"Aku hanya pergi untuk sementara, yang kau lakukan hanya percaya, kita berdua masih dalam frekuensi yang nyata, pula dalam satu khatulistiwa yang sama," ucapnya seraya mengusap lelehan air mataku yang entah dari kapan terjatuh.Tak ada yang bisa kulakukan selain mengangguk mengiyakan.
"Jangan menangis, Na. Aku pergi," katanya kemudian mengiringi suasana yang di rundung duka.Yogyakarta yang di liput duka kian menunduk, putrinya sedang di lingkupi lara.
"Aku menunggumu," lirihku kemudian berbalik memunggungi pesawat yang akan terbang ke Negri China itu. Hanya senyumnya yang masih terbayang dalam pikirku, walaupun benar adanya aku dengannya masih dalam satu dunia, masih melihat langit yang sama.
Biar lah Yogyakarta menjadi saksi bisu tak nyata tentang kita yang dipingit oleh semesta raya.
Gimana, nih? Mau dilanjut?
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't Hate you
Teen FictionBiar lah Yogyakarta menjadi saksi bisu tak nyata tentang kita yang dipingit oleh semesta raya. Cover by @teresaindh