"Jangan tinggalin aku," pinta Fahri sambil mengenggam tangan kekasihnya.
"Jangan seperti ini Fahri. Kamu dengar sendiri 'kan apa yang dikatakan oleh ibu mu? Kita gak bisa Fahri. Mungkin kita memang saling cinta. Tapi, cinta kita enggak untuk bersama," jelas Theresa dengan air mata yang mengalir dipipinya.
"Aku cinta kamu. Aku gak akan bisa hidup tanpa kamu," lirih Fahri. Tanpa sadar setitik air mata membasahi wajahnya. Namun, dengan cepat Theresa menghapusnya.
Theresa mengelus wajah Fahri lembut. Ia tersenyum manis kearah kekasihnya itu selama dua tahun ini.
"Kamu tahu apa yang paling aku takutkan saat kita memulai hubungan ini?" tanya Theresa lembut.
"Ini. Ini yang paling aku takut 'kan. Saat kamu dan aku harus memilih. Antara cinta kita atau keyakinan kita," lanjutnya mencoba tabah.
"Aku cinta kamu, Fahri. Bahkan saat semua teman ku berkata bahwa kita tak akan bersama. Aku tetap mencintaimu. Tapi ini adalah akhir kisah kita. Kamu dan aku memang enggak ditakdirkan bersama," jelas Theresa mencoba memberikan pengertian pada pria yang ia cintai itu.
Fahri mengelengkan kepalanya. Ia menangkup kedua pipi mulus Theresa penuh cinta.
"Aku bakal lakukan apapun Thers. Hanya untuk bersama kamu. Walau aku harus meninggalkan keluarga aku bahkan Allah seka--" ucapan Fahri terhenti karena Theresa menghentikannya."Apa yang kamu katakan? Mungkin jika gadis lain akan sangat senang mendengar ucapan mumu itu, tapi aku enggak Fahri. Jangan hanya karena aku, orang yang baru hadir dihidupmu kamu tinggalkan orang-orang yang ada disisimu dari kamu hadir di dunia ini dan meninggalkan keyakinan yang bahkan sudah ada didarah kumu sebelum kamu lahir. Aku enggak suka itu, cinta manusia itu bisa hilang kapan saja tapi tidak dengan cinta Tuhan kepada kita. Semua orang yang sedang jatuh cinta mungkin bisa berkata bahwa cintanya enggak akan berubah walau 1000 tahun lamanya atau dikehidupan yang entah keberapa. Tapi kamu harus sadar Fahri, bahwa kita bisa merasakan cinta itu karena Dia. Dia yang menentukan siapa yang akan kita cintai atau tidak. Jadi, jangan mengatakan hal bodoh itu lagi," hardik Theresa kesal.
"Oh aku mengerti. Kamu enggak mencintai ku lagi bukan? Kamu mencintai pria lain bukan? Itu sebabnya kamu ingin berpisah. Atau kamu menganggap cinta ku tak tulus untukmu? Atau kau menganggap cinta ku akan hilang begitu saja untuk mu, Theresa?" tanya Fahri emosi. Egonya sebagai pria tersentil karena ucapan Theresa yang menurutnya mengejek cinta mereka selama ini.
Theresa menghela nafasnya lelah. Sudah satu jam lebih sejak ia keluar dari rumah Fahri karena ibu Fahri tak menyetujui hubungan mereka karena berbeda keyakinan. Dan selama satu jam lebih ini ia mencoba membuat Fahri mengerti tentang situasi mereka ini.
"Tatap mata ku Fahri! Apa kamu tak bisa melihat tatapan cinta ku untuk kamu? Apa kamu tak bisa melihat luka disana? Aku mencintai mu. Sangat mencintaimu dan aku tahu kamu pun begitu tapi--"
"Tapi apa? Kamu mau mengatakan apa? Kalau agama kita berbeda dan kita tak bisa bersama? Bullshit! Cinta itu harus diperjuangkan Thres. Bukan belum apa-apa kayak gini udah nyerah," bentak Fahri dengan bahu naik turun karena emosi. Ia benar-benar tak ingin putus dari Theresa. Gadis yang sangat ia cintai.
"Gak semua cinta bisa diperjuangkan Fah. Dan aku ngelakuin ini karena hubungan kita belum terlalu jauh. Aku ngelakuin ini supaya kamu nantinya gak akan terlalu sakit hati. Aku ngelakuin ini karena aku cinta sama kamu. Aku gak ingin kamu menyesal nantinya karena demi bersama aku yang belum tentu belahan jiwa kamu, kamu meninggalkan semuanya. Termasuk ibu mu yang sangat mencintai mu. Apa yang akan kamu katakan pada bapak mu nanti, ha? Bahwa hanya demi wanita yang baru dihidup mu kamu meninggalkan wanita yang telah mengandungmu selama sembilan bulan? Wanita yang mengorbankan nyawanya saat menghadirkan mu didunia? Wanita yang banting-tulang membesarkan mu seorang diri? Dimana akal sehat mu?! Dimana?! Apa kamu tega meninggalkan ibu setelah semua yang telah ibu mu lakukan padamu? Meninggalkannya begitu saja, ha? Jawab aku Fahri itu yang kamu inginkan?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita (Tak) Sama (One Shoot)
Short StoryCinta tak pernah salah. Mungkin kitanya saja yang tak sama. Dan mungkin cinta kita memang bukan untuk bersama. Tapi untuk jadi pelajaran penting tentang kehidupan. Karena semua cinta pasti ada alasannya. Entah saat ia datang atau pergi. Jadi jangan...