ANNA
Aku punya seorang adik perempuan. Namanya Mia. Sesuai dengan namanya yang manis, sikapnya juga demikian manis. Dia adalah contoh sempurna seorang gadis dan adik—di mataku, juga orang lain. Dia dapat diandalkan apapun situasinya. Meskipun orang-orang sering sekali menjauhiku, dia tak pernah sekalipun pergi dari sisiku. ‘Aku nggak peduli apa kata mereka tentang kakak, karena aku mengetahui kakak lebih baik,’ begitu jawabnya setiap kali aku bertanya mengapa dia memilih bermain gitar mainan di rumah bersamaku ketimbang main lompat karet bersama anak-anak lain di taman dekat rumah kami, atau saat teman-temannya yang selalu menatapku ngeri mengajaknya keluar untuk hangout, namun dia memilih tinggal di rumah bersamaku untuk membaca kisah-kisah Poirot di temani cemilan dan lagu-lagu Green Day di kamarku. Bisa di katakan kalau aku ini sangat menyayanginya. Kami berdua saling melindungi dan saling mendukung.
Kalau Mia menjadi Doraemon, aku akan menjadi Nobita.
Kalau Mia menjadi Conan, aku bersedia menjadi Hattori.
Kalau Mia menjadi Spongebob, akupun Patricknya.
Kalau Mia menjadi Holmes, aku akan berlari bersamanya seperti Dr. Watson.
Begitulah cara kami mendukung satu sama lain. Aku bukannya mengambil peran sampingan, namun aku rasa sudah cukup untuk mendukungnya dengan menjadi bagian kecil dalam perannya.Mia adalah seorang pebalet. Dia sudah menekuni balet sejak berusia lima tahun. Awalnya, semua ini karena kami berdua melewatkan kartun hari minggu favorit kami—Doraemon—sehingga tidak ada pilihan lain selain menonton Barbie. Aku ingat dengan jelas, bagaimana cara Mia menatap televisi dengan berbinar karena melihat si tokoh utama sedang melakukan gerakan balet yang indah. Setelahnya, dia merengek pada Bunda supaya dia bisa menari balet seperti itu. Seminggu kemudian, Bunda mendaftarkannya masuk ke dalam sanggar tari khusus balet. Tentu saja sebagai kakaknya, aku sangat mendukungnya, sampai sekarang. Aku tahu, dia sangat berbakat dalam hal ini. Itu semua karena aku melihat semua prosesnya belajar dari awal sampai sekarang. Aku sangat yakin, suatu saat Mia akan terkenal karena tariannya yang indah.
Namun, meskipun kami berdua saling melindungi dan mendukung satu sama lain, hal yang sama selalu muncul di
benakku.Mengapa kami berdua sangat berbeda?
Mia yang manis. Aku yang muram. Mia yang selalu tersenyum kepada siapapun dengan tulus. Aku yang berusaha untuk tersenyum setidaknya untuk terlihat sopan. Mia yang mampu bergaul dengan semua orang. Aku yang selalu dijauhi sejak kecil karena terlihat aneh. Mia yang mampu membuat semua orang menoleh padanya. Aku yang mampu membuat semua orang menjauh dariku—apalagi menoleh padaku. Mia yang mampu membuat banyak laki-laki ingin berkencan dengannya. Aku yang bahkan tidak pernah di tegur oleh laki-laki dikelasku—kecuali Pak Guru.Semua orang punya keunikannya masing-masing. Begitu kata Ayah dan Bunda. Tidak ada yang salah dari kami berdua—semuanya sudah unik dan baik bagaimanapun kami menanggapinya. Ayah bilang, dengan perbedaan yang ada di dalam diri kami, akan memperkuat hubungan kami sebagai kakak dan adik. Begitulah yang selama ini kuyakini.
Seperti saat orang-orang memberi kami julukan ‘Hitam-Putih Bersaudara’. Mungkin bagi sebagian orang, julukan itu terdengar sangat pas, atau mungkin sedikit kejam untuk kami, tapi aku berusaha tidak peduli. Terserah mereka jika mereka menyebutku si Hitam dan Mia si Putih. Toh, aku juga suka warna hitam. Hitam bukanlah sesuatu yang buruk.
Tanpa hitam, putih hanya akan polos dan hampa seterusnya. Begitu pula sebaliknya. Dengan bertemunya hitam dan putih, maka mereka akan saling mengisi satu sama lain.
Aku percaya bahwa aku baik-baik saja. Hubungan kami tidak akan berubah, apapun yang terjadi.
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Saya kembali! Prolog kali ini adalah giliran Anna, sang Kakak. Seperti sifatnya yang irit bicara, maka bagiannya kali ini lebih pendek dari Mia. Nantikan cerita selanjutnya ya :)
Jangan lupa vomment ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY
Teen Fiction[BEBERAPA BAB DI PRIVATE SECARA ACAK] [SLOW UPDATE] Hidup Anna dan Mia diuji setelah mereka mengalami sesuatu yang bahkan tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Namun, hubungan mereka berdua sama sekali tidak berubah. Kecuali Anna. Pertemuannya de...