Aku melihatnya pertama kali ketika aku sedang menemui klien ku di sebuah resto. Ia bersama teman-temannya bergerombol di meja yang tidak jauh dari tempatku duduk.
Perkenalan yang tidak bisa dibilang indah karena ia menumpahkan minuman ke jas mahalku.
Bukannya aku yang marah, tapi justru dia yang melotot kesal padaku karena minumannya tumpah.
Tapi itu salahnya sendiri karena berdiri dan berputar tanpa melihat sekelilingnya, entah hendak berjalan kemana, tanpa melihat aku sedang berjalan melewatinya. Jadilah hari itu aku tersiram orange juice miliknya.Mengingat saat itu, aku jadi tersenyum sendiri. Bagaimana tidak? Matanya yang melotot galak itu malah membuatku terpesona. Bibirnya yang merengut dan mengomel panjang lebar itu menggodaku membuatku ingin menciumnya.
Dan rupanya nasib baik berpihak padaku. Ternyata ia adalah putri bungsu Pak Darmanata, kepala bagian pemasaran di perusahaan milik Papa-ku.
Aku semakin mengenalnya ketika perusahaan mengadakan acara piknik bersama dengan seluruh keluarga karyawan dan karyawatinya.
Cukup banyak karena perusahaan harus membooking sebuah hotel di dekat lokasi, dan menyewa dua belas bis besar untuk transportasinya.
Papa atas desakan Mama yang sudah melihat gelagatku yang diam-diam tertarik pada gadis itu, segera mendekati Pak Darmanata. Entah apa yang Papa bicarakan, tapi yang pasti, setelah acara itu aku jadi dengan mudah menemui gadis itu.
.
.
-----*£*-----
.
.
Wajah cemberut itu sangat menggemaskan.
"Kenapa kemari lagi?" tanyanya ketus.
Aku tertawa kecil, lalu mencubit pipinya yang halus.
"lih! Main cubit aja! Dasar om gak tau diri!" omelnya melotot. Lagi lagi aku terpesona. Tapi tunggu! om katanya? Astaga! Aku belum setua itu untuk dipanggil Om!
"Kamu panggil apa tadi? Om? Emang aku setua itu apa?" kutarik lengannya hingga tubuh mungilnya membentur tubuhku.
Hmm... Harum yang memabukkan!"Lalu aku harus panggil apa? Kakek?" cibirnya makin membuatku gemas. Ia mendorong tubuhku menjauh darinya.
"Gimana kalau kamu panggil aku hmm.... Sayang?" godaku pura- pura berpikir.
Mata bening itu melotot.
"Gak bisa!" sentaknya merengut.
"Kenapa gak bisa?"
"Karena aku gak sayang!" duh, aku ingin mencium bibir merah mudanya yang menggoda itu.
"Nanti juga sayang," sahutku geli melihat wajahnya yang memerah. Dia sangat mempesona.
Ia menghentakkan kakinya kesal. Tangannya bersedekap di dada dengan gaya yang tidak anggun sama sekali.
"Mana ayahmu? Aku harus bertemu dengan beliau," kalau dia jutek begini, aku harus cari cara lain.
Tanpa berkata apapun, ia berbalik ke dalam rumah tanpa mempersilakan aku masuk terlebih dulu.
Tidak lama kemudian, Pak Darmanata keluar menemui ku."Lho, Pak Danzel? Kenapa tidak masuk?" Pak Darmanata tampak terkejut.
"Panggil Danzel saja, Pak," ujarku meralatnya. Masa camer manggil calon menantunya dengan sebutan Pak? Hahaha...
"Tapi... Baiklah. Nak Danzel ada apa?" aku tersenyum mendengar Pak Darmanata akhirnya menyerah.
"Saya minta ijin mau mengajak Sassy jalan-jalan, Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Teaser
Short StoryJust one shoot. Mature story. No description. No bullying. Cerita tentang Danzel yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Sassy, putri dari pegawai papanya.