02

114 8 0
                                    

Lihatlah dia, gadis itu menyeringai senang melihat kehadiranku. Perlahan kulihat ia maju lalu tangannya menembusi cermin. Aku yang ketakutan dengan cepat membanting pintu kamar mandi, mematikan lampunya lalu kembali lagi ke kamarku, berharap bisa melanjutkan tidurku.

Namun rupanya aku salah. Sesampainya di kamar, setelah aku merebahkan diriku di kasur dan menyelimuti badanku, aku malah tidak bisa terlelap.

Aku menatap cermin di meja rias, datang bayangan dari otakku, seorang gadis yang keluar menembusi cermin. Itu membuatku takut.

Pandanganku beralih ke cermin disebelah pintu kamar mandi. Dari sana, sepasang mata yang menyala merah tengah mengawasiku.

Seluruh tubuhku bergetar ketakutan dan akhirnya aku memaksakan diri untuk memejamkan mataku.

Setengah jam aku dalam keadaan menyamping dan berkeringat padahal AC kamarku cukup dingin. Aku meraih ponsel di nakas, jam menunjukkan pukul 03.38 pagi. Setelah memberanikan diri, kubuka kamera depan ponselku dan mengarahkannya agak tinggi melebih wajahku, kearah cermin disamping pintu kamar mandi kamarku.

Sepasang mata itu sudah hilang. Baru aku menghela nafasku, dari cermin meja rias terdengar tangisan seorang gadis yang membuatku merinding. Dengan secepat mungkin, kulafalkan doa-doa yang masih kuingat sambil memejamkan mataku. Aku mengintip sedikit dan mendapati seorang gadis dengan seluruh tubuhnya yang berdarah-darah terduduk di kursi meja riasku sambil menangis menutupi kedua wajahnya. Aku makin ketakutan.

Kupejamkan mataku selama yang aku bisa sampai tangisan itu sirna. Aku mengintip lagi dan mendapati gadis itu berdiri didepanku dan menatapku sambil tersenyum menyeringai.

Dengan sekuat tenagaku aku melompat dari kasur dan keluar dari kamar. Kukunci pintu kamar dan kulemparkan kunci sejauh-jauhnya.

Sekali lagi aku menghela nafas lega, tapi ternyata aku salah. Begitu aku berbalik, puluhan, mungkin ratusan mahkluk yang sama seperti yang ada dikamarku tadi mengelilingiku sambil tersenyum menyeringai.

Aku melangkah mundur sampai tubuhku menempel di pintu kamarku. Mendadak sebuah tangan yang berdarah-darah muncul persis disebelah kanan kepalaku. Detak jangtungku memacu lebih cepat. Aku ingin sekali berteriak tapi mulutku seolah terbungkam. Aku ingin bergerak tapi tubuhku seolah tidak mampu digerakkan, tenagaku seolah habis.

Aku berlari cepat menuju pintu kamar papa dan menggedornya sekuat tenaga. Mahkluk-mahkluk itu berjalan lambat menghampiriku. Aku mulai panik saat kenop pintu tak kunjung berputar terbuka.

Saat salah satu mahkluk berdarah itu hendak menyentuhku, pintu kamar terbuka dan aku terjungkal kebelakang.

"Pa!" Jeritku dan langsung memeluk papa. Papa yang mulanya kebingungan menatapku langsung membanting pintu kamarnya. Dia juga dapat melihat mereka.

Papa mendekapku dan membawaku ke meja kerjanya. Ia menarik salah satu laci mejanya dan mengeluarkan sebuah kalung.

"Dengarkan papa, gunakan kalung ini, jangan pernah kau lepaskan sampai kita pindah rumah," jelas papa dan kubalas dengan anggukan kuat.

"Akan kuberitahu kakak dan adikmu besok, papa akan cari rumah di perkotaan," ucap papa lagi. Aku mengangguk pelan. Sebenarnya aku tidak mau pindah sebab rumah ini penuh akan kenangan akan mama.

Aku menaiki kasur papa dan tidur disana. Hanya untuk malam ini saja. Tapi kenapa aku bisa melihat mereka? Bukankah biasanya aku tidak melihat apa-apa? Apakah ini yang selalu kakak takutkan? Aku baru ingat kalau kakak juga memakai kalung yang sama denganku.

Papa berada di balkon, ia sedang menelpon. Samar-samar kudengar pembicaraannya.

"Dia sudah mampu melihatnya," ucapnya pelan, lebih mirip bisikan tapi aku dapat mendengarnya.

"7 tahun," kurasa si penelpon menanyakan usiaku. Usiaku 7 tahun sekarang ini.

"Yah, aku akan pindah ke perkotaan, demi kebaikannya dan adiknya," lanjut papa membuatku mengerutkan alisku.

"Aku akan menikahkannya dengan anak kenalanku," lanjut papa. Aku yang akhirnya mengantuk memutuskan langsung menuju alam mimpi saja.

Aku tahu kau dapat mendengarku

Tidurlah dan kau akan aman.

Kata-kata itu membuatku terlonjak kaget. Terlebih lagi sosok seorang gadis berdarah-darah yang berdiri didepanku membuatku menjerit. Papa yang mendengar jeritanku langsung berlari memelukku.

Mahkluk itu mendekatkan wajahnya kearahku tangannya yang buntung hendak menyentuh daguku saat kalung yang kupakai tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang menyilaukan dan mahkluk itu berubah menjadi abu seketika.

***TBC***

Akhirnya lanjut juga ya hehe.
Dan masalahnya mulai muncul

/hoi kelarin dulu cerita lu yang lama/

Iyaaa aku akan menyelesaikannya secepat mungkin.
Sebab aku ini kelas 8 dan persiapan naik kelas. Berhubung sekolah tempatku sekolah tidak 'ngijinin' siswanya sante.

(Yang sini ceritanya pendek pendek)
Kalo mau yang panjang cek akun TamakoNii kami kerjasama kok hehehe.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 26, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Another Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang