Angin semilir berhembus begitu saja di ladang ilalang. Membuat para ilalang yang berdiri tegak., goyah akibatnya. Ilalang kuning hampir ke nila itu terus melambai dibawa oleh angin. Seorang gadis kecil, terbaring di bagian carangnya. Kedua matanya menutup, dan ia nampak menikmati sekali angin yang bagus untuk kesehatan ini.
"Angkat tangan!" seorang pria dan beberapa pria lain dibelakangnya membuat Ana, nama gadis itu kaget luar biasa.
"Ada apa? Kalian siapa?" erangnya. Kedua kakinya buru-buru ia peluk. Ia berjongkok ketakutan.
"Aku tahu, ibumu seorang pelacur, nak. Dan ayahmu, hm, si jelek itu punya hutang yang sangat banyak, dan itu alasan kami ada disini" ujarnya hampir membentak. "Ingin membunuhmu lebih tepatnya. Haha," suara bentakannya turun satu oktaf. Terdengar seperti suara menggoda, tapi tentu saja ini bukan godaan yang baik.
"Ta-tapi aku,"
DORR.
Peluru dari pistol di tangan pria itu meluncur manis tepat di kening sang gadis kecil, yang ketakutan.
Peep.
Seseorang men-pause acara menontonku yang dimulai sejak empat jam tadi. Yep, aku sedang melakukan movie marathon. Tidak sendirian, Harry Styles ada disampingku.
"Kenapa kau pause Har?" ujarku. Kudongakan wajahku ke samping kanan atas. Dan mendapati Harry menguap. Dengan begitu, aku mengerti bahwa Harry sedang bosan.
Harry mengusap rambutku, sambil begitu ia bergumam. "Aku bosan, sayang." Lalu kembali menguap dengan lebar lagi.
"Aku tahu," Kini aku ikut-ikutan menguap. Karena yang aku tahu, itu sejenis virus yang menular. "Kita pergi, yuk!" ujarku.
Harry mengangguk setuju, "Mau kemana?" ujarnya. Kulengkungkan senyuman saat mendapatinya setuju.
"Ke free invitation party di Northeast Beach, saja." ujarku begitu antusias. Aku pun terbangun dari tiduranku, dan terduduk dipangkuan Harry sambil merangkul lehernya manja. Dengan begitu, kami bisa saling menatap lurus ke wajah masing-masing. "Aku punya banyak kenalan disana, ku jamin kita tak akan bosan." tambahku.
Kudapati Harry menggeleng pelan. "Nah, tak ada party selain malam jum'at." tolak Harry.
Mendengarnya seperti itu, membuatku merasa menelan kekecewaan yang super berat. Habisnya, kita berdua memang tak pernah sejalan, sih. Dalam hal kesukaan.
"Ah, ayolah, Harold. Aku bosan sekali, bosanku ini sudah mencapai tingkat master dan tak bisa turun tingkat lagi." Puppy eyes. Sekuat tenaga aku mencoba puppy eyes ku untuk mengubah keputusannya. Tapi, nihil, shit. Ia tetap menggeleng.
"Bagaimana jika ke padang ilalang, aku tahu tempatnya." ujar Harry. Dengan cepat ku gelengkan kepalaku. Sama sepertinya tadi, yang cepat-cepat menolak ajakanku. Harry menautkan kedua alisnya, "Kenapa?" ujarnya.
"Nah, tak ada tempat sepi untuk romantis-romantisan, aku lebih suka tempat ramai." ujarku. Kulepaskan kedua tanganku yang merangkul lehernya. Tapi, tak mau diam, Harry menarik tanganku untuk kembali merangkul lehernya manja.
"Agnes, kita bisa melakukan apa saja disana, sayang. aku hanya ingin berduaan. Antara aku dan kamu. Itu saja cukup bagiku."
Aku menggelengkan kepalaku sekali lagi, untuk menolak tawarannya secara mentah-mentah. "No, Harry jangan sok romantis! Aku tak mau pergi ke padang ilalang seperti di film itu." bantahku. "Itu bodoh! Lagian party is my alter ego Disana aku bisa melakukan apapun." tambahku.
Harry mengerutkan wajahnya, nampaknya ia masih belum setuju denganku. "Aku tak mau kau berdansa sampai tengah malam, dan pulang dengan keadaan mabuk terus," ujarnya. "Lagian apa salahnya sih bermesraan di tempat sepi dengan pacar sendiri, kan romantis." tukasnya. Benarkan dia membantahku.
