Nama Nancy mungkin sudah tidak asing lagi untuk para warga SMA 3 dan SMA 5, terutama bagi mereka angkatan tahun 90-an baik siswa siswinya maupun bagi staf pengajar dan staf sekolah. Dari sekian banyak cewek di dua sekolah tersebut bisa dikatakan Nancy-lah cewek yang selalu dibicarakan dari tahun ke tahun, hingga sekarang ketika Nancy tentu sudah tidak muda lagi tetap tidak sedikit anak SMA yang ingin bertemu dengannya, terutama mereka yang membutuhkan wahana untuk menguji nyali.
Menurut beberapa orang, pengalaman bertemu dengan Nancy sangat sulit untuk dilupakan. Efek-efek yang ditimbulkan biasanya dimulai dari muringkaknya bulu kuduk diikuti dengan ketakutan yang sangat dahsyat yang menyebabkan badan gemetar. Sementara efek penutupnya biasanya bervariasi bergantung pada karakter korban, kalau korban ternyata berbakat menjadi pelari cepat mungkin sekali dia akan langsung kabur menjauhi TKP, sedangkan apabila korban agak kurang sensitif (baca: lemot) mungkin dia akan diam di tempat dengan mulut komat kamit mengucapkan segala macam doa yang bisa dia ingat, sedangkan kalau korban termasuk pada tipe yang pasrah dan tawakal mungkin sekali dia akan langsung jatuh pingsan, pasrah dan berserah diri, terserah Nancy aja deh mau ngapain dia selama dia pingsan. Sungguh suatu metode yang cepat, mudah dan murah untuk menentukan minat dan bakat seseorang, walaupun dengan keamanan dan keakuratan hasil yang tidak terjamin.
Menurut seorang teman yang bisa ‘melihat’, konon penampilan si Nancy ini untuk ukuran kaum lelembut seperti Tamara Bleszynski-nya. Si pemudi N ini (entah nama sebenarnya atau bukan) adalah seorang none Belanda yang bunuh diri sebelum tahun 50an dengan cara menjatuhkan diri di tangga dekat aula depan sekolah. Pemunculan Nancy biasanya di sekitar tangga tersebut, berjalan (atau melayang?) dari bagian atas tangga dengan darah mengalir dari salah satu sudut bibirnya. Adapun penyebab dia bunuh diri masih merupakan tanda tanya, ada yang bilang dia jatuh cinta pada seorang pemudaInlander tapi hubungan asmara ini ditentang oleh keluarganya sehingga dia pun putus asa dan mengakhiri hidup. Ada juga yang bilang dia diperkosa kemudian bunuh diri. Tapi apapun penyebabnya, kini Nancy sudah menjadi penghuni ‘gelap’ Jl.Belitung no.8.
Pertama kali saya mendengar kisah tentang Nancy adalah sekitar tahun 89-an dari kakak saya yang bersekolah di SMA 3. Cukup banyak juga kehebohan yang ditimbulkan Nancy ketika itu, yang paling saya ingat adalah tentang pemunculan Nancy di depan seorang guru wanita. Alkisah ketika itu sudah banyak cerita tentang keangkeran SMA 3 dan SMA 5 sehingga baik guru maupun siswa enggan berlama-lama di sekolah jika hari sudah mulai gelap. Nah, guru tersebut rupanya keasyikan bekerja sehingga lupa waktu, sadar sadar ketika hari sudah gelap dan sekolah sudah sepi. Sang ibu guru yang tidak membawa kendaraan dan juga takut untuk pulang sendiri naik angkot akhirnya menelepon anak lelakinya untuk minta dijemput. Ketika itu belum musim handphone sehingga Sang ibu harus menelepon dari telepon umum yang terletak di aula persis di seberang tangga. Pembicaraan berjalan lancar sampai suatu waktu dimana si ibu tidak juga menjawab ketika dipanggil-panggil oleh anaknya. Kira-kira setengah jam kemudian si anak dengan perasaan khawatir sampai di sekolah dan menemukan ibunya sudah tak sadarkan diri di dalam boks telepon umum. Ceunah mah, ketika percakapan telepon itu berlangsung si Nancy melakukan penampakan persis di depan sang ibu bahkan menghampiri beliau sehingga beliau langsung pingsan saat itu juga.
Nama Nancy tidak bisa dipisahkan dari sosok Mang Ucha, pengurus sekolah yang sekaligus merupakan kuncen. Menurut cerita anak Pramuka angkatan 92-an, mereka sering harus meminta bantuan Mang Ucha untuk ‘mengamankan’ Nancy agar tidak mengganggu kegiatan Pramuka yang kebetulan bertempat di lantai atas dan malam hari pula. Begitu juga menurut unit kegiatan lain yang sering mengadakan uji keberanian ‘Jurit Malam’ seperti Keamanan Sekolah. Menurut mereka ketika maghrib Mang Ucha sudah mulai memindahkan Nancy dari tempat peraduannya di lantai atas ke tempat lain yang relatif lebih ‘aman’ yaitu ke sekitar WC putri di bagian belakang SMA 3. Disanalah Nancy harus menghabiskan malam dengan se-krat bir sebagai ‘sesajen’. Duh, hantu kok suka mabuk sih, kirain pendekar doang yang suka mabuk. Tapi jangan salah, syarat ini harus dipenuhi sebab kalau tidak, bisa-bisa teteh Nancy mengamuk seperti yang –kalau saya tidak salah sih- pernah terjadi tahun 90-an dan menyebabkan beberapa orang panitia kesurupan. Tapi kealpaan seperti ini tidak pernah terjadi lagi kok, jadi jangan ragu untuk datang ke acara-acara SMA 3 atau SMA 5 ya.