Bab 3

20 3 5
                                    

Selesai melakukan demo ekskul paskibra tadi, kami berkumpul di laboratorium IPA untuk membereskan tas dan perlengkapan lainnya. Suasana lab IPA saat ini sudah mulai sepi. Hanya ada aku dan--Arga. Aku memasukkan baju ke dalam tas lalu menutupnya. Aku menggendong tasku dan hendak berjalan meninggalkan Arga di tempat ini yang entah sedang melakukan apa.

Arga sempat melirikku sebentar lalu kembali pada aktivitasnya. Oh, ternyata dia sedang mengikat tali sepatunya. Ia tersenyum singkat padaku. Astaga, manis sekali senyumannya. Aku jadi berpikir dua kali untuk meninggalkannya sendirian di lab IPA. Kalo bisa juga gue kecilin terus gue bawa pulang.

"Tungguin gue, bentaran." Arga berucap entah pada siapa.

Aku celingak-celinguk melihat sekeliling. Dia ngomong sama gue?

"Gue ngomong sama lo, Ret." Arga berdecak, lalu berdiri dan menyampirkan tasnya di pundak sebelah kanan. "Mau langsung masuk ke kelas?" tanyanya.

Aku mengulum bibir, masuk hati kamu juga aku mau.

"Nggak, sih. Bosen kayaknya di kelas."

Kaki Arga melangkah ke saklar untuk mematikan lampu, setelah itu beralih meraih remote AC dan mematikannya. "Mau ke kantin dulu?" tawarnya.

Kemaren pulang bareng, sekarang ke kantin bareng. Apa-apa bareng tapi sayangnya cuma temen, hehe; keadaan ngenes pertama.

Aku mengangguk. Tanpa aba-aba Arga kembali meraih tanganku keluar dari lab IPA setelah sebelumnya ia mengunci pintunya.

"Gue bisa jalan sendiri, Ga." Aku melepas genggamannya dari tanganku.

Arga terkekeh. "Kirain."

Kami berjalan beriringan menuju ke kantin. Lagi-lagi, banyak tatapan sinis dari siswa-siswi yang lalu lalang. Aku berdecak. Baru jalan bareng aja udah banyak banget yang nggak suka, apalagi kalau jadian. Ah, kayaknya sih nggak bakal jadian; keadaan ngenes kedua.

"Mau makan apa?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Arga membuyarkan lamunanku. Udah sampe, toh.

Aku memandangi setiap stand yang ada di kantin. Mataku berhenti pada stand siomay. Jadi ngidam siomay. "Gue somay aja, deh." Kataku sambil berjalan menuju ke stand siomay.

Arga menahan tanganku. "Gue aja yang pesenin." Ia lalu berjalan menuju ke stand itu.

Daripada berdiri kayak orang bego berdiri di sini, mending gue duduk. Aku melangkahkan kaki menuju ke salah satu meja. Sial, pandanganku berhenti pada Stefi yang sedang duduk di salah satu meja. Aku mencoba kelihatan setenang mungkin. Aku berjalan mendekatinya sambil memasang senyum ramah di wajahku.

"Hai," sapaku begitu sampai di hadapan Stefi.

Diluar dugaan, Stefi justru berdiri. Ia menyambar tasnya yang ia letakkan di meja dengan kasar lalu berjalan hendak keluar kantin. Begitu berpapasan denganku, dia melirik sinis ke arahku.

"Caper," desisnya lalu menyenggol bahuku dengan kasar. Aku mematung di tempat.

Arga yang baru datang langsung menghampiriku dan berdecak. "Kenapa sih dia?"

Cemburu liat lo sama gue, kali. "Nggak apa-apa."

Kami duduk di meja yang tadi ditempati oleh Stefi. Tidak ada pembicaraan antara kita. Didominasi keheningan. Aku berdehem untuk memecah keheningan.

"Ga, ini uang lo gue ganti." Aku mengulurkan beberapa lembar uang kepadanya.

Arga memandangku sejenak, lalu tersenyum. "Nggak usah. Kali ini gue yang bayar."

A Classic StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang