Prolog

123 20 10
                                    

"Aku hanya pergi untuk sementara, yang kau lakukan hanya percaya, kita berdua masih dalam frekuensi yang nyata, pula dalam satu khatulistiwa yang sama," ucapnya seraya mengusap lelehan air mataku yang entah dari kapan terjatuh.Tak ada yang bisa kulakukan selain mengangguk mengiyakan.

"Jangan menangis, Na. Aku pergi," katanya kemudian mengiringi suasana yang di rundung duka.Yogyakarta yang di liput duka kian menunduk, putrinya sedang di lingkupi lara.

"Aku menunggumu," lirihku kemudian berbalik memunggungi pesawat yang akan terbang ke Negri China itu. Hanya senyumnya yang masih terbayang dalam pikirku, walaupun benar adanya aku dengannya masih dalam satu dunia, masih melihat langit yang sama.

Biar lah Yogyakarta menjadi saksi bisu tak nyata tentang kita yang dipingit oleh semesta raya.

Gimana, nih? Mau dilanjut?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Can't Hate youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang