L for Let's Break Up

1.6K 166 10
                                    

Lai Guanlin, seorang lelaki tampan bertubuh tinggi itu sejak setengah jam yang lalu hanya terdiam menatap balkon kamar yang berada di seberang balkon kamar miliknya. Tak ada pergerakan berarti yang dia lakukan. Hanya menatap pintu balkon kamar bertirai pink dengan tatapan yang sulit diartikan, antara sedih, kecewa, marah, dan putus asa. Wajah yang biasanya dipenuhi oleh tawa dan senyum yang memperlihatkan gigi-gigi kecilnya yang rapi, sama sekali tidak terlihat.

Sesekali dia menghela nafas panjang saat mendengar suara tangisan tertahan yang berasal dari kamar bertirai pink itu. Ingin rasanya dia melompat ke balkon kamar itu seperti biasanya, mendobrak pintunya, dan memeluk pemilik kamar itu yang dia yakin saat ini sedang menutup wajahnya menggunakan bantal untuk meredam suara tangisannya. Dia ingin menenangkan pemilik kamar itu dengan kalimat-kalimat manis seperti "Hyung, jangan menangis, ada aku disini." Atau "Hyung apa kau tau kalau kau terlihat sangat manis bila tersenyum?"

Tapi itu semua hanya ada di dalam pemikirannya saja, karena dirinya sama sekali tidak mampu melakukannya. Dia tidak mampu untuk melihat wajah hyung kesayangannya itu yang memerah dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Dia tidak sanggup. Hatinya terasa lebih sakit melihat hyung kesayangannya itu menangis. Ya, menangisi lelaki lain, lelaki yang sangat hyung nya cintai, dan itu bukan dirinya.

Hyung kesayangannya, Park Jihoon.

***

Sudah hampir dua puluh menit Guanlin menunggu Jihoon tepat di depan pagar rumahnya, menunggu Jihoon keluar dari rumah untuk berangkat ke sekolah bersama. Bukan Jihoon yang terlambat berangkat ke sekolah, tetapi Guanlin lah yang terlalu pagi keluar dari rumahnya. Pasalnya dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk berangkat bersama dengan Jihoon bila dia bangun kesiangan. Dan sejujurnya dia sangat khawatir dengan keadaan hyung kesayangannya itu setelah semalaman menangis dan membuat Guanlin tidak bisa tidur karena mengkhawatirkannya.

Masih belum ada tanda kemunculan Jihoon. Guanlin beberapa kali melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan tepat pukul tujuh, dan artinya setengah jam lagi bel sekolah akan berbunyi. Dia mulai cemas, takut Jihoon tidak berangkat ke sekolah hari ini. Apa dia lebih baik masuk saja ke rumah Jihoon untuk memastikannya?

Namun sebelum dia melakukannya, gerbang rumah Jihoon terbuka dan muncullah seorang lelaki yang tidak lebih tinggi darinya, memiliki pipi yang cukup chubby dan berwarna kemerahan, manis... lelaki itu sangat manis. Namun wajah manisnya terlihat sedikit muram dan terdapat dua kantung mata yang sembab, yang Guanlin tau apa penyebabnya.

Ya, semalam dia tidak sengaja melihat Jihoon dan kekasihnya sedang bertengkar di depan rumah Jihoon dan berakhir dengan sang kekasih pergi begitu saja meninggalkan Jihoon yang menangis tersedu-sedu. Bahkan ini bukan pertama kali Guanlin melihat mereka bertengkar, tapi sang hyung kesayangan selalu memaafkan kekasihnya. Karena terlalu cinta kah?

"Guanlin, kau belum berangkat?" Tanya lelaki yang tak lain adalah Jihoon.

"Aku bangun kesiangan tadi." Jawab Guanlin dengan sedikit tawa. Bohong. Tentu saja dia berbohong. Kesiangan? Bagaimana mungkin bangun kesiangan kalau dia sama sekali tidak tidur semalam? "Kau juga kesiangan hyung? Tumben sekali." Dia balik bertanya pada Jihoon.

"Ah.. ya, aku lupa menghidupakan alarm." Jawab Jihoon yang Guanlin tau juga itu adalah sebuah kebohongan.

Mereka berdua mulai berjalan menuju halte bus yang berada di depan gang rumah mereka dalam diam. Keduanya terlihat sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing.

"Hyung, kenapa matamu sembab seperti itu?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Guanlin. Entah mengapa dia sangat ingin Jihoon menceritakan kepadanya, dia ingin Jihoon sedikit berbagi beban kepadanya. Bahkan bila Jihoon ingin menangis lagi, dia ingin Jihoon menangis dipelukannya, menjadikannya sebagai tumpuan.

L for Love, L for Lai Guanlin [[ Panwink ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang