8

1.5K 20 2
                                    

Jam yang tertempel di dinding menunjukkan pukul delapan malam. Pak Budi tengah menyeruput kopi hitam ketika Lia menghampirinya di teras rumah.

"Bapak." kata Lia.

"Iya, nak."

"Pak, Lia diajak berlibur tapi tabungan Lia tidak cukup. Lia minta uang ya pak. Hm 200 ribu aja kok pak."

"Lia liburan di rumah saja ya. Uangnya bapak sudah pakai mencicil motor Lia."

"Tapi pak, Lia tidak pernah pergi berlibur begitu pak."

"Nanti bapak ajak Lia pergi berlibur kalau mau."

"Pak, kenapa sih dari kecil apapun keinginan Lia tidak pernah dituruti. Lia ingin seperti orang lain dibelikan apapun tanpa harus menabung dulu! Ingin dituruti apapun yang dia mau. Tapi Lia? Apa?" kata Lia. Wajahnya terlihat sangat kesal.

Pak Budi meletakkan gelas kopi di meja. Ia menghela nafas. Lalu ditatapnya wajah anak perempuannya yang kini sudah beranjak dewasa. "Lia, bapak tidak mendidik anak bapak untuk menjadi seorang raja. Tapi bapak mendidik Lia untuk menjadi seorang ksatria tangguh. Ksatria yang selalu bisa bangkit kembali seberapa kalipun ia terjatuh. Hidup ini tidak selalu mudah, nak. Apapun itu perlu jerih payah dan keringat untuk mendapatkannya. Tidak selamanya bapak mendampingi Lia. Itu kenapa, bapak ingin Lia menjadi anak yang bisa menghadapi apapun, sabar menghadapi apapun. Jadilah diri Lia yang kuat. Jangan menuruti kata orang jika itu melemahkan. Lia harus jadi orang hebat. Jangan seperti bapak yang tidak bisa menuruti apapun yang Lia minta dengan mudah. Maafkan bapak, nak." Lia tertegun. Ia tidak bisa mengatakan apapun. Matanya berkaca-kaca. "Bapak." gumamnya dalam hati.

Bapak [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang