Di Rumah Sakit Bersama Kak Ilo

88 9 12
                                    

Setelah panggilan dari senior supermenyebalkan itu, Aku dan Dina langsung menuju ke Aula, dan mengambil posisi duduk paling nyaman. Kami berada di barisan tengah, ya walaupun Dina sempat adu mulut sih sama orang yang duduk duluan di sana, tapi entah apa yang Dina katakan sehingga cewek yang tadi duduk di sana malah memilih untuk mundur. Ya kami berdua memang sudah mengincar posisi barisan tengah, ya karena itulah yang paling strategis. Barisan depan rawan banget diliat sama senior buat ditunjuk naik menjelaskan, sementara barisan paling belakang lebih rawan lagi karena di sana banyak banget senior yang berdiri di belakang kita, jadinya merasa diawasin banget gerak gerik kita, kan nggak nyaman banget.

Tapi sepertinya hal itu nggak berlaku buatku, mau duduk di mana pun selalu aja namaku yang naik arisannya.

"Kamu yang foto sama kambing silahkan berdiri"
Ucap Kak Ilo sembari mengarahkan penggaris kayu panjang itu ke arahku.

Ywla, mau diapain lagi sih sama senior satu ini. Nggak cukup apa udah dibikin malu tadi.

"Udah kenal sama semua temanmu?"

Entah angin dari mana, dapat petunjuk dari mana, aku malah menganggukkan kepala.

"Hebat juga ternyata, tapi harus dibuktiin dulu, coba kamu berdiri"

Kak Ilo menujuk salah satu cewek yang duduk di depannya. "Tadi kan katanya kenal, nah ini, namanya siapa?"

Aku langsung menyesal mengapa tadi menganggukan kepala. Akhirnya aku hanya terdiam dan menggelengkan kepala tak tau.

"Masa sama temen sendiri nggak kenal, apa- apaan tuh"
Kata Kak Ilo dengan nada menyindirnya padaku.

"Nah kalau itu sana siapa?" Kak Ilo kemudian mengarahkan penggaris kayu itu pada cewek yang duduk di barisan paling belakang.

Aku terdiam lagi, mana mungkin aku tau, yang aku kenal di sini cuma Dina, Doni, dan tiga orang teman SMA itupun cuma ku kenal nama saja.

Melihat ekspresi ku yang sudah jelas- jelas mengatakan "AKU TIDAK TAU", kak Ilo langsung mengarahkan telunjuknya padaku dan menyuruhku untuk ke depan.

Nggak cukup apa, persoalan kambing tadi? Lututku langsung melemas saat berdiri lagi di tempat paling angker ini.

Saat aku sudah berdiri di depan, tiba- tiba saja aku merasa sesak, dadaku terasa nyeri, nafasku mulai tidak beraturan..

"Kamu kenapa?"

Belum sempat aku menjawabnya, semuanya menjadi gelap, akhirnya aku tumbang....

⚡️⚡️⚡️

"Udah mendingan, Ta?"

Yang pertama kali kulihat adalah wajah senior supermenyebalkan itu. Wajahnya mengguratkan kecemasan, ada beberapa peluh yang jatuh di sekitar pipinya padahal kulihat AC sudah menyala, nada suaranya juga melembut ketika bertanya tentang keadaanku.

"Ini di Rumah sakit?"

Aku melihat sekelilingku, ruangan yang aku tempati sekarang sepertinya ruang VVIP.

"Kenapa masukin Aku ke ruang ini? Aku bisa kok di kelas 1 aja."

Kenapa juga Kak Ilo memasukkan Aku ke ruangan ini, biayanya yang sangat mahal, Aku tak mau menelpon Ibu untuk membuatnya semakin khawatir dengan kondisiku.

"Kamu kenapa nggak bilang kalau punya Asma?"

Aku terdiam mendengar pertanyaannya. Saat pra ospek lalu, kak Ilo memang menekankan beberapa kali melapor jika memiliki riwayat penyakit yang pernah diderita.

Sebenarnya Asmaku, sudah jarang kambuh beberapa bulan ini, tapi mungkin karena kecapean dan tadi tiba- tiba ada senior yang merokok di dekatku jadilah aku tiba- tiba sesak dan akhirnya tumbang sebelum aku menggunakan semprotan asmaku.

"Maaf."

Hanya itu yang ke luar dari mulutku mengenai pertanyaannya tadi.

"Tapi sekarang udah mendingan kok."

"Yakin?"

"Yep. Udah 💯 %"
Aku mengangguk dan mengatakannya dengan yakin.

Sekilas aku melihatnya tersenyum lega namun tak beberapa lama kulihat wajahnya cemas kembali.

"Aku udah baikan kok, kak Ilo balik duluan aja, nanti Aku bisa sendiri."

Kulihat jam masih menunjukkan pukul 14.00 yang artinya kegiatan ospek di kampus masih berlangsung, Aku tak mau menahannya di sini, dan membuatnya meninggalkan tugasnya sebagai kordinator lapangan.

"Kegiatannya udah selesai."
Raut wajahnya menjadi melembut dibanding beberapa hari terakhir aku melihatnya.

"Loh?"

"Hari ini memang jadwalnya cuma sampai pukul 14.00 soalnya ada kegiatan lain dari para Senior yang juga harus mereka kerjakan."

"Oh gitu ya, kalau gitu dokternya mana kak?"

"Kamu kenapa? Bagian mana yang sakit?"

"Haha, nggak apa- apa kok kak, udah baikan nih, sekarang aku udah mau pulang aja, kak."

"Nggak!"

Loh? Kok jadi ketus lagi? Dasar senior aneh.

"Nggak boleh! Sekali nggak boleh tetep nggak boleh!"

Ya ampun senior ini kenapa sih? Yang sakit kan Aku, dan sekarang udah ngerasa baikan, dia siapa sih? Dokter juga bukan, pake acara larang- larang segala.

"Kak, denger ya, sekarang Aku udah baikan kok. Tinggal di Rumah sakit itu nggak enak, aku nggak tahan sama bau obat- obatan dan suasana di rumah sakit."

Mungkin sebagian besar juga setuju dengan pendapatku, rumah sakit dipenuhi dengan suasana yang sangat tidak menyenangkan. Aku tak suka mendengar bulir bulir air jatuh sedikit demi sedikit pada infus yang tergantung, apalagi suara orang- orang yang menangis karena kehilangan orang yang mereka cintai.

Dia terdiam setelah mendengar penjelasanku.
Lalu menatapku dengan tatapan yang hampir saja membuat Aku meleleh. Kalau lagi kalem begini, duh kak Ilo jadi ganteng banget!

"Kalau gitu, saya yang antar kamu pulang. Nggak ada penolakan dan nggak ada sewot- sewotan lagi."

Aku hanya tersenyum dan akhirnya mengangguk setuju. Terserah deh mau pulang diantar dia atau nggak, yang penting bisa segera ke luar dari rumah sakit.

Jangan galak- galak dong, Kak!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang