1

755 25 0
                                    

Selamat membaca!







Aku menatap layar tv ku dengan dada sesak. Rasa rinduku tumbuh semakin besar terhadap sosok yang berbicara dilayar tv ini.

Lihat betapa tampannya dia. Dia tersenyum menawan sekali karena dia pasti tahu aku sedang menontonnya dan... merindukannya. Hanya dengan seperti ini aku bisa mengobati rasa rindu.

Ia tampaknya baik-baik saja meskipun lebih sedikit kurus. Dia harus gemukkan sedikit jika masih ingin menjadi kekasihku. Aku tidak suka melihat dia berjalan hanya tulang dan kulit saja.

"Bulan ini kalian sangat sibuk sejak comeback kalian minggu lalu. Dan sebentar lagi perayaan Chuseok akan datang, apa kalian akan pulang kekampung halaman?" Tanya si Interview.

Si Jungkook, Bayi Besar itu langsung menjawab, "tentu saja. Perayaan Chuseok itu penting dan kami diberi libur selama beberapa hari."

Kameramen menshoot tiap wajah member, dan saat giliran Namjoon, hatiku kembali sesak. Ia tampak muram walaupun ia tersenyum. Matanya sendu dan pundaknya turun.

"Apakah diantara kalian memiliki kampung halaman yang sama?"

"Ne, Suga hyung dan aku berasal dari Daegu. Jimin dan Jungkook berasal dari Busan."

"Ah, kalau begitu, kirimkan pesan kekeluarga kalian yang menunggu kehadiran anda"

Jungkook, Jimin, Suga, Taehyung mengatakan hal yang sama seperti "tunggu aku, sebentar lagi aku pulang."

Jin dan Jhope mengatakan hal yang sama tapi mereka menambahkan "jangan lupa masakkan makanan favoritku." Dasar babi.

Giliran Namjoon, matanya menatap lurus kamera. Matanya berbinar tetapi menyiratkan rasa sesal dan sedih.

"Eomma, Appa, aku akan usahakan untuk pulang jadi jangan sedih. Aku akan mengunjungi kalian, aku tahu kalian merindukanku, aku juga merindukan kalian... Bersabarlah."

Setelah itu aku menangis. Aku sangat merindukannya sungguh. Sudah sering aku menangis untuknya tetapi air mata ini tidak pernah habis. Tiga bulan tidak bertemu dengannya rasanya hampa. Aku merindukan obrolan-obrolan kecil kita. Meskipun dia masih mengirimku pesan tapi tetap saja itu berbeda. Aku ingin keberadaannya.

Aku memutuskan untuk mematikan tv dan pergi kekamarku. Aku harus kuat dan bersabar untuknya. Kami sudah berjanji mengerti kesibukkan satu sama lain, apalagi dia bekerja sebagai idola terkenal di Korea dan aku hanyalah mahasiswa jurusan Sastra di salah satu Universitas di Seoul.

Sejujurnya jarak kami sangat dekat, tetapi dia begitu sibuk.

Dulu dia masih bisa mencuri waktu untuk mengunjungiku, kadang kita bertemu di cafe dekat agensinya atau keapartemenku jika ia tidak ada jadwal. Tapi sepertinya sekarang ia susah mencuri waktu itu.

Aku menepuk kedua pipiku dan menggelengkan kepalaku. Tidak, aku tidak boleh egois. Dia memiliki alasan yang tidak bisa kulawan.

Tiba-tiba ponselku berdering dan namanya tertera dilayar ponselku. Aku mengusap air mataku dan berdehem pelan mengontrol suaraku.

"Yeobseyo?" Sapanya duluan. Suaranya yang berat tapi lembut itu begitu menenangkan.

"Ne, Namjoon-ah" jawabku. Aku mendengarnya menghela nafas panjang, "kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja. Kau?"

Dasar pendusta.

"Hmm, aku sedikit lelah setelah interview tadi. Apa kau melihatnya?" Tanyanya. "Ya, aku melihatnya. Chuseok huh? Kau pulang kan?"

Disebrang sana Namjoon terdiam. Aku meremas ujung bajuku menunggu jawabannya.

"Ada beberapa urusan yang belum selesai dan PD-nim ingin segera diselesaikan minggu ini. Tapi jadwal kita begitu padat dan aku baru bisa menyelesaikan tugasku ketika pulang. Entahlah."

"Apa orang tuamu tahu? Kau benar-benar keterlaluan kalau tidak pulang. Bukankah itu perayaan wajib?! Kau terus berkencan dengan segala macam urusan--" "Cukup." Selanya tegas.

Disebrang sana Namjoon berdecak kesal dan menghembuskan nafas kasar. "Bukankah kita sudah sepakat memahami satu sama lain? Apa perlu kau mengamuk seperti itu?"

"Aku tidak mengamuk!"

"Ya kau mengamuk."

"Tidak!"

"Lihat bukan? Ada apa denganmu?"

Aku diam. Tadi itu sudah kelewatan, seharusnya aku bisa mengontrol emosiku.Karena aku akhirnya kita berdebat padahal aku sangat merindukannya.

"Kau harus istirahat. Aku pergi dulu."

*
2 hari ia tidak menelfon.

Tetap berpikir positif, dia pasti sibuk. Tapi otakku tidak berhenti memikirkan hal-hal negatif dari dua hari yang lalu! Aku sampai tidak fokus pada mata pelajaran kali ini. Ini membuatku stress dan pusing.

Perayaan Chuseok adalah besok. Dan kemarin malam demi mengalihkan perhatian, aku memilih mengepack pakaianku. Aku akan pulang kampung dan kampung halamanku adalah Ilsan, seperti Namjoon.

Well, kita adalah teman kecil dan bertemu lagi di Seoul saat dia jadi trainee di Big Hit. Sebelum dia debut, kami berpacaran. Tentu saja diam-diam dan kami berhasil tidak ketahuan sampai sekarang kecuali membernya dan orang tua kami. Tentu saja tiga tahun tidak mudah, kami sering bertengkar dan sempat putus. Tapi kita memilih kembali bersama setelah sadar kita tidak bisa menjalani hari tanpa memikirkan masing-masing.

Teman-temanku tidak ada yang tahu. Tapi aku tetap menggunakan alasan bahwa aku kekasih Namjoon aka Rap Monster jika ada yang mengajakku berkencan atau temanku yang menjodohkanku dengan temannya. Tentu mereka tak percaya dan menganggapku fangirl gila. Tapi kenyataannya adalah aku memang kekasihnya.

Aku hanya tahu beberapa dari member BTS memiliki kekasih. Dan para kekasih itu sama nasibnya denganku. Kecuali si bayi besar dan si Alien itu aku curiga jika mereka berpacaran.

*

Kutatap layar ponselku. Sudah satu jam aku menunggu balasan pesan dari Namjoon tapi dia tidak membalas. Aku juga beberapa kali menghubunginya tapi ponselnya tidak bisa dihubungi. Aish kenapa dia bertingkah seperti ini? Padahal aku berniat meminta maaf karena aku terlalu emosi kemarin.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Koperku sudah kuletakkan didekat pintu dan besok siang aku berangkat dengan kereta. Aku sudah membersihkan apartemenku karena selama perayaan Chuseok aku akan dirumah.

Ting Tong

Aku bangkit dan duduk dikasurku. Siapa yang jam 11 malam ke apartemenku? Temanku? Buat apa mereka kemari? Tapi mereka tidak bilang padaku tadi sore.

Dengan malas, aku berjalan keluar dari kamarku dan mengintip dari lubang pintu. Tidak ada orang.

Aku menjadi was-was. Kuambil sapu didapur dan dalam hitungan ketiga, kubuka pintu apartemenku dan langsung melayangkan sapu tapi aksiku terhenti saat seseorang menahan sapuku.

"YAK!" pekik seseorang didepanku.

Pundakku melemas melihat sosok didepanku. Sosok yang dua hari tidak ada kabar kini didepanku dengan senyumnya yang menyebalkan dan tangan penuh kantung belanjaan.

"Hai."

Rindu (KNJ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang