Suara air tertampung dalam gelas menghiasi dapur dimana seorang pemuda tengah berdiri di depan sebuah alat pembuat kopi. Setelah gelas terisi penuh, ia menekan sebuah tombol yang kemudian menghentikan pengisian gelas kemudian menghela nafas. Mengambil mug berukuran sedang yang sudah full dan membawanya keluar dari dapur.
Dia berjalan ke arah jendela yang terbuka. Di sana terdapat sebuah teras kecil yang biasa disebut balkon. Berdiri di sisi dinding pembatas yang tingginya seukuran dada dan meletak mug tadi di atasnya. Mengalihkan perhatian pada pemandangan kota di malam hari sambil menikmati semilir angin yang bertiupㅡyang menggerakkan sedikit rambutnya.
Terhitung sudah seminggu Park Jinyoung berada di Seoul; tinggal dan bekerja. Yah, beruntung karena keisengan mengirim lamaran pekerjaan lewat email yang kemudian ternyata diterima. Menjadikan alasannya kembali semakin kuat. Jinyoung menyesap kopi yang ia buat seraya memandang kerlip cahaya-cahaya yang dihasilkan penerangan dari rumah, lampu jalan bahkan kendaraan yang masih berlalu lalang.
Sebentar ia menghela. Menikmati sepi dan kesendirian. Memang membosankan, namun tetap ia harus menjalani, kan? Ini adalah keputusannya dan ia mesti bertanggung jawab. Walau ... diam-diam saat menghembuskan napas Jinyoung menyertakan rindu kepada seseorang.
Orang yang berharga, sangat berarti baginya. Seseorang yang mengisi ruang kosong dalam hati dan memenuhi ruang tersebut dengan senyum cerah. Seulas senyum terukir di bibir si pemuda Park ketika tak sengaja ia terbayang bagaimana orang itu tersenyum yang ikut membuatnya mengembangkan bibir.
Namun, cuma sesaat. Sebab ingatan tak menyenangkan kembali menyeruak. Memudarkan ukiran senyum di bibirnyaㅡberganti raut keras dan sedih.
...
"Aku tidak mau ada pasangan gay di sini! Kalian mencoreng nama baik tempat ini!"
Jinyoung serta seseorang lagi yang merupakan roommatenya tidak menyahut atau membalas gertak pria pemilik flat yang mereka tempati. Mereka cukup kaget atas kedatangan pria tersebut yang langsung melabrak kemudian menuduh sembarangan.
Sial! Siapa yang membuat gosip murahan seperti ini! Si pria Park menggerutu dalam hati.
"Sebentar, kami bukan pasangan. Kami hanya temanㅡ"
"Jika bukan pasangan apa namanya? Berciuman, bergandengan tangan, kalian pasti juga melakukan hal yang tidak-tidak di dalam, kan!?" katanya masih dengan nada tinggi; marah. Memutus kalimat yang bakal di katakan oleh pria muda di sebelahnya.
Jinyoung menghela nafas. Tidak suka cara bicara si pemilik flat yang secara langsung menyinggung; menyindir dan berprasangka buruk. Apa tidak boleh sesama pria tinggal bersama? Lalu, bagaimana dengan sesama perempuan? Apa tak akan ada yang mencurigai mereka saling menyukai dalam tanda kutip selayaknya ia dan temannya? Cih!
"Kami tidak melakukan apa-apa," pemuda yang tak lebih tinggi dari si pemuda Park berusaha membuat pembelaan, "Percayㅡ"
"Sudahlah ...," Jinyoung memotong ucapan pemuda itu, matanya menatap si pemilik flat dengan tajam, "Jadi kau mau apa?" ia menantang.
Si pemilik flat mengeram, "Aku tak mau kalian berada di sini. Silahkan pergi. Aku tak mau kalian mengotori tempatku ini. Menjijikkan ...." ujarnya diakhiri gumaman melecehkan.
Jinyoung mendengus, "Mengotori, huh? Kau menutup matamu dari penghuni-penghuni lain yang hobi membawa pasangan atau wanita panggilan dan bercinta di kamar. Menjijikkan," balasnya mengatakan hal yang sama pada si pemilik flat yang melotot tak percaya mendengar ucapan si pemuda Park.
"Jinyoungie ...," si pemuda bersurai coklat menggumam seraya memandangi Jinyoung yang tanpa perduli masuk ke dalam kamar meninggalkan mereka berdua di depan pintu. "Maafkan Jinyoung ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
OURS
FanfictionKau dan aku adalah kita. Kita adalah cinta. Cinta adalah rumah. Rumah adalah tempat tinggal dimana kita akan menghabiskan hidup dengan penuh kenangan-kenangan.