Bab 2

5 0 0
                                    

Mungkin metode limit akan berhasil untuk bisa bersamamu.
Limit = Pendekatan

----------


Aku sibuk membuat tanda tambah di rubik kubik yang sedang ku pegang. Dari kemarin aku sudah belajar bagaimana menyelesaikan benda kotak ini.  Menurutku ini lebih seru daripada spinner yang sedang booming itu. 

Aku berdecak kesal saat rubik kubik ini tak jadi-jadi. Aku baru berhasil menyelesaikan area putihnya saja.

"Gak usah dipikirin tuh. Doi aja gak pernah mikirin gue." Angel berucap dengan nada dramatis. Aku tidak bergeming.

"Jangan denger Enji. Lo tuh harus belajar pahami caranya, baru lo bisa belajar pahami doi." Ica menyeletuk.

Aku memasukan rubik kubik itu ke dalam tas ku. Aku sudah terbiasa mendengar quotes quotes tidak jelas mereka setiap saat. Aku bingung kenapa bisa bersahabat dengan orang baper seperti mereka.

Sahabat memang tidak ada yang normal.

"April mana?" aku berjalan ke salah satu meja dan duduk di atasnya. Aku menunggu April,  Angel, dan Ica yang sedang piket. Karena kami menaiki angkot yang searah saat pulang sekolah.

"Lagi modus buang sampah, padahal mah biar ketemu doi di depan." aku hanya manggut-manggut.

Ica masih sibuk menyapu, sementara Angel sedang menghapus tulisan di papan tulis, dan aku hanya menonton mereka.

"Zee, masa mantan lo jadi Dilan sih.  Gak terima gue. Dilan kan ceritanya pacar idaman sejuta wanita." ucap April dengan menghetakkan tong sampah kosong yang ia bawa dengan kasar.

Aku mendengus mendengar kata 'mantan'.  Karena namaku kebetulan sama dengan nama mantan Iqbaal Cjr itu, jadi mereka menyebut iqbaal sebagai mantanku.

"yang penting doi dapet duit. Gue juga pengen nonton filmnya kalo udah tayang." aku berujar.

"kalo Dilan punya Milea, Nathan punya Salma. Gue punya siapa?" Angel meletakan penghapusnya dan menatap kami satu persatu  seolah bertanya 'siapakah jodohku'.

"Dilan punya Cika tau. Dilan Milea nanti putus. Kalo kata bang Rizky Febian mah yang jones 'cukup tau tanam dalam diri'." kami bertos ria atas kekalahan Angel

"Bangke" Angel memutar bola matanya lalu berlalu keluar kelas dengan menenteng tasnya.

"adek tungguin abang dong" Kami tertawa sambil mengikuti Angel yang mengumpat tidak jelas.

Tidak ada hari yang normal bersama sahabat yang tidak normal.

Aku bukan anak yang humble, friendly, atau easy going. Aku tidak pandai bersosialisasi. Mengingat aku yang tidak pandai berteman dengan sifatku itu, aku sangat merasa beruntung bisa punya mereka.

Kami berjalan keluar sekolah sambil sesekali melirik cogan yang ada di koridor maupun parkiran.  Seperti biasa, tiada hari tanpa memikirkan dan membicarakan kaum adam.

"weh, itu ada ade imut di parkiran" April berseru, membuat kami mengikuti arah pandangannya. Di sana ada seorang siswa laki-laki yang kami sebut ade imut sedang memasang helm ke kepalanya.

Sebenarnya nama siswa itu adalah Diraf siswa kelas X,  tetapi karena pipinya yang tembem dan juga baby face jadi kami atau lebih tepatnya teman-temanku memberikan dia nama samaran 'Ade imut'.

Dan sejujurnya bukan hanya untuk Diraf saja nama samaran itu berlaku. Itu berlaku kepada orang-orang terpilih dan dengan nama samaran yang berbeda-beda. Saking banyaknya aku kadang tidak mengerti orang dengan nama samaran yang mereka bicarakan.

Jujurlah, kami tidak mau menyebut blak-blakan nama orang itu. Kadang ada hal-hal yang hanya aku dan sahabat-sahabatku yang tahu. Dan ini adalah salah satunya. Aku pikir ini bukan hal yang asing,  karena orang-orang yang ku kenal juga banyak yang melakukan hal ini.

"sayangnya, Sulis udah pulang mbak." Angel berucap.

Sulis adalah salah satu teman baku bawa kami.  Ada satu lagi, namanya Brigitta. Mereka berdua sudah pulang Karena arah rumah yang berbeda dengan kami. 

Diantara kami semua Sulis lah yang paling suka sksd dengan orang lain, tapi karena itu dia bisa kenal dengan orang-orang yang hanya bisa kami-aku, april, angel, ica, gita- lirik. Dan salah satunya adalah ade imut.  Hanya dia yang sesekali bicara dengan Diraf. Walaupun aku sempat satu bimbingan dengan Diraf, tapi aku sama sekali belum pernah bicara dengannya. 

•••••

"Mengerti?" aku hanya mengangguk sok mengerti saat pak Rahman, guru matematika kami baru selesai menjelaskan materi limit trigonometri.

Aku memang tidak sepintar teman kelasku ini.  Aku sering gagal paham apa yang tengah diterangkan oleh guru. 

Aku sudah menguap berkali-kali hingga mengeluarkan air mata selama pelajaran ini.  Entahlah, matematika seperti dongeng untukku, hingga membuatku menenggelamkan kepala dibalik lipatan tanganku.

Tok.. Tok.. Tok..

Aku mendengar beberapa langkah kaki masuk ke kelasku dan berbicara kepada pa Rahman. Aku terlalu malas untuk mengangkat kepalaku, tetapi aku akhirnya menatap ke depan saat Sindi mengatakan itu adalah siswa yang meminta sumbangan.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.  Kami dari wakil siswa meminta partisipasi kepada kalian semua seiklasnya atas berpulangnya ke Rahmatullah ayahanda dari siswa blablabla kelas blablabla.  Sebelumnya mari kita bacakan alfatihah bagi muslim dan non muslim menyesuaikan.  Saya pimpin, doa di mulai." kami berdoa dengan khusyuk. Satu hal yang kusukai dari sekolah ini adalah solidaritas yang tinggi. 

Siswa siswa itu lalu berpencar ke arah kami untuk meminta sumbangan. Aku merogoh uang di sakuku saat sebuah topi tersodor di depanku.  Aku melihat siapa yang menyodorkan topi itu, tapi aku tidak melihat orang ini diantara teman temannya tadi. Dia Ziyo yang di panggung 1 bulan yang lalu.

Ia melirik sekilas ke papan tulis, lalu melihat ke arahku. Aku kira dia langsung pergi setelah itu, tapi sesuatu yang ia katakan membuatku jadi kelihatan bodoh.

"Mungkin aku bisa menerapkan metode limit untuk gebetanku." dia berucap dengan senyum yang konyol.

"hah?" aku tidak mengerti dengan yang ia katakan. Apa hubungannya limit dengan gebetan? Apa urusanku dengan gebetannya.

Dasar aneh.

Tapi ke anehan itu yang membuatku mulai memikirkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Be Going OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang