Ibu mengantarku ke depan pintu,walau sang ayah tak dapat juga menghantarku hingga gerbang sekolah.terasa malu di saat selalu menumpang tanpa pamrih pada ayah dari sahabat. Ya!aku menikmatinya. Indah perjalanan,walau tak sebanding dengan hal yang lebih indah.similir angin menyapaku di sosoran jalanan. Angin ini membuat kedua lembar tangan serasa seperti warna langsat,kuning tak berdarah,suhu tak hangat,kepada apa aku akan mendekap. Mungkin darah di dalam sel tangan ini malu,tersapa oleh angin.
Tibalah di sekolah,para komunitas intra dekolah menyapa ku dengan menjawab salamku " waalaikum salam,pagi.." sambil melontarkan senyum manisnya.
Aku melangkah di langkah, aku berpikir, ternyata banyak pergeseran antara sebelum dan sesudah.
Di sekolah ini,aku melontarkan hamdalah,karena tak semua bisa ada di sini.
Dan membuatku ingat,terhadap perempuan nasionalis, ya! Kartini.Beliau hidup di era 70an. Tak ada instagram,facebook,wa,bbm di zaman itu, zaman itu buta,bisu. Bisa dikatakan demikian.
Akan tetapi wanita itu berhasil,menerima pendidikan seperti layaknya pemuda saat ini. Wah ini adalah women iron..Jika bersorot balik pada cerita kartini,rasanya seperti terenyuh di air keruh!
Bukankah wanita adalah rusuk pria!?
Ada kalanya,rusuk tidak dapat mematahkan leher.
Sangat lah tidak etis ternyata. Jika di bandingkn dengan garpu pasangan dari sendok yang di gunakan untuk menyongkel gumoalan tanah menggunung,tetapi fakta kegunaannya untuk mengoyak makanan. Berani mengungkap tanpa menggumpat,malu...
Dimana uratnya.Sudah tau,jika semua itu telah di jelaskan oleh agama, tahanlah nafsu... Jika lupa,ingatlah ilmu puasa , "walau lapar,haus,lemas,tetaplah bersabar.karena adzan magrib itu ada, Dan ingat semua ada waktunya" junit embatau,19juli2017. (Fb)
Salam manis dari jari saya.
Sarifa mh, 19 iuli 2017