HB - 2

4.6K 314 30
                                    


"Vin, ini bacaanya apaan sih?" Raka menepuk bahu Gavin yang sibuk dengan handphone-nya.

"Yang mana?" tanya Gavin tanpa menoleh.

"Ini.." Raka menunjuk buku pr Bahasa Indonesia milik Gavin.

Pagi ini mereka harusnya belajar Bahasa Indonesia bersama Bu Mitha. Tapi karena satu alasan, guru muda itu berhalangan hadir. Semua siswa bersorak gembira, pasalnya tugas yang jumlahnya bejibun yang diberikan minggu lalu belum selesei mereka kerjakan, termasuk Raka. Hanya beberapa murid yang sudah menyeleseikan. Gavin salah satunya.

Gavin bukan termasuk murid rajin dikelas. Otaknya memang encer, tapi jarang digunakan. Dia lebih memilih tidur dikelas atau menghabiskan waktu dilapangan basket, ketimbang harus mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan guru. Tapi jangan ditanya soal tugas, walau dikelas pemalas, dirumah cowok itu sangat rajin. Jangankan mengerjakan tugas, soal latihan di buku paket yang tidak diperintahkan guru, sudah banyak ia seleseikan.

"Lo, Ka. Ganteng-ganteng burem." Nino meledek. " jelas-jelas itu jawaban salah yang digaris Gavin, dia kan gak mau pake tipe-ex, gimana sih lo?" Nino menjelaskan.

Gavin itu memang aneh. Ia tidak mau menggunakan tipe-ex jika jawabannya salah. Ia hanya akan menggarisnya. Katanya, tipe-ex itu bikin ketagihan. Satu kesalahan diberi tipe-ex, kesalahan-kesalahan lain akan muncul. Ntah teori darimana.

"Salam sejahtera semuanya!" suara cempreng seorang gadis mengalihkan perhatian mereka, termasuk Galih yang sibuk dengan komiknya.

"Astaga! Ngagetin aja lo, sha." Raka mengelus-ngelus dada menatap Visha, cewek yang baru lima bulan masuk sekolah mereka.

"Lo mau nyalon jadi DPR? Pake salam sejahtera segala." Visha cengengesan mendengar ucapan Nino, lalu meletakkan tas dibangku sebelahnya. Ia memang duduk sebangku dengan cowok itu. Galih duduk didepan mereka bersama Kiki, cewek yang hobi baca komik sama seperti Galih. Sedangkan Raka dan gavin duduk berdua dibelakang.

"Kemana aja lo, baru masuk?" tanya Gavin menatap Visha. Visha memang baru lima bulan sekolah disini, tapi ia termasuk cewek yang paling dekat dengan mereka, terlebih Gavin. Awal Visha masuk dulu, mereka cuma teman biasa seperti yang lain. Tapi karena sifat cewek itu yang aneh suka ngoceh nggak jelas, ketawa terbahak-bahak gak punya malu, dan karena ia diperintahkan wali kelas duduk disebelah Nino, jadilah mereka akrab.

"Dari kantin." Visha memutar tubuhnya kesamping menghadap Nino, tapi kepalanya diputar kebelakang menghadap Gavin. " gue tau Bu Mitha gak masuk, jadi ya udah, gue ngisi perut dulu penuh-penuh dikantin." ucapnya lagi cengengesan.

"Gue perhatiin-perhatiin, lo makin buluk aja, sha." Galih menutup komiknya. "Item, dekil lagi."

"Ya maklum, gue kan anak alam. Baru daki gunung, gue kemaren."

"Pantesan muka lo makin jelek gitu." celetuk Raka sambil terus menyalin tugas dari buku Gavin.

"Yee, biarin." Visha mengaruk tasnya mencari sesuatu. "Zaman sekarang itu yaa, orang-orang pada gak liat tampang. Buat apa cantik, kalau hati lumutan. Mending gue jelek, tapi hati gue gak jelek-jelek amat. Ya gak Vin?" visha menatap Gavin sambil mengedip-ngedipkan mata. Gavin terkekeh geli. Sebenarnya, Visha itu jauh dari kata jelek. Ia cukup manis, tapi ya gitu. Cuek banget sama penampilan. Ditambah dengan hobinya yang suka daki gunung, bikin dia sedikit awut-awutan. Tapi tetap manis.

"Nih buat lo." Visha menyerahkan setangkai bunga kecil berwarna biru yang sudah agak layu pada Gavin.

"Apaan nih?" Gavin mengambilnya dan menatap bingung.

"So sweet banget lo, sha." Nino menatap pemberian Visha ditangan Gavin.

"Itu bunga yang gue temuin di gunung yang gue daki. Gue gak tau itu bunga apa. Yang pasti, itu bunga cantik dan unik banget buat gue. Makanya gue ambilin buat lo." jelas Visha tanpa mengindahkan celetukan Nino.

HEARTBREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang