Permulaan

344 24 6
                                    

“Kenapa?” laki-laki di samping gadis itu membuka suara. Seakan tidak suka ketika hening masih terus saja menyelimuti keduanya. Dia melanjutkan bertanya, “kepikiran lagi, hm?”

Tapi, gadis itu hanya menyahut dengan gerakan kepala. Dua gelengan pelan yang terlihat lemah. “Nggak. Nggak ada apa-apa, kok.”

“Sa, mata lo gak bisa bohong.” kata laki-laki ini lagi. Dia menghapus jarak untuk lebih mendekat. Lebih tajam memperhatikan wajah cantik gadis di sampingnya ini, walau dari samping. “Kita kenal udah lama, tau.”

“Gue serius, Ga.” desah gadis ini, Sapphire. Edaran matanya menyentuh ke tanah sekarang. “Lagian, gue juga bakalan mikir dua kali kalo harus terus-terusan mikirin itu. Dan sekarang, gue udah mikir dua kali. Dan gue rasa, gue gak akan kuat kalo harus inget itu.”

“Tapi lo diem aja daritadi,” Gavin tak menyerah. Sorot matanya makin fokus mencari-cari banyak perhatiannya. “Gak mungkin lo gak kepikiran.”

Sapphire menghela napas. Wajahnya lagi-lagi ia tundukkan. Punggungnya membungkuk dan kedua tangannya menahan dagu pada posisi duduknya. Dia hanya menyahut pelan, “gue cuma lagi inget keluarga gue.”

“Mereka enggak kenapa-napa,” kata Gavin menyahut. “Gue perhatiin, kondisi rumah lo baik-baik aja.”

Sapphire terdiam. Entah sengaja, atau memang kembali pikiran memenuhi kepalanya. Lagi-lagi, nadanya pelan menyahut, “maksudnya, lebih keliatan baik-baik aja setelah gue gak ada di sana?”

“Nggak.” sahut Gavin lagi. “Gue gak bilang gitu pokoknya. Yang gue tau, rumah lo tetep kayak biasanya kayak elo ada di sana waktu dulu. Gak ada yang beda. Serius.”

Dan jawaban Gavin yang seperti itu, semakin membuat Sapphire larut pada perasaannya. Sakit. “Gue kira--” lirihnya, serak. “Mereka repot, nyariin gue atau apalah gitu cara biar mertahanin gue di rumah lagi.”

Gavin menoleh. Sinar matanya berubah sendu memperhatikan mimik wajah Sapphire yang sayu. Laki-laki itu meraih jemari Sapphire dan menggenggamnya erat-erat. “Sa, udahlah. Bukannya lo sendiri yang bilang, lo gak akan bahas yang gini lagi? Bukannya lo bilang, kalo lo bisa ngerti kondisi orang-orang di rumah lo yang sibuk?” sahut Gavin halus. “Lagian, menurut gue, mereka bukannya gak peduli kayak apa yang lo tau selama ini. Mereka cuma agak gak ada waktu, dan mereka pasti cemas mikirin lo.”

“Gitu ya?” tanggap Sapphire. “Sibuknya sampe lima bulan belakangan? Sampe betah gak liat anaknya hampir setengah tahun?”

“Sapphire” kata Gavin, melirihkan suara. Semakin erat menggenggam tangan gadis itu, dan kembali menghela napas. “Gak usah gini, deh. Lo tau kan, apa maksud gue? Tolong, gue gak suka liat lo kayak gini.”

Sapphire terdiam lagi. Mereka termakan hening hampir beberapa menit. “Gue kadang juga suka heran kenapa gue kayak gini. Mungkin, karena dulu gue itu sering dikasih banyak perhatian sama keluarga gue kali ya, Ga? Dulu mereka sibuk tapi gue selalu dapet perhatian lebih. Dan sekarang, semua udah beda. Bahkan, mereka liat gue aja kayaknya gak sudi gitu.”

“Lo mau sampe kapan coba, mikir kayak gitu terus? Jangan bikin tambah keruh deh, Sa. Ini semua belum berakhir, jangan putus asa gitu.”

“Lo gampang kali ngomong gitu, karna lo gak ngerti gimana yang gue rasain,” tandas Sapphire, namun masih dengan nada lirihnya. Gadis itu menegakkan punggung beberapa detik kemudian. Sinar matanya nyalang ke sana-sini, memperhatikan taman komplek yang mulai sepi akibat matahari mulai terbenam. Sapphire melirik Gavin sejenak, “rasanya, gue iri banget sama lo. Hidup lo terlalu damai.”

“Ah, gak juga” kata Gavin lagi. “Lo gak tau sih, gue gimana sama keluarga gue”

“Nah” tandas Sapphire. “Gue juga mau bilang, lo gak tau sih, gue gimana sama keluarga gue.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SapphireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang