MIA
Aku mengunyah chips dengan rasa tidak percaya bergelut di benakku.
“Kakak nggak salah liat orang kan? Yakin itu Kak Jo? Kak Jo anak basket itu kan? Yang sering ganggu Kakak juga?” berondongku pada Kakak.
Kakak hanya mengangguk pelan, namun perhatiannya sama sekali tidak tertuju pada pertanyaanku, melainkan Jack Black yang sedang menyanyikan Immigrant Song dengan semangat di layar laptop.
“We come from the land of the ice and snow...”
“Kak!”
Kakak menekan tombol pause di laptop dan menatapku kesal. Dilipatnya tangan ke depan dada.
“Terus Jo yang mana lagi, Mia? Yang namanya Jonathan Bagaskara dan sekelas sama aku selama tiga tahun kan, cuma dia toh? Lebay banget sih kamu, ganggu nonton aja,” sahutnya sambil menekan tombol play dan memfokuskan diri kembali ke layar. Aku mendengus sebal.
Jelas aja lebay, kan nggak ada yang pernah nyatain suka ke Kakak. Ganteng lagi!, gumamku dalam hati.
Lagipula pertanyaanku tadi tidak bisa dibilang ‘mengganggu’ acara movie marathon kami kali ini. Kami sudah berkali-kali menonton School of Rock sampai aku hapal dialognya. Yah, tapi ini salah satu film favorit Kakak sih. Jadi mungkin memang ‘mengganggu’ baginya.
Benakku mengkilasbalikkan pernyataan Kakakku sesaat lalu. Oh, iya. Dua bulan yang lalu, Jo bilang dia suka sama aku, katanya dengan santai. Aku yang sedang mengunyah chips langsung bengong. Setelah kesadaranku kembali, kukunyah kembali chips yang sudah mengantri di tanganku. Bahkan aku masih tidak percaya sampai sekarang.
Tentu saja aku kaget sampai lebay begitu. Selama hampir 18 tahun Kakakku hidup, baru kali ini ada seseorang yang bahkan terang-terangan bilang bahwa dia suka dengan Kakakku. Sebenarnya sih, bukannya mustahil hal itu bisa terjadi. Namun karena orangnya adalah Kakak, maka hal seperti ini tentu mengejutkan. Bagaimana kalau seandainya aku cerita ke Bunda ya? Pasti lebih lebay lagi.
—Tapi, kenapa dia baru cerita sekarang sih?! Dua bulan yang lalu itu kan sudah lama banget! gerutuku dalam hati.
Mataku kembali tertuju pada layar laptop, memandang Jack Black yang sedang melobi kepala sekolah sambil minum bir, sedang tanganku kembali meraup beberapa chips dari kantung. Keju is the best, gumamku. Tiba-tiba jari-jari Kakak yang panjang ikut menjelajah kantung chips dengan brutal dan mengambil banyak sekaligus di tangannya. Hm.
“Ngomong-ngomong, kapan ya, Ayah pulang? Aku kangen,” kata Kakak tiba-tiba. Aku mengangkat bahu.
“Entahlah. Ayah kan cuma bisa pulang kalau lagi ambil cuti,” sahutku. Kakak hanya membalasku dengan dengusan pelan sambil tetap menonton.
Memang benar. Ayah tidak bisa selalu pulang. Ayah kami bekerja di KBRI Jerman Bagian Hukum dan Konsuler. Karena itulah, Ayah lebih sering berada di Jerman ketimbang bersama kami disini.
Namun, aku tahu bahwa Ayah bekerja keras untuk kami semua. Itulah mengapa kami sekeluarga selalu bekerja sama untuk saling menjaga dan saling melengkapi satu sama lain. Lagipula, ada Ibu yang selalu menjagaku dan Kakak disini. Kami tetap merasa aman dan nyaman.
Kami menghabiskan movie marathon kami dengan School of Rock dan Breakfast Club, juga tiga kantung chips keju dan dua kaleng soft drink. Kakak menaruh kembali laptop di meja belajarnya, sedangkan aku mengelap tangan dengan tisu basah; membersihkan seluruh remah oranye di tangan dan bajuku.

KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY
Novela Juvenil[BEBERAPA BAB DI PRIVATE SECARA ACAK] [SLOW UPDATE] Hidup Anna dan Mia diuji setelah mereka mengalami sesuatu yang bahkan tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Namun, hubungan mereka berdua sama sekali tidak berubah. Kecuali Anna. Pertemuannya de...