Aku duduk dikursi sudut belakang dikelas. Aku sendiri, bukannya tak ada yang mau duduk dengan ku, tapi aku yang tak ingin bersama mereka. Mereka hanya sampah, mereka hanya bulu-bulu yang beterbangan. Aku benci mereka, aku tak suka. Karna apa? Karna mereka ada, karna mereka bahagia, dan aku ? Aku benci kebahagian. Aku benci keramaian. Dan aku benci jika harus berpura-pura berbaur dengan sampah-sampah itu. Tapi, itu harus aku lakukan, karna apa? Karna aku harus menemukan pembunuh keluarga ku. Dan menurut informasi yang aku baca, salah satu pembunuh itu ada di sekolah ini.
"Lex? Kok lo diem aja? Lo gak denger gue teriak-teriak manggil lo tadi?" Dina menggoyang-goyangkan bahu ku, dia menyentuhku! Uuuugh.. Rasanya ingin sekali ku mencabik-cabik tangan mulusnya itu. Tapi aku harus tahan.
"Eh. Iya iya apaan sih lo din? Gue denger kok, cuma mager aja. Ada apa ?" Sekali lagi aku ingatkan, aku berpura-pura.
"OMG hello.. Alexa Kania! Gue udah teriak yaaa dan lo? Uuuh udahlah lupain aja. Yang penting sekarang tuh, lo harus keluar kelas, lo harus liat dilapangan upacara, ada hal yang wow banget" dina berbicara dengan menggebu-gebu sekali. Dan dengan ekspresi yang sangat bahagia. Aku benci sangat benci.
"Ada apa emangnya sih?
"Udah ayuk keluar dulu. Nantik lo juga tau kok"Dia menarik-narik tanganku untuk mengikutinya.
Sampai dilapangan upacara, yang aku lihat hanya dua orang laki-laki yang sedang adu tinju. Mereka membuka pakaian atasnya. Dan terpampang dada bidang yang ku yakini mampu membuat sebagian besar siswi disekolah ini lupa mengedipkan mata dan membiarka air liur mereka meneter. Uuh menjijikkan.
"Itu Dean sama Robby kan?" Tanya ku pada dina yang ada disebelahku.
"Iyaaa... Robby ganteng baget yaallah. Uuh mau hayati toeltoel tuh kotak diperut bang.. Aaawww" penyakit nya kambuh, dia menjerit-jerit seperti orang gila hanya untuk mendapatkan perhatian Robby. Yang kiyakini jika Robby melihat, pasti ia akan jijik dan tak mau berurusan dengan Dina.
"B ajah" Kata seorang cowok yang tak kuyakini dari mana asalnya dan dia sudah berdiri disebelah ku.
"Iih bagas, Elu tuh yang biasa ajah. Robby ituu sempurna tau gak sih"
"Udah gas, biarin aja. Ntar kalau capek juga berhenti dianya mah" Aku berbicara pada bagas dengan enggan. Karna aku sudah muak disini.
Aku hanya berdiri dipinggil lapangan dengan wajah congo yang kuyakin siapa pun yang melihat beranggapan bahwa aku adalah salah satu dari nerd disekolah ini.
**
Sekolah sudah berakhir, aku sekarang sudah duduk manis didepan TV sambil menikmati keripik yang ada dipangkuan ku. Aku menyalakan saluran yang sedang menayangkan sebuah berita pembunuhan yang terjadi di kawasan dekat sekolah ku.
"...telah terjadi pembunuhan di kawasan SMA Garuda, korban seorang pria berumur 29 tahun yang kebetulan lewat dikawasan ini, motif pembunuhan belum diketahui dan tersangka tak meninggalkan jejak sedikitpun, yang membuat pihak berwajib kesulitan melacaknya...."
Kumatikan TV itu dan tertawa sekeras-kerasnya. Aku menyukainya, aku suka ketika dia memohon padaku, ketika dia menjerit kesakitan, dan ketika aku melihat dari di tubuhnya itu membuatku bersemangat. Aku suka itu. Yaa, aku lah pembunuhnya. Aku yang membunuhnya, "dasar polisi bodoh, kalian tidak akan pernah menemukan ku, karna aku sangat ahli disini.. Hahahahahaahha" aku hanya tak suka dengan lelaki tua itu, pandangannya tak lepas dari dada ku ketika kami berpapasan, bahkan dia mencolek dagu ku. Aku benci disentuh ! Dan akhirnya aku membunuhnya, ia meninggal. Dan aku senang sekali.
