Awan mendung mulai terlihat memenuhi langit. Rintik hujan pun mulai turun membasahi tanah di bawah langit. Sesosok pria menatap tetesan-tetesan air yang saling susul itu dengan sabar di bawah naungan atap kandang kuda. Aroma khas tanah yang terguyur air menguar dan memenuhi penciumannya.
Sambil menghela napas, dia mengelus Sien, kuda hitam kesayangannya. Dia berpikir sejenak dan melangkah pergi meninggalkan kandang kudanya. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumahnya. Diraihnya lilin yang ada di atas meja dan mulai menyalakannya, selanjutnya ia menyalakan seluruh lilin yang ada di dalam rumahnya. Dengan cahaya temaram di tangannya, dia pergi menuju kamarnya. Dua buah gagasan sedang berperang di dalam kepalanya. Akankah dia tetap pergi dengan menembus hujan ataukah ia akan beristirahat saja dan pergi keesokan harinya ketika langit sudah cerah.
Masih dengan dilema di hatinya, ia memasuki kamarnya yang gelap. Cahaya sebuah lilin tak akan cukup untuk menerangi kamarnya. Ia mengedarkan pandang ke seluruh penjuru kamar dan matanya tertuju pada benda yang tergeletak di atas meja. Pedang, busur beserta anak panahnya, dan sebuah stiletto. Ia pun berjalan ke arah meja tersebut dan meletakan lilin yang sedari tadi dipegangnya dan kemudian meraih salah satu senjata yang ada.
Stiletto tua yang masih terawat dan sudah memakan banyak korban. Gagangnya terbuat dari tulang yang dipoles dan belatinya lebih halus dan lebih tajam dari pisau manapun. Apabila kau teriris, kau tidak akan menyadarinya, tidak langsung. Lalu ia meletakan kembali stiletto itu dan kemudian ia meraih pedangnya.
Pedangnya dibuat oleh penempa besi diseluruh dunia, gagangnya terbuat dari tulang dan matanya terbuat dari baja terbaik. Lebih tajam dari pedang manapun dan akan menewaskan musuh dengan sekali tebas. Diletakannya kembali pedang itu dan kini dipandangnya busur beserta anak panahnya. Diraihnya busur itu dan dilihatnya dengan teliti, busur itu memiliki lekukan yang indah, talinya yang lentur dan terpasang dengan baik menambah keindahan busur itu. Diletakannya juga busur itu dan meraih lilin yang tadi ditaruhnya. Ia sudah sering melakukan hal ini ketika bimbang. Menatap dan meneliti masing-masing senjata andalannya, walau sudah tahu betul seperti apa detailnya. Ya, ia tak pernah lelah mengagumi apa yang ia miliki.
Lalu ia berjalan menuju tempat tidurnya dan menaruh lilin itu di nakas. Ternyata dirinya memilih untuk pergi keesokan harinya. Sembari merebahkan dirinya sosok itu mencoba untuk memasuki alam bawah sadarnya, tetapi setelah beberapa saat, ia tidak bisa melakukannya. Teringat akan cahaya lilin yang masih menyala, ia pun meniupnya dan lilin itu pun mati. Meningalkan pria itu dengan kegelapan yang pekat. Kemudian dia tersenyum.
"Vampir tidak membutuhkan cahaya," gumamnya.
Terdengar suara guntur di kejauhan, di luar masih hujan ternyata. Gerimis tadi telah berubah menjadi badai yang dahsyat. Ranting pohon yang tertiup angin menggaruk-garuk jendela dan menimbulkan suara yang menyeramkan, gemuruh petir menambah keributan di luar sana dan angin berhembus dengan dingin dan kejam dari ventilasi, tetapi itu semua tidak mengganggu pria yang sedang setengah tertidur itu. Tidak benar-benar tertidur karena dia makhluk yang sebenarnya tidak memerlukan tidur. Ia hanya terpejam, untuk menenangkan pikirannya dan mengumpulkan energi untuk perjalanan panjang yang akan dihadapinya.
Setelah beberapa saat, matanya terbuka lagi dengan lebar, bersinar dalam gelap. Iris merahnya mengedarkan pandang kepenjuru ruangan. Ia sadar, ada tamu tak diundang yang memasuki rumahnya.
~.~.~.~.~.~.~.
Sic Infit: So it begins
KAMU SEDANG MEMBACA
Nascentes Morimur
FantasyDi tanah Adurant yang bergolak, awan perang kembali mengancam. Kerajaan Tarrin dan Kekaisaran Ethermoor, dua kekuatan terbesar yang pernah ada, berada di ambang pertempuran yang diyakini akan mengubah sejarah selamanya. Kheyra Xeleria, seorang pembu...