Dua

151 9 1
                                    

Aréssa tumbuh bersama para wallawi yang bersahaja. Pada masa itu ada jauh lebih banyak wallawi daripada kini. Sensus beberapa tahun lalu menyimpulkan ada sekitar seratus juta wallawi di Origophyta, berbanding dengan tiga milyar penduduk Oriman. Nyatanya, wallawi tidak terlalu berbeda dengan Oriman pada umumnya. Mereka hanya memiliki kecenderungan supranatural dan intuisi yang lebih tinggi dari rata-rata orang Oriman. Pada masa sebelum Perang Walajja di mana Aréssa menjadi komandan pasukan untuk kali pertamanya,—dan kemenangan paling gemilang seumur hidupnya—ada lebih dari tujuh ratus juta wallawi di Origophyta. Pada saat Perang Walajja, sebagian dari mereka mengorbankan diri, terjun dalam kancah peperangan untuk menghalau Reptilian Andréns laknat yang mencoba menguasai tata surya Apholen.

Arnotella Ejja, tahun 2570-an khamrél (itu lebih dari seribu tahun lalu) menulis dalam bukunya "Taos Morāja Fellumor— Mereka yang Lahir dari Bunga Pohon" mengungkap dengan sangat mendetail bagaimana ia menghabiskan waktu rehat musim panasnya selama tiga bulan bersama para wallawi di belahan Benua Alinalikus utara. Dalam Taos Morāja Fellumor, Arnotella juga menyatakan tentang jenis-jenis suku Wallawi yang tinggal di sub-sub regional berbeda di Pegunungan Karnthéous Oléns, terutama di bagian wilayah kerajaan kuno Novus Akléda yang pecah menjadi tiga kerajaan bagian setelah Federasi dibentuk.

Saya memfokuskan diri untuk menelusuri Perang Gairan pada hari pertama dan kedua saya di Pusat Data Seith Darpa, karena peristiwa tersebut terkait erat dengan apa yang saya cari. Orang yang tidak memahami latar belakang mengapa darah ksatria Tridias Parseka kini memiliki warna jingga akan menganggap bahwa segalanya terjadi hanya karena latar belakang rasis atau 'kultus kasta' antara bangsa Oriman biasa dengan Oriman-Oriman bangsawan yang memiliki piring-piring dan gelas safir di dapur mereka.

Tidak. Nyatanya, semua Oriman memakai piring platina di rumah mereka. Dalam bahasa nyata,—semua Oriman. Beberapa memang terbuat dari safir biru atau bening, tetapi platina tidak lebih mahal daripada safir di Origophyta. SafiR dan platina bukan ukuran kekayaan bangsa Oriman. Emas bisa saja, karena mereka tidak memakai uang kertas. Segalanya diukur dengan satuan mir, atau satuan koin emas. Uang mereka dari emas, tetapi kebanyakan kini memakai uang elektronik yang lebih praktis.

Dan Perang Walajja. Ini peristiwa penting lainnya. Oriman tidak bisa dipisahkan dengan walajja,—pohon kehidupan. Bagaimana para leluhur Bangsa Oriman menggunakan Walajja untuk menghalau para Andréns adalah kisah yang akan membuat mata siapa pun terpana.

Seorang sémmit tua menghampiri saya tatkala saya duduk di meja, didampingi tumpukan kotak-kotak memori berkapasitas besar.

"Irāsmus. Mosséi dimarhé 'ssayā! (Mengejutkan. Saya melihat seorang manusia hari ini)," ujarnya sumringah. Saya berdiri dan menundukkan kepala menyambutnya, sebagaimana etika Bangsa Oriman kepada orang yang lebih tua. Sémmit itu terlihat ramah dengan kulit birunya yang pucat dan keriput. Jemarinya panjang dan lembut, serta kepalanya besar, seperti Oriman umumnya,—dengan mata yang juga besar. Ia tak memiliki rambut. Pupil matanya berwarna jingga dan saya bisa dengan mudah menebak keceriaannya hari itu.

Bangsa Oriman memang bangsa yang tak pernah dirundung duka cita,—bahkan tatkala sanak keluarga mereka meninggal. Seorang Oriman yang menghadiri upacara kremasi neneknya pada pagi hari akan terlihat sore harinya di taman rekreasi Teforis Nubar,—menjadi gila dengan menaiki wahana superfantastis lintas dimensi bersama kawan-kawannya.

"Suréy khānyatti (senang berjumpa)," balas saya dalam Bahasa Tharsis Lumina. "Yami Nojja. Apithamus Nojja."

Sémmit itu memicingkan mata, memperhatikan setiap detail wajah saya, lalu tersenyum. "Tentu, tentu," ia menggut-manggut dan memperbaiki tempat duduknya. "Kau punya darah Daruma Wallawi."

Hanya klan Daruma Wallawi yang biasa menamai anak-anak mereka dengan nama Apithamus. Seseorang yang memakai nama Apithamus atau Apithémia dikenal sebagai keturunan Wallawi utara yang mendiami sepanjang lereng Pegunungan Kharntheous Oléns yang permai.

Kami berbincang sejenak, dan sémmit tua itu berjanji akan membantu saya dalam pencarian saya. Isu nirna biru telah menjadi perbincangan yang hangat di seantero planet. Pemerintah telah berjuang dengan sekuat tenaga, bersama para orimān yang bergelut dalam sejarah, sains dan teknologi untuk memecahkan masalah cairan berwarna biru terang itu,—yang bisa memusnahkan bangsa Oriman.

Para Orimãn dari TharsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang