Prolog

41 4 0
                                    

Udara malam ini begitu dingin, membekukan apa saja yang tersentuh olehnya. Entah kenapa, itu menjadi sebuah pertanda akan sesuatu yang buruk sedang terjadi. Di pinggir hutan, dimana ada sebuah jalan yang biasa dilalui untuk melintas ke antar kota. Terdengar teriakan dan desingan pedang yang membelah udara, tengah terjadi penyerangan atau lebih tepatnya serangan perampokan. Beberapa pengawal yang menjaga tuan mereka yang berada di dalam kereta berteriak lantang saat menebas salah satu dari kawanan perampok. Beberapa orang terkapar dengan wajah menghantam bumi terlebih dulu.

Hal itu tak berlangsung lama, bagaimanapun juga mereka kalah dalam jumlah tentu saja dan stamina dari masing-masing pengawal itu sudah mencapai batasnya. Entah bagaimana salah satu dari mereka berhasil menerobos ke arah kereta. Pintu kereta itu ditendang dengan kasar, pria tadi menggeram marah melihat isi kereta yang kosong.

"CARI MEREKA!!!! MEREKA PASTI LARI KE HUTAN!!!!!"

#####
.
.
.
.
.

Ia dan kakaknya berlari menuju hutan. Seorang pria menggenggam tangan mereka dengan erat, membawa mereka berlari dengan cepat menembus pepohonan hutan yang gelap. Saat ia terlelap, kakaknya membangunkan dirinya secara paksa. Dan ia tahu bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi.

Sial bagi mereka karena berlari tanpa tahu arah mana yang mereka tuju, sang pria berhenti seketika saat melihat jurang curam di depannya. Nafas pria itu terdengar sangat kasar seolah ia ingin menghirup seluruh oksigen di sekitarnya, pria itu menoleh, wajahnya tampak tegang dihiasi peluh yang bercucuran di pelipis dan wajahnya.

Bersamaan dengan itu, tujuh orang berlari ke arah mereka. Masing-masing dari mereka disenjatai pedang dan ada yang membawa kapak, wajah mereka tak terlihat karena di tutupi penutup wajah baju zirah mereka. Pria itu membawa kakaknya dan dia kebalik punggungnya, dengan cepat ia menarik pedang yang menggantung di pinggangnya.

"Nona, setelah ini larilah secepat yang anda bisa."

Dia mendongak untuk bertanya kenapa pria itu tidak ikut lari bersama mereka. Pria tadi hanya menggeleng lemah, senyuman pias terukir di wajahnya.

"Nona Amber, jagalah nona Emerald. Berjanjilah pada saya jika anda berdua akan pulang ke Wellington house dengan selamat." Amber mengangguk diikuti oleh Emerald . Tepat setelah itu, salah satu kawanan perampok merangsek maju menyerang mereka dengan pedang yang teracung tinggi siap menebas mereka menjadi dua bagian. Emerald menangis histeris saat kakaknya menarik tangannya menjauh dari sana.

"MICHAELLLL!!!!!!" Emerald berteriak histeris saat ia menoleh ke balik punggungnya, pria itu.... Michael tertusuk di bagian bahunya. Air mata Emerald semakin deras saat ia sudah tak dapat melihat wajah pengawal pribadinya itu. Ia mencoba menahan tubuhnya dan berbalik menyusul Michael tapi kakak perempuannya menggenggam erat tangannya hingga terasa ngilu. Dengan kekuatan yang tak seberapa Emerald memukul tangan kakaknya berkali-kali, namun Amber tetap menarik Emerald menjauh tanpa perduli adiknya yang memberontak di genggamannya.

"Kakak!!! Lepaskan aku!!!" Emerald berujar dengan gemetar, air mata masih setia mengalir di pipi gadis mungil itu. Lagi-lagi Amber hanya menarik terus mengacuhkan rengekan adiknya.

"Kakak!!! Aku ingin bersama Michael!!!!"

Nafas Emerald mulai tersendat akibat berlari sambil berteriak dan menangis, ia sudah lelah kakinya tak mampu lagi untuk berlari. Emerald berjalan tanpa sepatu dan itu menyakitkan ketika telapak kakinya menginjak ranting ataupun kerikil yang tajam. Kakaknya tetap menariknya tanpa mengucapkan apa-apa. Dan itu membuatnya frustasi, bagaimana bisa kakaknya meninggalkan Michael? Walaupun Michael hanya pengawal pribadi mereka, tapi Emerald dan kakaknya sudah menganggap bahwa Michael adalah sosok kakak lelaki di keluarga Wellington.

"KAKAK!!!! KENAPA KAKAK TEGA MENINGGALKAN KAKAK MICHAEL!!!!!" Kali ini Emerald meraung marah dan memukuli tangan Amber dengan keras. Ia tak mengerti, yang ia mau hanyalah agar bisa bersama Michael. Ia tak mau meninggalkan pria itu di sana.

"EMERALD!!!!" Kali ini suara Amber yang menyentak Emerald. Emerald tertegun saat kakaknya berbalik, wajah Amber di penuhi air mata. Kakaknya menangis matanya memerah. Dan seketika itu juga Emerald tahu bahwa kakaknya juga merasa sedih karena meninggalkan Michael. Kakaknya memeluk tubuh Emerald dengan erat, rambut kakaknya yang biasanya dikepang cantik sekarang berantakan dengan simpul yang hancur.

Emerald hanya terdiam di dalam pelukan kakaknya, dia mendongak menatap Amber yang sedang menangis. Mata biru safir Amber terlihat sedih namun penuh akan tekad.

"Kita telah berjanji kepada Michael untuk pulang dengan selamat ke Wellington house. Kau tentu tak ingin melanggar janjimu kepada Michael bukan?" Suara Amber bergetar karena tangisnya. Dia harus tegar, karena sekarang dialah kakak tertua yang dimiliki Emerald, dia yang harus menjaga Emerald sekarang. Walaupun batinnya menjerit tak ingin meninggalkan Michael di sana menghadapi para perampok sialan itu. Tapi kehangatan di balik punggungnya membuatnya tak bisa melakukan itu. Ia harus melindungi Emerald apapun caranya.

"Ketemu."

Detik itu Emerald merasa semuanya berjalan lambat, perampok itu mengayunkan pedangnya ke arahnya. Tiba-tiba ia merasa punggung dan bahunya tergores sesuatu yang dingin. Ia kehilangan keseimbangan, tubuhnya terhuyung ke belakang. Dia melayang, kakinya sudah tak menapak tanah lagi. Ia melihat Amber yang berlari ke arahnya, tapi ia tahu pada detik itu.... Semua usaha akan sia-sia.

STRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang