Bab 1

9 1 0
                                    

-Naruto-

Aku tinggal di Prefektur Minato. Tepatnya di Shiodome. Pagi hari di minggu, agendaku adalah lari-lari kecil dan mampir ke Taman Hamarikyu. Jika beruntung, Sasuke akan menemaniku kesana.

Tidak jarang pula aku yang akan menemani Sasuke bertanding tenis di Ariake Tennis no mori. Lalu, pulangnya kami akan menikmati keindahan Rainbow bridge. Seperti hari ini.

"Kau lapar, 'kan?" Sasuke membuka suara. Dan aku mengalihkan perhatianku padanya. Menurut ramalan cuaca, sore ini akan cerah. Dan indah. Terutama saat bersama Sasuke.

"Emm. Terimakasih telah memperhatikanku" Aku tersenyum. Sasuke selalu kalem dan tak terbaca. Tapi hanya dengan kalimat sederhananya, aku dapat jatuh cinta berkali-kali. Tidak adil, kan!!

"Sas'ke" Dia menoleh. Sangat menikmati pemandangan pejalan kaki sampai mengacuhkanku. "Kau akan melanjutkan kemana?"

"Universitas terbaik" Jawabnya setelah hening yang cukup panjang.
Sasuke. Apa dia akan menjadi pria Jepang pada umumnya? Aku takut. Ayahku sangat introvert hingga mengalami karoshi. Aku bersyukur ibuku berkarir di luar Jepang. Lalu sekarang Sasuke.

"Apa yang kau fikirkan dengan otak dobemu, itu?" Sasuke, betapa menjengkelkannya dirimu. Lebih dari itu, betapa bodohnya aku yang bertahan dengan hati rusakku ini.

"Kau" Kataku, tersenyum. Aku tahu ia memandangku. Tapi saat ini, merasakan angin yang membelai rambut pirang panjangku lebih menyenangkan.
"Kau selalu memikirkanku, ya" Itu sebuah pernyataan. Sasuke tampak indah hanya dengan duduk bertopang kaki di kursi halte.

"Kelak, kau akan bosan" lanjutnya.
'Itu benar. Aku mungkin akan bosan. Tapi aku tidak menemukan alasan untuk berhenti. Setidaknya belum' Batinku.

Setelah burger di tangan kami habis, kami memutuskan berjalan menuju Stasiun Shinkansen untuk selanjutnya kembali ke Shiodome.

"Kemari!" Kereta cukup padat dan Sasuke berdiri melindungiku. Berada dalam kungkungannya seperti ini, tidakkah dia tahu? Aku berharap terlalu besar.

"Kau pendek sekali, Naruto" Dia menunduk memandangku. Ini tidak baik untuk jantungku. Aku takut dia mendengar detakannya yang menggila.

"Aku hanya tidak tinggi!"

"Sama saja"

"Setidaknya, ada kata 'tinggi' didalamnya!"

Di Stasiun berikutnya, kereta makin penuh oleh penumpang. Aku hampir terjepit antara dinding dan tubuh besar Sasuke. Aku fikir ini menguji adrenalinnya, karena detakan jantung pria Uchiha ini sama gilanya sepertiku.

***

Dia langsung pulang setelah mengantarku. Sasuke masih memiliki keluarga yang lengkap. Plus seorang kakak laki-laki yang sangat baik. Aku pernah di traktir es krim oleh Itachi-Nii.
Aku tidak perlu kerja part time seperti remaja pada umumnya. Karena semua keperluanku telah terpenuhi. Terima kasih sekali lagi untuk Ibuku. Tapi walau begitu, aku tetap harus berhemat. Hidup di Jepang tidak mudah. Butuh biaya besar. Bahkan bagi orang sekaya keluarga Sasuke. Yang hanya memiliki satu buah mobil. Tentu saja karena biaya parkir sangat mahal. belum lagi pajaknya.

Pukul sepuluh malam aku berendam di ofuro. Sambil menghubungi ibuku via Skype. Hal yang sama dilakukan beliau disana. Katanya, supaya merasa dekat denganku.

"Apa disana cerah?" Kata beliau. Masih secantik terakhir bertemu.

"Hem. Kami pergi ke Ariake. Sasuke bertanding tenis. Lalu kami membeli Burger dan Ocha, gak nyambung banget, memang. Makan di halte. Sebelumnya jalan-jalan di Daiba Park, terus lihat Rainbow bridge saat pulang"

KuudereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang