HELAI

11 1 0
                                    

Seperti biasa, menyepi menunggu sepi, ku duduk sendiri di bangku panjang depan kelas. Jemari memainkan bolpoin gel agar tampak sibuk. Mengetuk-ngetuk ujung ke kertas yang tak kunjung berisi. Kuangkat wajah seraya mengeluh. Argh.

Sweater merah yang tidak dikancingkan, terhempas berkibar lembut. Membalut berhasil, buat seragam pramuka dengan saku di pinggul dan utas tali yang menggantung tampak ratusan kali lebih menarik. Sepatu abu-abu dengan kombinasi kuning-hijau itu menyerong. Ke arahku.

Wajah itu terbungkus kerudung langsung pakai berlapis ciput dengan pipi masih tampak nyempluk, kebingungan, memandangku. Eh. Terkejut karena keluhan tadi. Ternyata, tak sengaja keras.

Sudah. Langkah bergegas kembali ke laju awal.

***

Ah. Momen sepersekian detik. Biasanya aku sudah lupa di kedip mata selanjutnya. Tapi tidak. Esok lusanya datang ke sekolah lebih siang dari biasa. Semalaman sempat tak bisa tidur, pikirkan, apa? Mungkin dia.

Yang jemari manisnya genggam gagang sapu. Lembut nan presisi dorong hingga tiada kotor tersisa. Dari jalur jalan yang terpisah taman kelas, jarak jejak sepatuku semakin pendek. Rasanya ingin berlama-lama memirsa.

Kali itu dia guna jaket putih pucat, bermotif kembang pola polkadot. Hoodie tutupi kepala berjilbab rawis yang putih pula. Lagi-lagi terbuka, antar resleting terekspos seragam putih dengan dasi dan identitas nama. Kombinasi simpel sebetulnya.

Fyuh. Dia menyeka peluh di dahi. Cipratkan kepadaku ide aneh yang, kok bisa kepikiran?

***

Di kamarku istanaku.

Jariku yang kaku bergerak-gerak, membuat garis-garis tipis di layar tablet. Sketsa postur tubuh terbentuk di kanvas dengan rasio satu banding satu. Persegi.

Baru kemudian kutumpahkan warna merah, abu-abu, cokelat. Pastel. Tekstur pada rajutan sweater kuperjelas dengan gradasi warna yang gambarkan bayangan. Done! Suatu pekerjaan yang melelahkan. Adakah manfaatnya?

Semoga saja.

Setelah disimpan ke flashdisk, aku menuruni anak tangga dan melompat ke jok sepeda motor. Lupa pakai jaket. Melesat begitu saja di tengah gang gelap malam dengan penerangan rembulan, yang subjektif aktual, kalah cantik dengan isi hatiku.

Meski kesan lebih singkat ketimbang semalam.

***

Hari-hari berlalu tanpa cuplikan-cuplikannya. Aku kembali berangkat pagi buta, namun pulang tepat setelah bel. Sudah dapat tempat parkiran tepat yang bisa langsung los bablas. Berangkat les. Hm, kenapa bisa lupa dijadikan faktor besar bagi rencana.

Dia seakan model bagi suatu akun school outfit of the day di Instagram. Yang terus muncul di kategori explore, sebagai 'kiriman yang mungkin anda sukai'.

Tapi kali ini. Layar penampil, hanya jendela kelas yang berjarak dua bangku dariku. Pada kala-kala istirahat. Yang mana dia selalu kembali ke kelas membawa sebotol minuman dengan merek berlabel merah yang sama. Itu favoritnya.

Teh Melati.

***

Hari itu seperti biasa kedua tanganku terus bersembunyi di saku almamater melapis rompi. Bersama teman sebangku ke koperasi. Dia beli air putih alias susu, sedangkan aku botol yang berada di sebelahnya.

Haa cuh! Refleks kututup hidung dan mulut. Ya begitulah hasil keluar malam. Hah..? Sepatu ungu pudar dengan tali beraksen merah muda. Ke atas, seragam olahraga sekolah. Dimasukkan ke celana. Baru lagi-lagi ekspresi yang terpaku di ingatanku kembali terbentuk. Kagetnya dia, menoleh.

Aku bangkit.

Sebelum dia melanjutkan langkah ke laju selanjutnya. Kupanggil namanya yang, tlah lama tentu kutahu. Tapi tak pernah ku ujar sebagai tegur sapa. Yasmin.

Ya.. Azhar.. Bagus. Sudah sepatutnya dia tahu namaku. Selanjutnya tangan refleks melakukan yang telah tertunda selama ini. Mengambil sesuatu dan membalutnya ke botol merah. Ini buat kamu.

Dia menerima bersama ucap terimakasih. Lalu membuka balutan itu. Sapu tangan? Tanyanya. Ya, dengan sablon gambar yang kukerahkan hasrat terpendam. Sebagai rajutan cantik berbahan kelopak mawar.

Maka dari semua daya tarik, yang selama ini tergambar pilihan pakaiannya. Kini tampillah media terbaik. Senyum kecil yang tulus di wajahnya.

***

Selamat malam, Azhar. Maaf buat kamu menunggu.

Tidak apa, tidak lama juga.

Hari itu dia bilang, suka setelan jas non-formal warna biru dongker dengan lapis kemeja putih motif daun. Sedangkan aku tidak perlu bilang. Sudah tersanjung dengan jilbab hitam polos dilengkapi bros bunga perak, dan gaun merah panjang penuh atribut.

Makasih ya. Untuk sapu tangannya. Juga minuman kesukaanku. Dan ajakan melihat perayaan ini.. Nih. Dia menyerahkan padaku teh rosella yang masih hangat.

Malam itu bunga kembang api bermekaran di langit. Dengan perasaan hatiku yang bersemi.

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang