Setelah Semuanya

6 0 0
                                    

Mia menyusuri lorong kampusnya dengan hati tak tentu. Pasalnya baru pagi ini gadis itu mendapatkan kabar yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Tentu Mia belum percaya seratus persen terhadap pesan yang diberikan ibunya lewat WhatsApp tadi. Bisa saja ibunya salah lihat, kan? Namun, tetap saja pikiran Mia belum mau beralih dari pesan tersebut semenjak empat puluh menit yang lalu.

Mia merogoh totebag hitamnya dalam - dalam. Jemari gadis itu mencari kunci mobil yang rasanya sudah ia pasangkan gantungan super besar agar tidak sulit mencari benda satu itu. Mia mendecak begitu tidak menemukan kunci yang dicarinya. Ia sekarang sudah berjalan ke parkiran kampus, menuju mobilnya  yang terparkir di ujung, tepat dibawah pohon rindang.

"Nyari apaan lo?"

Kontan Mia mendongak. "Ngapain lo nangkring disitu?" Dagu Mia menunjuk Rama yang setengah duduk diatas bemper mobil Mia.

Rama mendengus. "Makanya Mia, jangan suka ceroboh jadi orang." Lelaki itu kemudian berdiri dan berjalan kearah Mia. Tangan Rama terjulur tepat kedepan wajah gadis itu, telunjuknya menenteng sebuah kunci mobil lengkap dengan gantungannya.

Dahi Mia mengerinyit seraya mengambil kunci mobilnya. "Kok bisa ada di lo?"

"Jatoh tadi di ruang BEM."

Kerutan di dahi Mia belum hilang. "Kok lo bisa tau ini punya gue?"

Rama mendengus lagi. "Langka, gantungan kunci nya lebih besar 3 kali lipat dari kuncinya itu sendiri. Berbulu pula. Warna shocking pink? Are you kidding me?"

Mia makin mengerinyit. "Menurut lo itu menggambarkan gue banget?"

"Tadi Sisi yang nemuin. Dia hampir ngejar lo, tapi gue bilang gue mau ke parkiran, jadi sekalian."

"Arramadino, lo ada perlu ya sama gue?"

"Kok lo bisa mikir gitu?"

"Parkiran mana yang lo maksud ke Sisi? parkiran motor adanya di belakang gedung B. Bukan disini."

"Oke gue obvious." Kemudian Rama merogoh saku jeansnya dan mengeluarkan ponselnya dari sana.  "Menurut gue ini untuk kebaikan lo juga. Karena gue kenal lo, dan kita satu SMA dulu, sekarang satu fakultas, juga satu organisasi."

Belum sempat Mia menanggapi Rama, lelaki itu telah menyodorkan ponselnya duluan. "Baca deh."

Begitu membaca nama dan pesan yang tertera pada ponsel Rama, Mia mengetahui kalau ibunya tidak mengada ngada. Laki - laki itu ada di Jakarta.

Brian ada di Jakarta.

BrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang