1

1.4K 115 22
                                    

Ada yang berbeda dari penampilan Gracia di minggu pagi ini. Gracia yang biasanya bermalas-malasan di kasur sampai siang hari, sudah rapi dengan balutan dress selutut berwarna ungu dan sepatu putih kesayangannya. Heran. Apapun yang dipakai gadis ini selalu nampak cocok.

"Pagi, Ci Shani!" sapa Gracia pada kakak perempuannya yang baru saja pulang sehabis lari pagi.

Shani mengerutkan kening. Siapa yang tak heran dengan sikap Gracia pagi ini? "Mau kemana, Gre?"

Gracia tersenyum penuh arti. "Mau jalan," ucapnya riang.

"Sepagi ini? Tumben."

"Ada janji sama temen. Mau diajak ke Puncak gitu. Makanya berangkat agak pagian." Gracia mengerti arti kerutan di kening Shani yang semakin dalam. "Aku udah ijin Mama sama Papa kok dari kemarin."

Shani melipat kedua tangan di dada. "Sama cowo, ya?" Gracia mengangguk. "Berdua doang?"

Gracia langsung menggelengkan kepala dan melambaikan tangannya. "Enggak, kok! Ada lima orang. Cici posesif banget sih." Gracia mencubit kedua pipi Shani gemas.

"Ya, siapa yang gak posesif sama adik secantik kamu?"

"Uhhh ... aku terharu." Gracia memeluk tubuh Shani sesaat. "Eh iya, Ci. Jam tangan aku masih dipinjem Cici, ya?"

Shani menyeringai. "Hehe, iya. Cici lupa. Cici ambilin dulu, ya?" Setelah mendapat anggukan dari Gracia, Shani berjalan menuju lantai dua tempat dimana kamarnya berada.

Sambil menunggu, Gracia mengecek kembali isi tas kecil yang dibawanya, lalu mengambil ponsel untuk bertanya sudah sampai mana teman-temannya. Mereka berjanji akan menjemput Gracia.

Senyum merekah di wajah cantik Gracia kala melihat nama 'Dyo' muncul di notifikasi ponselnya.

"Ci, aku berangkat, ya!" teriak Gracia karena yang ditunggu ternyata sudah ada di depan gerbang.

"Eh, sebentar!" terdengar suara tak kalah keras dari arah kamar Shani.

"Jamnya nanti ajah. Aku pergi dulu, ya. Dadah, Cici!" Gracia berlari keluar rumah, tak mempedulikan teriakan Shani. Hatinya sudah terlalu berbunga-bunga membayangkan akan jadi seperti apa harinya dengan Dyo hari ini.

***

Selama perjalanan menuju puncak, senyum Gracia terus terukir manis. Dyo selalu mengajaknya mengobrol dan bercanda tawa. Sesekali alunan lagu yang berputar dari radio di dalam mobil menambah hangat suasana bagi keduanya. Senior di kampusnya ini memang tahu betul bagaimana memberi kehangatan pada hatinya.

"Kita sampai, Gre."

Gracia membuka matanya dan mengerjapkan matanya. Ia mengusap matanya lalu mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya dan membuka pintu mobil.

Hawa dingin langsung menerpa tubuh mulusnya. Ia tersenyum saat sadar dirinya telah tiba di puncak.

"Yuk, Gre masuk."

"Iya, Kak." Gracia pun melangkahkan kakinya untuk jalan disamping Dyo. "Maaf ya Kak tadi aku ketiduran."

Dyo menoleh dan terkekeh. "Gak apa, kok. Aku seneng. Jadi bisa liat wajah lucu kamu."

Semburat merah terlihat di pipi Gracia. Ia pun merengut. Malu. "Apasih, Kak. Ih."

Dyo hanya tertawa saat Gracia memberengut padanya sambil memukul bahunya pelan. Wajah kekanakan Gracia terlihat begitu lucu. Dan Dyo sangat menyukainya.

Our Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang