Kembali

55 5 3
                                    

“Kembali”

[ARLENA POV]

Nama itu muncul lagi di layar telepon genggam perempuan itu. Dan berkedip-kedip disana.

Seperti yang lalu, perempuan itu hanya terdiam menatap layar itu. Perasaannya kacau—ada apa dengan dia? Seenaknya saja tiba-tiba menelepon dirinya? Apa dia tidak merasa aneh setelah sekian lama baru menghubunginya sekarang?

Dia menghela napas—lagi. Nyatanya jika laki-laki itu ingin perempuan itu kembali kacau, ia berhasil. Ia merasa dadanya kembali sesak, seperti saat-saat itu. Perempuan itu mengambil telepon genggamnya, menatap layar tersebut sebentar.

Kemudian ia meletakkannya kembali di meja.

Ia berjalan menuju pintu kamar mandi dan menghilang. Diikuti suara gemericik air dan suara orang yang berteriak, pelan.

=0=

[HEGAR POV]

Laki-laki itu rindu, sangat.

Perasaan itu tiba-tiba muncul ketika ia bangun tidur. Ia bingung, apa perasaan itu hanya sesaat atau apa. Tapi ia memutuskan untuk menelepon teman lamanya, menanyakan kembali nomor telepon perempuan itu.

Ia merasa, seperti kembali ke saat-saat itu. Ketika ia harus berjuang mencari nomor telepon perempuan itu. Ketika jantungnya berdebar-debar saat menunggu panggilan telepon untuk diangkat.

Laki-laki itu terlena.

Kekagetan muncul di raut wajahnya ketika mendapati nomor telepon perempuan itu tidak berubah—ia sempat berpikir perempuan itu tidak menggantinya karena sedang menunggu dirinya untuk menghubungi perempuan itu.

Tetapi ia salah.

Nomor perempuan itu memang masih tetap, benar dan tersambung. Tetapi ia tidak mengangkat panggilan dari laki-laki itu.

Laki-laki itu kecewa.

Apa nama dan nomornya itu sudah terhapus di telepon genggam perempuan itu? Apa sekarang ia menjadi orang asing bagi perempuan itu? Apa perempuan itu, sudah benar-benar melupakannya?

=0=

[ARLENA POV]

Telepon genggam perempuan itu berhenti bergetar ketika perempuan itu selesai mandi.

Matanya melirik ke arah telepon, mendapati belasan misscall dan satu pesan. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil menatap layar telepon genggamnya ragu.

Apa dia memang sudah siap dengan kebetulan-kebetulan ini?

Jemari perempuan itu membuka pesan pada layar telepon genggamnya.

Ini aku Hegar. Nomorku sudah kamu hapus atau kamu memang sudah lupa?

Perempuan itu mendesah gusar. Tangannya melemas dan melepaskan telepon genggamnya dari pegangan. Jika ia terus menyangkal dari kenyataan—toh, ia tahu benar laki-laki itu tidak akan berhenti menghubunginya.

Jika ia mengangkatnya, ia harus sadar betul apa-apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia memang akan kembali bahagia, jatuh cinta lagi seperti saat itu.

Tapi ia juga akan menangis lebih banyak pula. Mengumpati foto laki-laki itu dan berakhir dengan merobeknya sampai kecil. Kembali seperti dulu lagi—saat yang tidak akan pernah terpikirnya untuk datang kembali.

Nama itu kembali muncul di layar telepon genggam itu, disusul dengan tanda getar pada telepon genggamnya. Apa betul ia sudah siap?

Perempuan itu menghirup lalu menghela napas pelan. Jemarinya dengan perlahan mengusap tanda hijau pada layar, kemudian ia mendekatkan telepon genggamnya pada telinganya.

Apa betul inilah alasan mengapa sampai sekarang ia belum mengganti nomor?

“Ya Tuhan, Arlena! Kamu benar-benar menghapus nomor teleponku?!”terdengar gerutuan suara laki-laki di seberang.

“Maaf,”kata perempuan itu berbohong, “akhir-akhir ini banyak orang iseng neleponin.”

Terdengar suara desahan laki-laki itu, “Jadi kamu benar-benar menghapusnya?”ia mengulangnya dengan nada kecewa.

Perempuan itu tidak yakin dengan perasaannya, apa benar laki-laki itu betul-betul kecewa?

Ia menggeleng pelan kemudian berkata, “Oh ya, Hegar—apa kabar?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang