"kau tahu, aku tak pernah menggunakan kitab mantra itu untuk berlatih saat dikelas, aku suka menciptakan mantraku sendiri, hanya saja aku lebih sering mengelabuhi tuan Doko"
dasar dari semuanya adalah yakin liana, kalau tak yakin maka percuma saja kau paksa otakmu itu membaca ribuan mantra dan menghafalnya diluar kepalamu itu, aku yakin kau tak berhasil dengan semua mantra penuh kepalsuan itu, Lyan mengomeliku panjang lebar karna aku sering percaya diri dengan ingatanku
"tunggu dulu, apa maksudmu palsu?"
"sudah ayo, putri ajenga memanggil kita" Lyan mengandengku ke ruangan putri, ah lagi-lagi dia mangkir dari pertanyaanku
kami berjalan menuju ruangan putri, Lyan berjalan lebih dulu dan masuk keruangan putri dengan cepat, aku tediam dibelakang dan mengamati tiap lorong, dilorong perpustakaan ada satu rak perak dengan ornamen huruf sansakerta yang sudah berada dipojok lorong selama ribuan tahun lamanya, tanganku tak sabar menyentuh ornamen indah buatan tangan dan mantra, aku mengusap huruf perhuruf, aku merasakan mantra yang begitu kuat, halus dan pilu, aku bisa merasakan dan melihat sejarah dibalik keelokannya,
ada seorang lelaki tua sambil membawa kitab berbahasa yang sangat aneh tak bisa kubaca sama sekali, mengambil kapak dan mulai menuju ketempatku, dahinya berkerut, berkeringat dan matanya sembab, ia berjalan dengan kaki pengkor sambil terus berucap maaf, dari belakang ada anak lelaki kecil berlari dan mencegah lelaki tua, sambil merengek meminta maaf anak itu mengambil tongkat kayu, mereka terlihat berdebat, aku tak paham sama sekali bahasa apa yang mereka pakai, anak kecil itu nampak marah, sorot matanya menakutkan, ia mengayunkan tongkatnya pada kapak lelaki, lalu kapak itu melayang pelan dan wushhh darah muncrat kemana-mana, aku terenggah-enggah dan kutarik tanganku
"ada apa liana? kau kenapa?" Lyan menarikku menjauhi rak tua,
mataku sembab, dan kepalaku pening, aku baru sadar lelaki tua itu tak lagi asing, ia sangat dekat, sangat dekat
"ikutlah denganku Lyan," aku menarik Lyan dan kami segera berlari keruangan bawah tanah, cafe ternyaman di kerajaan ini, dimana disana berkumpul para pengelana dan penyihir yang lain,
aku manarik kursi dipojok cafe, lalu memesan coklat panas dan mulai menarik Lyan ke arah pembicaraan yang serius
"kau masih ingat dengan pak tua yang kucurigai waktu itu, ketika penobatan Ratu Sanar? lelaki yang tepat berdiri didekat ratu namun hanya terlihat matanya saja?"
"iya aku masih ingat, lalu apa hubungannya dengan kejadian barusan yang kau alami?, apa ia ada disana?"
aku membisikan jawabanku pada Lyan, saat ingin kubuka mulutku, telingaku berdengung kencang, mataku melihat dengan jelas pandangan itu muncul lagi, lelaki tua itu memelototiku lalu tangannya mencekikku, aku tak bisa bersuara, lalu ia mengucapkan mantra dan mengunciku, aku pingsan dan tak sadarkan diri beberapa hari
KAMU SEDANG MEMBACA
" Debois"
Fantasyada debois, sihir yang akan ku pakai untuk menangkap mereka si pecinta hedonis, si kelakar pecundang yang menghabisi ingatan kota lama. "Lyan, jangan suka becanda, ayolah lebih serius agar kau tak mudah kalah" pungkas lana menyikutku sambil terus me...