I

56.8K 3.2K 123
                                    

"Tapi kalian harus nikah!" Bentak Tama.

"Enggak Pa! Saya ga pernah cinta Runa, saya cuma mau nikah sama Gendis.Titik!" Suara Irsyad tak kalah keras dengan lelaki yang telah membesarkannya itu.

"Keterlaluan kamu! Kapan Papa mengajarkan kamu untuk lari dari tanggung jawab!" Tama tak habis pikir dengan kelakuan anak sulungnya. Dini, istrinya bahkan sudah tak mampu mengatasi situasi di rumahnya. Ia hanya mampu menangis melihat dua lelaki ini bersitegang.

"Pa, Irsyad mohon jangan paksa Irsyad nikah sama Runa. Irsyad cuma mau Gendis yang jadi istri Irsyad Pa," Irsyad berusaha menurunkan emosinya.

"Tapi aku hamil Syad, tolong Syad tolong,"

"Diam Runa! Kamu bisa saja tidur dengan pria lain selain saya!" Bentakkan Irsyad pada Aruna mengubah isakan Dini menjadi tangisan.

"Irsyad!" Telapak tangan Tama mendarat di pipi anaknya bersamaan dengan bentakkan yang memenuhi ruang keluarga.

Aruna ikut mengeluarkan air mata sambil memeluk Dini. Hatinya terasa sakit mendengar ucapan Irsyad. Ia benar-benar tidak menduga kalimat itu bisa keluar dari mulut seorang Irsyad.

"Nikahi Runa Syad," pinta Gendis yang juga ada di ruangan itu.

"Aku ga bakal ikutin mau kamu Gendis, aku udah bilang jangan paksa aku," Irsyad mengalihkan wajahnya pada Gendis.

"Tapi Runa hamil anak kamu, kamu tega dia hamil dan melahirkan anak kamu seorang diri," bentak Gendis yang matanya juga sudah memerah.

"Gugurin aja!"

Plakkkk

Kembali sebuah tamparan ia dapatkan. Bukan dari Tama. Bukan dari Gendis. Dini, ibunya menghadiahinya sebuah tamparan bertubi-tubi di wajah anaknya.

"Otak kamu dimana," pekik Dini sambil melayangkan tamparan kedua.

"Kamu anggap kami ini kaum apa!" Tamparan ketiga.

"Tega-teganya kamu ngomong begitu!" Keempat.

"Saya sebagai ibu kamu benar-benar kecewa atas ucapan dan tindakan kamu Irsyad!" Lima. Dan tamparan terakhir itu membuat Irsyad terjatuh di hadapan Dini. Bersimpuh pada ibunya.

"Ma, Irsyad mohon sama Mama. Jangan suruh Irsyad nikah sama perempuan itu," pinta Irsyad sambil bersimpuh di kaki Dini.  Airmatanya sudah mengalir deras. Seorang lelaki dewasa menangis di hadapan wanita yang telah mengandungnya selama sembilan bulan. Meminta dengan sangat memelas pada sang ibu.

"Tante," Runa mendekati Dini dengan linangan air matanya. "Mungkin yang diucap Irsyad benar, Runa minta maaf Tante Runa gu... "

"Diam Runa! Kamu sama bodohnya dengan lelaki ini! Kamu boleh kasih keperawanan kamu sama lelaki ini tapi jangan kamu jual otak kamu!" Bentak Dini dengan airmata yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Nikahi Runa kalau kamu masih mau panggil saya Mama!" Lanjut Dini.

"Gak Ma! Sampai kapanpun Irsyad ga akan nikah sama Runa."

Irsyad kembali berdiri dan menjauhi ibunya. "Irsyad ga mau jadi anak durhaka Ma, jadi tolong, Irsyad mohon jangan suruh Irsyad nikah sama perempuan itu," ucap Irsyad sambil mengarahkan telunjuknya ke Runa.

Plak

"Kamu diam. Suka ga suka kamu harus nikah sama Runa. Titik!" Dini meninggalkan ruang keluarga dengan emosi yang memuncak, lelehan air mata itu tak berhenti turun. Runa sempat melihat raut wajah wanita itu, luka dan duka sangat kental terlihat.

Tak lama Dini meninggalkan ruang keluarga Tama pergi menyusul sang istri, tinggal mereka bertiga di ruang luas itu. Irsyad menghampiri Runa dengan kepalan tangan yang menunjukkan urat-uratnya mengerat.

"Puas kamu buat keluarga saya ribut seperti ini," ucapan Irsyad pelan namun penuh penekanan.

"Saya cuma mau minta pertanggung jawaban kamu Syad," jawab Runa dengan tegas. Ia takut tapi ia tetap memperjuangkan haknya. Di nikahi lelaki yang menghamilinya.

"Saya ga pernah sudi nikah sama kamu, dasar jalang."

"Irsyad!" Gendis menghampiri keduanya menarik bahu Irsyad. Namun di tepis keras oleh lelaki yang penampilannya sudah berantakkan. Rambut acak-acakan. Kemeja kusut dengan lengan kanan tergulung sampai siku.

"Kamu Gendis, kenapa kamu segampang itu nyuruh aku nikah sama dia, aku kecewa sama kamu!"

"Kalau kamu kecewa sama aku, aku lebih kecewa sama kamu! Aku marah Syad! Kamu anggap aku apa? dua bulan lalu kita tunangan dan sekarang ada perempuan bilang hamil anak kamu apa kamu pikir aku senang hah!" Bentak Gendis. Hari ini kediaman Tama Rahendra benar-benar banjir air mata.

"Tapi bisa aja itu bukan anak aku Dis!"

"Ini anak kamu Irsyad, saya ga pernah tidur sama lelaki lain selain kamu," sela Runa yang sudah kehabisan kesabaran karena anak dalam kandungannya tak dianggap oleh Irsyad dan dirinya yang dituduh terus menerus.

"Diam!Runa jangan pikir saya ga tau kelakuan kamu!" Telunjuk Irsyad mengacung di depan wajah perempuan bermata coklat itu.

"Iya memang saya akui, saya sering bertemu banyak lelaki, saya kerja di sebuah bar sebagai pelayan!," ucap Runa sambil menghapus airmatanya. "Tapi bukan berarti saya juga melayani napsu mereka," lanjutnya sambil menatap mata Irsyad

"Pagi itu kamu lihat dengan jelas darah itu 'kan, kamu yang meminta maaf sama saya Syad," suara Runa bergetar namun tak sedikitpun ia mengalihkan pandangannya dari Irsyad, lelaki itu terdiam. Kali ini sulit baginya untuk memungkiri semuanya.

◎◎◎◎◎

AN/

Bgr, 17-10-2017
20.18

Bismillah.
Nekat sih tapi tangan gatel mau publish cerita ini. Udah lama kesimpen di draft dan mulai muncul lagi di kepala.

Selamat membaca semoga suka. Di tunggu komentar dan votenya.

Pulang kembali (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang