"ini kubawakan cinta sejatimu; kopi"
Wajah sumringah disampingku itu meletakkan secangkir kopi dengan asap mengepul diatasnya. Kemudian duduk disampingku sambil mengikat rambutnya yang sepunggung.
"kok rumah sepi, pada kemana?"
"pergi semua, Mar. lagian juga Papa percaya kalau yang dateng kamu. nggak macem – macem kan ya?" gadis itu tertawa renyah, "buruan diminum kopinya. nanti kalau udah dingin nggak seru katamu."
Gadis itu masih memandangku. Masih tersenyum. Dengan jarak sedekat ini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, hal yang paling aku sukai selama aku menjadi pacarnya. Rambut alisnya jarang, dan jarak antara alis dan mata yang agak jauh. bibirnya penuh, dan pipinya agak kemerahan dengan kulit sawo matangnya yang cantik. Dia selalu cantik. Selalu menjadi favoritku, setelah kopi.
Bicara soal kopi aku jadi ingat kejadian yang cukup berarti.
***
Surabaya, 5 tahun silam.
Aku, Damar Arendra. Seorang jurnalis muda yang menyukai kopi. Sebelum berangkat ke kantor pada jam 9.30, aku biasa mampir ke sebuah kafe kecil disebuah jantung kota Surabaya. disana tidak cukup ramai dan tidak terlalu dikenal dengan masyarakat awam. tapi bagi pecinta kopi, disini tempat yang nyaman.
Espressonya, aku jatuh cinta sekali. Ah dan sandwich saladnya sangat lezat untukku. Aku biasa kesini hampir setiap paginya untuk sarapan bahkan untuk melanjutkan pekerjaanku dan berangkat ke kantor yang letaknya tidak terlalu jauh dari sini. Pukul delapan tepat, aku sudah duduk dengan pesananku.
"cappucinonya satu, sama croissant butternya juga satu Mbak"
Gadis didepanku ini, sama juga sepertiku. Tapi, dia tidak selalu setiap hari. Kadang hari ini datang, kadang besok tidak. Tapi besok lusanya dia akan datang lagi. Dia menikmati croissant butternya itu hampir setiap kedatangannya di meja sudut kafe dengan laptop dan tumpukkan bukunya. dia selalu datang kesini setelah aku, atau antri tepat dibelakangku. Tapi hari ini karena aku terlambat sepuluh menit, akhirnya aku antri dibelakangnya. Sejujurnya pun di kafe ini tidak terlalu banyak orang, apalagi saat pagi seperti ini. Biasanya hanya aku, gadis ini, dan seorang pegunjung lain yang tidak datang secara berkala seperti kami. Atau bahkan cuma kami berdua.
Sebetulnya aku tidak peduli. Hanya saja bagiku dia juga cukup unik. Toh, aku juga tidak mengenalnya.
"silahkan Mas pesenannya"
Seorang barista baru.
"espressonya satu. Sama croissant butternya satu," aku bukannya ikut – ikut.Tapi, gadis itu menyantap ini terus. Aku jadi penasaran rasanya.
Setelah membayar, aku duduk ditempat biasa aku duduk, sambil mulai mengerjakan proyek liputan baruku. Masih terlalu pagi untuk bekerja, tapi tidak pernah terlalu dini untuk segelas kopi. Tapi bagiku, dengan kopi segalanya jadi lebih ringan.
Seorang barista datang mengantaran croissantku. Tom, barista sekaligus pemilik coffeshop yang mengenalku dan cukup akrab denganku karena kehadiranku yang secara berkala, "tumben ganti menu Mas."
Ya benar, ganti menu dari sandwich salad jadi croissant, "sekali – sekali. biar ada variasi."
Tom tertawa kemudian meninggalkan mejaku, sementara aku masih fokus dengan proyek liputanku. Menuku toh tidak akan hilang walaupun aku fokus dengan laptop dihadapanku. banyak sekali yang harus aku kerjakan, jadi menunda makan sebentar tidak akan jadi masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DIBALIK SECANGKIR KOPI
Historia CortaBahkanlewat pahitnya sebuah kopi, kamu tau bahwa kamu mulai mencintai dia yang manis