Dua

1.5K 175 46
                                    





Mobil BMW 528i Luxury hitam melaju dengan kecepatan 210 km/jam membabi buta membalah jalanan seakan ialah rajanya. Hatinya resah bukan main. Orang yang ia cintai berada di pusat mala petaka. Mulutnya komat-kamit merapalkan kalimat pengharapan pada Tuhan. Masihkah ia diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang yang tersayang? Atau mungkin sudah terlambat? Harapan masih ada asalkan Tuhan berpihak padanya. Oh. Bahkan kini ia sudah tak yakin dengan eksistensi Tuhan.

Kecepatan mobil melambat. Jalanan yang sepi kini mendadak penuh. Suara klakson terdengar tak sabaran. Bahkan suara kegaduhan terdengar semerawut ditelinganya. Hatinya semakin resah. Yakin dengan segala pikiran terburuknya telah terjadi.

Terlambat kah?


***


"PARK JIMIN!"


Teriakan menggelegar, menelusuk ke telinga siapa pun yang ada disana. Para siswa yang kebetulan sedang lewat di lorong tersebut terpaksa menjadi korban pemuda yang dikenal tak tahu aturan itu. Yang dipanggil cuma menoleh lalu melenggang pergi tanpa memperdulikan teriakan si pemuda barusan.

Namanya Park Jimin, siswa sekolah menengah atas, sudah semester akhir. Caranya berpakain membuat siapa pun tahu bagaimana karakter pria yang kerap disapa Jimin ini. Cerdas, baik hati walau sikapnya terkesan dingin dan wajah tampan menjadi nilai plus. Tak salah orang-orang menjulukinya pangeran sekolah.

Pemuda itu berdecak sebal karena sang pangeran sekolah tak menghiraukannya. Ia mengacak-acak surainya yang memang sudah berantakan sejak tadi. 'Hey, Bung aku ini sahabatnya'.

Bicara tentang sahabat, Jimin juga punya. Namanya Kim Taehyung. Ya. Pemuda barusan yang berteriak tak tahu sikon itu adalah sahabatnya.

Jimin dan Taehyung bagai dua kutub yang berbeda. Mereka adalah perwujudan paradoks yang sesungguhnya. Sang pangeran dan sang berandal sekolah. Pertemuan mereka terjadi empat tahun lalu saat mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu para siswa akan menghadapi ujian nasional untuk naik ke tingkat sekolah menengah atas. Jimin yang aslinya memang berotak cerdas diberi mandat oleh gurunya untuk menjadi tutor pribadi Taehyung. Dengan berat hati Jimin menerima mandat gurunya. Dari situlah mereka berteman dan lama-lama menjadi sahabat. Tak ada yang percaya dan tak ada yang mengerti jalan pikiran sang pangeran sekolah. Demi Tuhan, bahkan seluruh siswa sudah mencoret nama Taehyung dari daftar teman mereka.


"YA! PARK JIMIN!"


Yang berteriak mulai jengah dan ia memutuskan untuk mengejar si pangeran sekolah. Surai kecolatannya naik-turun tertiup angin seiring dengan langkah kaki yang dipercepat.

"Kena kau!" Ucapnya ngos-ngosan dengan tangan kanan menahan pergelangan tangan si pangeran.

"Ada apa?" Kini Jimin angkat bicara. Ia hanya menoleh ke arah Taehyung.

"Ayo kita main Jim! Anak-anak mengajak taruhan. Hadiahnya lumayan, lima voucher makan gratis di Yu Chun—restoran Korea dengan cold noodles sebagai menu utama. Ikut ya?"

"Kau gila? Kita ini sudah semester akhir seharusnya kau fokus pada ujian."

"Ujian masih lima bulan lagi. Masih ada waktu untuk bersenang-senang. Mau ya?"

"Tidak."

"Ayolah, kau kaku sekali Jim."

Jimin memejamkan matanya sampai-sampai keningnya berkerut karena harus bersabar menghadapi kelakuan sahabatnya. Belum sempat Jimin mencaci maki Taehyung, suara kegaduhan terdengar dari arah belakang sekolah. Segerombolan siswa yang entah datang darimana sedang sibuk berlari menuju area belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweet Disposition [KTH+JJK+PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang