Part 1 - Awal

26 3 1
                                    

 Aku merindukanmu dengan segenap hatiku.

Aku merindukanmu seirama dengan detak jantungku.

Aku merindukanmu di setiap tarikan dan hembusan nafasku.

Aku merindukanmu dan ia mengalir di seluruh pembuluh darahku

Aku merindukanmu setiap kali kedua mata ini terpejam, terbuka, hingga terpejam kembali

Aku merindukanmu dan terus merindukanmu hingga otak ini terasa beku, lidah ini terasa kelu.

Aku merindukanmu

***

Chevrolet Explorer Conversion Van berwarna hitam berjalan cepat menyusuri jalanan malam Busan, kota terbesar kedua di Korea selatan. Kontras dengan sedan kecil yang beriringan di sekitarnya, sedikit banyak, menarik perhatian setiap pengendara yang di lewatinya. Haeundae-gu terasa beda hari ini, daratannya di penuhi kerlipan lampu sirine mobil-mobil patroli yang berjajar dengan van-van mewah berlalu lalang. Langitnya yang biasa tenang di penuhi suara helicopter yang terbang rendah mengitari gedung megah Dureraum, Busan Cinema Center. Sorot sinar lampu membelah gelapnya langit seolah tengah menari-nari diantara redupnya cahaya bintang.

Seorang gadis berambut hazelnut panjang menghela nafasnya lelah. Ia memutar kedua bola matanya dan mengerling keluar melalui jendela gelap vannya. Seorang di belakangnya tengah merapihkan rambutnya yang di ikal sembari menyemprotkan pelembab membuat helaian rambutnya terlihat bercahaya, seorang lagi di sebelahnya tengah memulas kuas halus entah memperbaiki atau menambah riasan manis yang melekat di wajahnya. Kepalanya berdenyut pelan, singkatnya waktu istirahat yang di milikinya dari beberapa hari lalu menguras habis tenaganya. Ingin sekali rasanya ia menggigit potongan cokelat hitam yang terselip di dalam clutch bersponsornya, tapi ia baru saja selesai memutihkan giginya beberapa jam lalu membuatnya pantang untuk mengkonsumsi gula sekarang ini.

"Ara-ya!"seorang lelaki bertubuh besar dengan turtle neck ke abuan dan jas hitam menatapnya dari kursi di samping pengemudi. "5 menit lagi"sahutnya kemudian membuat gadis dengan kulit bak porcelain itu menganggukkan kepalanya.

"Onni, boleh pinjam cermin?"sahutnya kemudian pada gadis di sampingnya yang kini beranjak ke kursi belakang. Gadis itu menyodorkan cermin sebesar telapak tangan sebelum akhirnya merapihkan ujung gaun tuan puteri di dalam mobil yang menjuntai.

"Onni, apa senyumku terlihat natural?"gadis berambut hazelnut itu mengerling pelan pada pantulan dirinya di cermin sebelum akhirnya menoleh menunjukkan senyumnya pada dua gadis di kursi belakangnya.

"Kau sangat cantik, Ara-ya! tenang saja". Sahut seorang darinya yang kini menyemprotkan parfum di atas bahu gadis itu yang terbuka.

"Aku merasa loyo sekarang ini"keluhnya kemudian. Mobilnya berhenti, meski seluruh jendela di lapisi kaca film tebal kerlipan blitz dari luar masih terpantul dengan samar. Riuhnya suara orang di luar membuat gadis itu menelan ludahnya gugup. Ini kali kedua ia menghadiri acara ini, tapi tetap saja rasa gugupnya tidak hilang. Kali ini justru semakin bertambah.

"Aku akan bukakan pintu. Tersenyumlah dari sekarang"sahut pria di kursi depan sebelum akhirnya membuka pintu dan beranjak turun.

"Ya Tuhan."gadis itu menghembuskan nafas panjang dan kembali menyunggingkan senyumnya. Senyum khasnya yang di hiasi lesung pipi samar di kedua sisi wajahnya dan kedua gigi serinya yang panjang mengintip bak gigi kelinci dari balik bibir atasnya yang tipis. Hanya butuh waktu 1 menit hingga pintu di sampingnya terbuka memberi akses pada ratusan cahaya berkedip menerpanya. Senyumnya bertahan bak batu karang di wajahnya terlepas dari berisiknya suara jepretan kamera dan teriakan orang-orang memanggil namanya untuk sekedar menoleh dan berpose ringan. Tangan seseorang terulur dari balik pintu yang segera di raihnya untuk membantunya melangkah keluar menapakkan kaki di atas karpet merah menyala di hadapannya. Sulit baginya memang bergerak dengan sepatu hak tinggi dan gaun berat yang kini dikenakannya. Tapi satu hal terasa ganjil saat ia menyentuh lengan yang membantunya menjaga keseimbangannya. Bukan tangan gembul padat milik manajernya, tapi tangan yang lebih kecil dan kekar yang di rasakannya. Di tolehkannya wajahnya pada si empunya tangan tepat saat ia berhasil membawa gaunnya yang terjuntai panjang keluar van.

Bogoshipda 'You're The Missing Piece' (Sequel of Ex)Where stories live. Discover now