Jika perubahan adalah hal abadi di dunia ini, maka cinta lebih kekal dayanya…
Segala sesuatu terus berubah, sementara Ia bertahan pada satu cinta…
Jadi, mana yang lebih kekal abadi?***
Di sebuah resto, seorang wanita anggun nan dewasa dalam balutan busana kerjanya tidak berhenti memamerkan senyum cantiknya. Bagaimana tidak. Kemarin-kemarin Ia direpotkan bekerja paruh waktu siang dan malam karena susah mencari satu yang cocok. Entah gaji, tempat bekerja, skill, dan yang paling menyedihkan latar belakang pendidikannya, D3.
s i v i a
Zaman sekarang, untuk S1 saja begitu sulit mencari kerja karena saking menjamurnya, apalagi D3. Mungkin saja Ia bisa melanjutkan ke jenjang S1 itu jika tidak harus menikah…
Sudahlah. Yang terpenting sekarang Ia sudah mendapat pekerjaan baru yang benar-benar dirasanya pas, cocok, tepat.“Kak Gabriel, terima kasih ya sudah membantu.” Ucapnya pada lawan bicara di seberang meja makan.
“Hm.” Gumam lawan bicaranya sembari menyeruput minuman jenis kopi. Berkat sedikit bantuan Gabriel yang memiliki kenalan di tempat kerja tersebut, Ia tidak perlu kerja part time lagi. “Senang bisa membantu. Itu juga berkat kamu sendiri, Sivia. Training satu minggu kemarin berjalan baik ya karena kamu mampu, akhirnya diterima.” Yang dipanggilnya Gabriel tersenyum lembut.
Pipi Sivia merona, pria di hadapannya kini pernah menjadi pria idamannya, tetangga Sivia dulu sewaktu masih tinggal bersama orang tuanya. Mereka memang akrab apalagi saat masa-masa Sivia kehilangan orang tuanya, tapi sempat hilang kontak karena hidup Sivia terpusat pada kehidupan barunya –yang Ia kira akan berujung bahagia-, bersama Alvin dan keluarga kemudian…
Rupanya Sivia masih beruntung bisa kembali bertemu Gabriel di kota ini. Dan terasa lebih dekat… Memang Gabriel dengan segala kedewasaannya membuat Sivia merasa dilindungi.
“Lalu gimana pendapat kamu tentang tempat kerja barumu?”
Sivia kembali dari lamunannya. “Menyenangkan.” Sahutnya. Tatapannya menerawang. “Staff guru dan pegawainya ramah. Aku juga suka anak-anaknya. Mereka lucu dan menggemaskan.”
“Nah, syukurlah. Good luck untuk pekerjaan barunya.”
***
Naluri, kata hati, insting, semua itu ketepatannya terbukti…
Sebab telah resmi diangkat menjadi salah satu tenaga pendidik di sebuah kindergarten ternama, Sivia lebih bersemangat bekerja hari ini menunjukkan dedikasinya. Bisa dikatakan penampilannya terlalu muda untuk ukuran sebagai tenaga pendidik, umurnya sendiri tiga tahun sebelum penghujung kepala dua. Rok hitam mengembang dengan aksen pita, dipadu dengan kemeja batik motif sederhana berpotongan modern. Dan Ia memutuskan menggunakan flat shoes hitam kesayangannya. Dengan begitu, Sivia lantas mendapat predikat guru tercantik di tempatnya bekerja.
Ada-ada saja. Begitu pendapatnya. Rekan-rekan kerjanya yang rata-rata lebih tua beberapa tahun darinya dan memiliki anak rupanya masih memiliki jiwa muda. Setidaknya Sivia tidak merasa berbeda golongan ketika mengobrol.Apa Ia lupa, bukankah Ia juga memiliki seorang anak…
Di kindergarten itu, Sivia kebagian tugas sebagai penanggung jawab salah satu kelas nol kecil. Kelas di bawah tanggung jawabnya itu memiliki jadwal dari pukul 8 pagi hingga 10 pagi. Jumlah siswanya lima belas orang. Yaa cukup bisa dihandel olehnya sendiri.
Anak-anaknya lucu semua rata-rata berumur 4 tahun. Agenda kelasnya hari ini adalah berhitung dan bernyanyi. Tentu saja dalam prosesnya banyak canda dan tawa.
Berkat masa percobaannya seminggu kemarin, Sivia tidak terlalu mengalami kendala berarti sehari ini. Sampai sekarang sudah waktunya jam pulang. Satu persatu anak didiknya dipantau agar sampai pada orang-orang yang menjemputnya masing-masing. Masih ada segelintir yang menunggu jemputan, sembari bermain di playground, tetapi itu bukan anak didik di kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loveangle
General FictionKumpulan short story Alvin dan Sivia. Genre bebas. Dari banyak author Alvianosztaholic. Enjoy!!