Prolog

35 3 0
                                    

If there's a way for us to learn to forgive
There's nothing that I wouldn't give
There's still a space that I have buried away
It's deep in my heart, it's always your place

Cause, there is nobody else who could love you the way that I do

♥️♥️♥️

Seseorang pernah berkata, "Aku nggak merasa sedih ketika berpisah dengannya, aku hanya akan sedih saat seseorang itu tak ingat diriku lagi ketika kita bertemu kembali."

Pertemuan dan perpisahan mungkin hal yang sangat sering terjadi. Kadang banyak yang tidak siap dengan yang namanya perpisahan.

Sama halnya dengan kehidupan dimana selalu ada awal dan akhirnya. Dimana selalu ada kalanya kita diharuskan untuk memilih, entah awal yang bahagia, namun berujung dengan akhir yang menyedihkan, atau justru kebalikannya.

Pertemuan, memilih, dan perpisahan selalu menjadi satu-kesatuan. Sama halnya seperti kisah kita.

Dimana kita berawal dari sebuah pertemuan, kemudian berkenalan, lalu dihadapkan dengan keadaan yang menuntut kita untuk memilih, dan terakhir, berujung dengan perpisahan.

Mungkin banyak orang di luar sana pasti punya sebuah harapan, dimana setiap ada pertemuan berharapnya tidak harus selalu berakhir dengan perpisahan.

Kalau seandainya hal itu bisa terwujud seperti itu, mungkin gue akan mengaminkan hal yang sama.

Seandainya saja, dulu kita bertemu di waktu yang tepat. Seandainya saja dulu kita nggak harus dihadapkan dengan sebuah pilihan. Mungkin sekarang, kita nggak akan berakhir kayak gini. Kita nggak akan berakhir, seolah-olah kita adalah orang asing yang tidak saling mengenal saat bertemu.

Terkadang, karena tidak ingin menyakiti perasaan seseorang, kita bisa menjadi sangat egois. Kita rela penuhi apapun yang dia mau. Tapi tanpa sadar, justru diri kita sendiri yang terluka.

Dulu...

Semua orang tau siapa gue, siapa lo, dan siapa dia. Bahkan semua tau cerita tentang kita yang nggak pernah dianggap mudah.

Mungkin dipikiran mereka yang baru tau, kisah kita tuh sama aja halnya kayak cerita tentang anak - anak sekarang yang terjebak cinta segitigalah, berebutan pacarlah, atau hal lain yang umum sering terjadi.

Tapi nggak.. Kita nggak semudah itu kan?

Kalau memang cerita kita semudah itu, mungkin detik ini gue udah hidup tenang, tinggal duduk manis sambil dengerin kisah cinta lo selanjutnya. Tapi kenyataannya, justru sekarang gue yang malah lagi sibuk menyesal.

Kalau aja ngetawain atau ngatain diri sendiri udah bisa bikin hati gue tenang, mungkin dari kemarin-kemarin gue udah puas ngebego-begoin diri sendiri.

Pernah nggak sih lo berdua mikirin hal yang sama kayak gue atau pernah nggak sih lo berdua tuh ngerasain penyesalan kayak gue gini?

Kalau pernah, berarti lo emang masih punya hati. Tapi kalau nggak, berarti emang lo udah nggak punya perasaan dan berusaha menutup mata hati lo sendiri.

Pertemuan pertama kita kayak gimana sih? Kira-kira lo masih inget nggak ya?! Kalau gue jelas masih ingat dengan baik.

Sebuah pertemuan yang tidak sengaja pasti selalu berakhir dengan hal yang berbuntut penasaran di kemudian hari.

Kalau aja hari itu bukan lo yang dateng ke kelas gue buat ngambil absen, atau bukan lo orangnya yang bikin gue jadi penasaran karena aroma bedak bayi yang masuk ke indera penciuman gue saat lo lewat, atau juga bukan lo orangnya, yang senyumin gue pertama kali waktu kita nggak sengaja bertatapan -- yang sampai sekarang masih gue inget, setelah lo senyumin, lo berhasil bikin gue ikutan senyum-senyum sendiri sampai pulang ke rumah.

Gue pikir, lo cuma akan jadi orang asing yang hanya akan gue tau namanya, tanpa berani buat gue deketin --karena pada saat itu gue tau lo udah punya orang yang spesial. Boleh bersyukur nggak sih ini? Karena gue tau setelahnya, ya, mungkin ini nggak kebayang juga di hidup gue. Karena kebodohan temen gue, tau-tau justru kita malah jadi deket. Kita malah jadi punya cerita sendiri yang bisa kita bahas di kemudian hari.

Tapi hidup nggak semudah itu kan?

Kalau gue nggak kenal sama lo, mungkin gue juga nggak akan tau dia.

Iya dia..

Dia, yang tanpa gue sadarin ternyata jadi orang pertama yang gue liat, sebelum gue kenal sama lo.

Dia, cowok pertama yang sukses bikin gue mikir, "yaampun nih cowok, udah senyumnya manis, suaranya bikin hati adem juga ternyata."

Dia, yang setiap pagi nggak pernah absen buat nyapa temen-temen yang dikenal dengan ucapan, "Selamat Pagi" dengan senyuman yang nggak pernah lepas dari wajahnya.

Dia, orang yang dulu waktu pertama kita ketemu, justru jadi orang yang secara terang-terangan nunjukkin rasa nggak sukanya. Yang sampai bikin gue mikir mungkin gue emang nggak pantes sama lo, atau mungkin dia emang nggak suka sama gue.

Tapi nggak... Di balik itu dia punya alasan sendiri.

Alasan yang justru akhirnya malah bikin kita terjebak.

Iya... kalau seandainya gue, lo dan dia nggak pernah bertemu dan saling kenal. Mungkin kita nggak akan terjebak disuatu fase yang bikin gue jadi ngerasa bersalah sampai sekarang.

Kalau seandainya aja dulu kita tau mana akhir yang terbaik, mungkin sekarang kita nggak akan berakhir menjadi seperti orang asing yang tidak pernah saling mengenal, bukan?

Kalau seandainya aja sekarang kita bisa merubah keadaan, mungkin gue yang akan mengalah.

But is it too late for things to change, right?


.

.

.

.


This Wild Life - Better With You

Better With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang