T3A53R

107 9 4
                                    

Wanita itu—Kimmy, mendekati salah satu sasaran mereka sambil menyembunyikan pena dibalik punggungnya. Pena tersebut bukanlah pena yang digunakan untuk menulis. Tapi, pena itu merupakan salah satu alat perekam yang dibuat oleh organisasinya.

Kimmy meletakan pena dimeja yang digunakan oleh Louis Vannuer - salah satu sasaran mereka—sambil sesekali mencuri-curi pandang dengannya dan dengan wanita yang berada disebelah Louis. Setelah selesai, Kimmy segera pergi dari sudut itu dan menuju ke dapur restoran dengan elegan. Louis tak menyadari bahwa pelayan tadi telah menempelkan pena perekam suara dibawah meja nya. Dengan santai, Louis menceritakan rencananya kepada wanita yang ada di sebelahnya.

"Jadi...Apa kau yakin dengan rencana mu itu, tuan ?"

Louis mengangguk dengan pelan dan melirik wanita di sebelahnya dengan tatapan kagum. Saat Louis mencoba untuk mendekati wanita itu, dengan cepat wanita itu menghindar dan berdiri dari duduknya.

"Aku rasa.. Aku harus pergi ke suatu tempat—

Nomor 512, Hotel Casablanca."

Setelah mengatakan hal tersebut, wanita tersebut segera pergi dari tempat itu. Meninggalkan Louis yang tersenyum tipis di tempatnya. Dan meninggalkan pula. Kimmy yang menyeringai ditempatnya.

➿➿➿➿➿

Di tempat lain dan waktu yang sama, terlihat seorang wanita—Noel yang sedang sibuk mengotak-atik laptop di hadapannya. Wanita tersebut tak hanya menangani satu laptop. Tapi, ia menangani lima laptop yang berada di meja panjang tersebut. Tangan wanita tersebut bergerak cepat dan lincah di atas keyboard layaknya penari tango.

Tak lama kemudian, terdengar nada dering ponselnya. Ponselnya terus berdering. Tapi, wanita itu tak menghiraukannya dan memilih untuk mengabaikan bunyi tersebut. Selama lima belas menit, ponselnya terus berdering. Dan selama lima belas menit pula, ia—Noel mengabaikan ponselnya.

Saat ponselnya sudah tak berdering, wanita itu sedikit menyandarkan tubuhnya di bangku yang ia duduki dari tadi. Ia lalu menghembuskan nafas panjang tanpa melepaskan pandangan matanya dari laptop-laptop tersebut. Dan beberapa menit kemudian, senyuman muncul di wajahnya. Ralat. Itu bukan sebuah senyuman. Itu sebuah seringain yang ia lontarkan untuk laptop-laptop di hadapannya tersebut.

"Kita lihat apa yang bisa kau lakukan setelah serangan tersebut.."

➿➿➿➿➿

Seorang wanita cantik bertubuh ideal sedang melihat sasarannya dari jauh. Wanita tersebut melihat seluruh gerak-gerik sasarannya dibalik kacamata hitam yang ia kenakan. Wanita ini lebih memilih untuk melihat dari jauh sasarannya ketimbang mendekati sasarannya tersebut.

Wanita tersebut—Yuka terus memperhatikan sasarannya. Hingga ia berdiri dari duduknya dan melangkah ke lantai dansa yang berada di bar tersebut. Yuka menggerakkan tubuhnya menari mengikuti irama yang dibunyikan. Dan sesekali, ia mencuri-curi pandang dengan sasarannya.

Sebagaimana sudah ia tebak, sasaran yang ia incar mendekati dirinya dan menari bersamanya. Sasarannya terus menari tanpa memperdulikan orang di sekitarnya—kecuali Yuka. Tiba-tiba, seseorang mendorong Yuka dan terjadi gerakan refleks yang dilakukan oleh Yuka.

Ia memeluk tubuh sasarannya dan berhasil membuat sasarannya semakin tertarik kepadanya. Selain memegang tangannya, Yuka menatap sasarannya sambil tersenyum tipis.

"Aku tidak bermaksud.."

Setelah beberapa saat, Yuka segera keluar dari bar tersebut dan melangkah menuju mobil yang terparkir cukup jauh dari bar tersebut. Saat sudah menaiki nya, Yuka mengeluarkan pena dari saku bajunya. Sambil menyeringai, ia menekan pena tersebut. Dan beberapa detik kemudian terdengar suara ledakan dari bar tersebut.

"Misi selesai.."

➿➿➿➿➿

Tak..

Tak..

Tak..

Tak..

Kali ini, wanita itu menatap pria di hadapannya. Sedangkan yang di tatap, melemparkan senyuman lebar ke arah wanita tersebut. Tak lama kemudian, senyuman terlihat di wajah wanita tersebut.

"Jadi...Apa kau setuju dengan penawaran yang aku ajukan, Greiglonsen ?"

Senyuman di wajah pria tersebut semakin melebar setelah mendengar pertanyaan dari mulut wanita tersebut. Wanita tersebut hanya mengetuk-etuk kan jari-jari indahnya di meja yang menghalangi mereka berdua. Tak lama kemudian, sang pria berdiri dari duduknya. Ia meletakkan kedua tangannya di meja tersebut dan mencondongkan dirinya ke arah wanita tersebut.

Mengejutkan. Wanita tersebut tak menjauhkan dirinya sama sekali. Tapi, ia hanya menunjukkan senyum miring di wajah cantiknya itu.

Saat hembusan nafas pria tersebut sudah bisa dirasakan oleh Shou - nama wanita tersebut -. Dengan hitungan detik, sebuah pisau sudah tertancap tepat di jantung pria tersebut. Pria tersebut menatap Shou dengan tatapan tak percaya.

"A-a-a-apa.. yang kau lakukan, s-s-si-sialan ?"

Kali ini Shou berdiri dari duduknya dan menatap pria tersebut dengan tatapan kosong. Pria tersebut kembali menanyakan hal yang sama kepada wanita tersebut. Selang beberapa detik kemudian, pria tersebut memucat dan sudah tak bergerak di lantai tempatnya berbaring.

Shou mendekati pria tersebut dan mengeceknya sekilas. Setelah melakukan hal tersebut, Shou sedikit melangkah mundur dari mayat tersebut. Shou masih tetap menatap mayat yang tergeletak itu dengan tatapan kosongnya.

"Kau tahu Greiglonsen? Ada saatnya seseorang memuaskan hasrat mereka dalam profesi seperti ini.."

Selanjutnya, Shou menyirami mayat itu dengan minyak tanah yang ia sembunyi di sudut ruangan. Masih dengan tatapan kosong, Shou melemparkan korek api ke arah mayat itu. Dan sebuah seringai—muncul di wajah cantiknya.

N512YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang