Rendra membuka laci di meja kerjanya, tangannya meraih sesuatu, sebuah bingkai foto. Fotonya bersama dengan seorang wanita berambut panjang kecoklatan, bermata indah, dan berhidung mancung, kecantikan yang sempurna. Setidaknya bagi Rendra
"Hhh...." Rendra menghembuskan napasnya, sudah hampir dua tahun mereka berpisah, tapi Rendra memang tak pernah bisa melupakan Ravina. Wanita yang telah dipacarinya sejak di bangku kuliah.
5 tahun.
Bukan waktu yang singkat untuk menjalin sebuah hubungan yang serius. Mereka saling mencintai. Yah... hubungan yang begitu romantis kalau bukan tiba-tiba saja Ravina memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Gadis itu lebih memilih menikah dengan lelaki pilihan ibunya dibandingkan Rendra, usianya yang terus menanjak, sementara Rendra sedang meniti kariernya tak berniat membawa hubungan mereka ke gerbang pernikahan dalam waktu dekat. Klise memang, berbakti pada orangtua menjadi alasan utamanya, juga usia wanita yang katanya memiliki masa kadaluarsa. Dan itu berlangsung sudah 2 tahun yang lalu, waktu yang cukup panjang seharusnya, tapi sepanjang waktu itu juga Rendra masih belum bisa melupakan Ravina, sekalipun setelah itu beberapa kali ia mulai pacaran, dan yang terakhir dengan seorang mahasiswi yang berusia 9 tahun lebih muda darinya, Jessica.
Lamunan Rendra buyar ketika ponsel yang berada di meja kerjanya bergetar. Sebuah telepon. Rendra meliriknya malas. Jessica. Huh, gadis ini memang yang paling susah diputusin, entah karna usianya yang masih muda atau karena gadis ini tak mau kehilangan asset berharga seperti Rendra? Aset berharga? Tentu saja, lelaki mapan dengan karir cemerlang dan tampang yang tidak memalukan jika digandeng kemana mana, gadis mana yang mau kehilangan aset seperti itu?
Itu panggilan yang kesekian kalinya dalam sehari ini. Dan intinya tetap sama! Jessica tak mau Berpisah dengannya. Dan hei, dari awal Rendra memang hanya main-main dengan gadis ini, lagipula usia Rendra sekarang bukan waktunya lagi untuk melirik gadis-gadis belia macam Jessica, seperti yang selalu dikatakan Vira. Pedofili, Vira sellau saja mencemoohnya dengan istilah yang sebenarnya sama sekali kurang tepat. Jessica bukan gadis kecil berusia 9 tahun. Mereka hanya terpaut usia 9 tahun dan Rendra hanya mengisi waktu luangnya saja dari pada jomblo. Sekarang Rendra hanya sedang ingin sendiri, tak ingin terlibat hubungan apapun dengan para gadis di luaran sana. Cukup sudah ia bermain-main. Mungkin benar kata Ibunya, ia harusnya sudah mulai memikirkan tentang pernikahan. Tapi jelas gadis itu bukan Jessica.
Rendra mengangkat telponnya dengan malas.
"Kak Rendraaaaaaaa! Kok baru diangkat sih? Dari tadi kemana aja? Ada rapat ya?" Tanya suara merdu dari seberang. Ya tuhan...apa gadis ini benar –benar tak tahu malu? Bahkan Rendra sudah mengatakan –dengan-sangat-jelas- bahwa mereka berdua sudah putus. Putus. Tapi kenapa sikapnya masih sama seperti saat mereka pacaran dulu?
"Kenapa lagi, Jess?" Tanya Rendra malas-malasan. Tangan kirinya mengembalikan bingkai foto itu ke dalam laci lagi.
"Kak Rendra udah makan siang? Kita lunch bareng yuk?" ajaknya tanpa rasa berdosa, seolah-olah perkataan Rendra tentang putusnya hubungan mereka itu hanya dianggap angin lalu.
"Jess....tolong ya, saya kan sudah bilang, kita sudah putus, jadi tolong jangan hubungi saya lagi! Oke?" tegas Rendra. Hadooh emang susah menghadapi remaja labil macam Jessica. Penampilan aja yang kelihatan dewasa. Kelakuan. Sama aja!
"Enggak!pokoknya Jessica nggak mau putus dari Kak Rendra. Jess sayang sama Kak Rendra..."katanya melemah. Rendra menarik napas lagi. Perasaan dulu pas jadian gampang-gampang aja, tapi sekarang kok susah gini ya?
"Udahlah, Jess, kita memang udah nggak bisa bareng lagi! Kamu lebih pantas ngecengin temen-temen kampusmu saja gih...yang seumuran! Saya udah terlalu tua buatmu..."tentu saja itu bukan alasan utama. Rendra hanya sedang bosan.
"Tapi cinta kan nggak mengenal usia, Kak...."
Hadooh....belajar darimana sih ni anak?Pasti kebanyakan nonton sinetron nih!Batin Rendra lagi
"Kak...haloo...."
"Eh maaf ya, Jess, saya mau ada urusan, saya tutup dulu yaa...daaaa" kata Rendra lalu buru-buru menutup teleponnya. Hadoh hadoh, susah susah... nyesel juga dia pernah macarin abg. Baru juga sekali macarin abg, langsung kek gini. Kapok dah kapok.
Rendra melirik jam tangannya. Sudah waktunya makan siang. Mata Rendra melirik sebuah nama di phone booknya. Setidaknya dia nggak mau lunch sendirian.
***
Vira menyambar ponsel yang bergetar di saku blazernya.
"Kenapa, Ndra?" tanyanya tanpa basa- basi begitu mengetahui siapa yang menelponnya. Manusia paling merepotkan yang pernah ia kenal.
"Udah lunch? Mau bareng?"tanya Rendra. Vira segera memasuki mobilnya.
"Tumben? Kenapa? Mau traktir?" Tanya Vira lagi. Nggak biasanya Rendra ngajak lunch bareng. Vira mengecek make upnya di kaca spion.
"Nggak apa-apa, lagi pengen aja, Gimana? Bisa nggak?"
Vira melirik jam tangannya, "Saya udah ada janji."
"Janji apa? Batalin aja.Jarang-jarang kan saya baik kayak gini?"
"Enak aja, ini masalah masa depan." sergah Vira buru-buru.
"Meeting?"
" Hehehe mau kencan buta, Pak!"
"Hah? Sama siapa? Oom-oom yang kamu bilang kemarin itu?"
"Ng...iya! Tapi eh sebenernya bukan oom-oom juga sih, umurnya baru 30 tahun kok, pengusaha kuliner gitu deh, Cakep lagi, barusan Mama ngirim fotonya, hehehe,"
"Huuuu...dasar! Eeh, jangan jangan itu fotonya 13 tahun yang lalu, hahaha!"
"Enak aja, ini foto ter-update!"
"Beeeh...Kalo cakep aja langsung dilahap, udah lupa Bu kemaren ngelamar siapa?"
"Hehe, kalo yang kemarin sih khilaf, Pak, hehe," kata Vira sambil mengusap tengkuknya, sebenarnya dia nggak enak juga pada Rendra, tiba-tiba ngomong sembarangan gitu, untungnya Rendra nggak pernah ambil pusing, dan hanya menganggap Vira memang sedang putus asa saja karna tekanan dari orangtuanya untuk segera menikah.
"Udah ya, mau jalan dulu, bisa berabe kalo nyetir sambil nelpon!" lanjut Vira lagi.
"Ok, sukses ya."
"Siip, doain ya...."
Rendra menutup telepon kemudian tersenyum kecil. Padahal baru saja ia berpikir akan menganggap serius ucapan Vira kemarin. Ternyata memang seperti dugaannya. Vira hanya sedang angin-anginan.
Tapi jujur saja Rendra memang mulai berpikir bahwa menikahi sahabatnya sendiri memang bukan ide yang buruk.
***
TBC
YOU ARE READING
Marry Your Best Friend
RomantikRelationships are always stronger when you are bestfriends first and a couple second