Lacuna

4K 544 300
                                    

Warning(s): Major character death, suicide, minor violence.

.
.

[satu]

Hari pertama Kim Taehyung selalu dimulai dari hal-hal yang konyol.

Misal seperti perutnya mulai bermasalah lagi ketika keluar rumah, sol sepatunya yang mendadak rusak tapi tidak terlalu fatal, berkas informasi yang ketinggalan di meja kerja saat ia teringat di tengah perjalanan dan Taehyung terpaksa harus kembali lalu ikut mengantre untuk kereta selanjutnya. Kemudian semua itu diperparah oleh mual yang tiba-tiba muncul ketika langkah kakinya menyusuri jalan setapak berbatu, yang setiap sisinya penuh dengan rerumputan liar dan ilalang sebatas mata kaki. Ia sempat kebingungan mengapa kelas yang akan diajarnya agak terisolir dari gedung utama sekolah. Rasanya seperti terkucilkan, jauh dari keramaian lorong-lorong dan pantauan para guru. Ketika ia bertanya selama di perjalanan pada Lee-sonsaengnim, pria tua itu tidak menjawab sembari mengedikkan bahu tak acuh. Kau akan tahu nanti, katanya datar kalau tidak ingin dibilang sinis, tidak ada guru yang bisa bertahan dengan berandal-berandal macam mereka.

Taehyung menelan ludah dengan gugup. Terus terang saja, mengajar dan menjadi guru di sekolah menengah atas bukanlah profesi yang ingin ia ambil. Ia tidak pernah terpikirkan sampai sana sebelum kawan lamanya, Sehun, datang dan menawarinya pekerjaan sebagai guru sementara.

"Ayolah Tae, kau kan punya sertifikat mengajar," kata laki-laki bermarga Oh itu ketika Taehyung berkelit. "Saat kau punya kesempatan, jangan disia-siakan."

Memang benar ia lulusan dari departemen pendidikan, memang benar soal sertifikat itu, tapi mengajar bukanlah passion-nya hingga saat ini. Namun ketika Sehun berisukukuh soal iming-iming waktu satu bulan dan gaji yang lumayan, Taehyung menyanggupi. Alasan sang kepala sekolah dari sekolah itu simpel, mereka belum bisa mencari guru tetap untuk kelas—yang katanya—agak berbeda. Dan kalau pun Taehyung berubah pikiran untuk menjadi salah satunya, pihak sekolah sama sekali tak akan keberatan. Tidak, terima kasih. Taehyung masih punya hal lain yang harus dilakukan.

"Sudah siap, Sonsaengnim?"

Dehaman kecil."Kapan pun."

Pintu di depannya terlihat reot saat Taehyung berhenti. Bangunan itu memiliki ukuran seperti kelas pada umumnya, luas dan besar dengan kapasitas dua puluh orang. Ada goret-goret tipis pada sudut yang Taehyung tangkap, bekas-bekas gigitan rayap, dan ia cukup terkejut begitu mendapati grafiti besar di bagian dinding sebelah kanan. Di sana tertulis; Forever Young, dilukis sedemikian cantiknya dan meninggalkan kesan yang unik. Yah, anak muda sekali, eh.

Lee-sonsaengnim menggeser pintu, suara gesekannya menggema dan menarik kesadaran Taehyung dengan cepat. Mendadak mual itu muncul lagi, sial, Taehyung menggelengkan kepala beberapa kali. Ini adalah pengalaman pertamanya mengajar dan ia amat sangat begitu gugup, demi Tuhan!

"Astaga, jangan lagi,"

"Eh?" Taehyung mengerjapkan mata, berusaha menerima adaptasi di sekitarnya, lalu mencelos.

Jika ia menempatkan tanda tanya untuk bangunan kelas yang terisolir, maka ia akan menempatkan tanda seru untuk yang satu ini. Isi kelasnya baik-baik saja, mungkin. Kecuali banyaknya tumpukan meja dan kursi yang sengaja disimpan acak pada bagian belakang. Sebagian dindingnya penuh coretan grafiti, penuh dengan warna-warna yang mencolok meski bagian depan tidak jauh dari papan tulis begitu bersih dan nyaris tak pernah tersentuh. Semua itu kontras dengan keadaan lantainya, jauh dari kertas-kertas yang berserakan kecuali satu tong sampah kecil di sudut ruangan. Penuh dengan bola-bola kertas dan kumpulan botol cat yang bercecer. Benda-benda seperti sapu, pel, ember, bahkan sejenis pengki tidak luput dari pandangan Taehyung.

LacunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang