Kupu-Kupu di Tengah Hujan
Tahun ajaran baru telah dimulai seminggu lalu dan kini aku telah menjadi kelas 9 SMP.Sama seperti siswa pada umumnya,Tahun ini aku bertekad mendapatkan kelulusan dan nilai memuaskan pada Ujian Nasional tahun ini.Hari ini ibu guru terlambat datang, aku bertanya pada teman-teman sekelas dimana guru kita, tapi mereka semua menjawab tidak tahu.Tidak berapa lama ibu datang dengan seorang anak perempuan.
“Maaf anak anak ibu terlambat,ini perkenalkan murid baru di kelas kita namanya Nani.Selanjutnya biar Nani yang memperkenalkan dirinya sendiri”, kata ibu guru sambil tersenyum.
“Salam kenal teman-teman nama saya Nani, umur 15 tahun saya seorang Katholik.Hobi saya menangkap kupu-kupu”, ucapnya memperkenalkan diri dengan ramah.
Seketika terdengar tertawaan dari siswa putra di kelas, muka Nani langsung cemberut.Lalu ibu guru meminta Nani untuk menempati kursi kosong di sebelahku.
Aku menyodorkan tangan ku untuk berkenalan, sekilas terpikir olehku kami akan menjadi teman baik.Benar saja, hari demi hari berlalu aku dan Nani menjadi teman akrab dan di sekolah kami kemana-mana bersama.Bisa dibilang sekarang kami bersahabat.Sering kali aku menemani Nani ketaman di tengah kota untuk menangkap kupu-kupu, Pernah aku menanyakan mengapa dia sangat suka menangkap kupu-kupu,kata nya menangkap kupu-kupu dapat membuat dia tenang dan melepaskan semua masalah di pundaknya.
Semester pertama di kelas 9 sudah selesai Nani peringkat pertama dan aku peringkat ke tiga, aku kalah dengan si Umar yang belajar nya paling tekun di kelas.Sepanjang jalan pulang setelah pembagian raport kami membicarakan tentang cita-cita kami masing-masing.
“Nan kamu nanti mau jadi apa?”, tanyaku mengawali pembicaraan.
“Aku berharap bisa jadi pramugari,mereka terlihat anggun dan senang membantu”, jawab nya tersenyum.
“Kalo kamu?”.
“Sepertinya aku belum menentukan cita-cita ku Nan”.
“Kenapa kamu tidak menjadi penyair saja aku lihat kamu suka sastra”.
“Mungkin saja tapi aku masih belum memutuskan,nanti aku pikir dulu akan ku kasih tahu kamu nanti saat kita lulus bagaimana?”.
“Baiklah,Tapi jani ya?”.
Sejak hari itu aku terus memimkirkan mau jadi apa.
#1
Seperti biasanya aku datang kesekolah dengan penuh semangat dan ceria ingin bertemu sahabatku. Tapi kali ini aku tidak menemukan nya di kelas padahal biasanya dia datang lebih awal. Aku mencarinya dan menemukan nya duduk di belakang bangunan kelas. Terlihat dari kejauhan hari ini wajah Nani yang biasa ceria dengan semangat menggebu telah beerubah kusam seperti daun kering yang merasakan pedihnya kemarau.
Seperti hari biasanya juga aku mendatanginya berusaha menyapa dan bercanda layaknya seorang sahabat.Hanya saja kali ini aku terperanjat,dia membalas sapaan ku dengan tangis yang tiba-tiba meledak.Aku bertanya pada diriku apa yang telah mengguncangnya sehingga semua keceriannya pudar tidak bersisa.
“Kamu kenapa Nan kalau ada masalah ceritakan padaku jangan kamu pendam sendiri”.
“Aku sudah tidak tahan orang tuaku..orang tuaku..”, dia berusaha berkata sambil menahan tangisnya.
“Kenapa? Ada apa dengan orang tuamu?”, tanyaku khawatir.
“Sejak sebulan mereka terus saja bertengas, aku sudah berusaha melerai mereka dan menerima keadaan ini,tapi mereka semakin menjadi sekarang bahkan mereka sudah tidak satu kamar bahkan kata-kata kasar selalu terdengar setiap saat dirumah.Aku sudah benar-benar tidak tahan” Nani berusaha bercerita sambil menahan tangisnya.
“Lalu mereka sekarang ingin bercerai?” tanyaku.
“Tidak,mereka tidak bisa bercerai karena keluargaku penganut Katholik keras.Bercerai sama saja dengan keluar agama”.
Bel masuk pun berbunyi Nani berusaha menghentikan tangisnya.
“Ayo kita masuk kelas dulu Nan,seka air matamu.Sore ini kita bisa ketaman menangkap kupu-kupu agar kamu lebih baik”, aku berusaha menanangkan dirinya.
#2
Aku berdiri menatap senja sore ini mengingatkanku pada kisah pedih sahabatku sore tadi.Aku berusaha memikirkan penyelesaian nya tapi pikirkan ku terganggu ketika suara teriakan ibuku dari dapur terdengar.Aku segeraa berlari kedapur untunglah ayah juga sudah berada disana.Aku terkejut ketika melihat salah satu jari tangan ibuku terpotong parah hal ini membuat ayahku sangat khawatir mengingat mengingat penyakit ibuku yang diabetes.Ayah langsung membawa ibu kerumah sakit dan berpesan agar aku tidak meninggalkan rumah karena hari sedang hujan dan hari sudah malam.
Sudah Seperempat jam aku menunggu kabar dari ibu dan ayah namun belum juga ada,dengan perasaan harap-harap cemas aku menunggu dengan penuh doa.Namun tiba-tiba HP ku berbunyi nyaring melawan ributnya bunyi hujan diluar rumah.Aku terserang kejut ketika mengetahui Nani yang yang menelponku.Nani berbicara seperti dia sedang merasakan pilu yang begitu dalam sambil terisak dia menanyakan keberadaan ku.
Setelah aku jawab dia mematikan telpon nya dan hal itu membuat aku khawatir apa yang sekarang terjadi padanya,ditambah lagi dengan ceritanya sore tadi tentang Ayah nya yang sudah berani memukulnya jika dia melerai.Jadi ada apa dengan Nani sekarang.
#3
Sudah 30 menit aku menunggu kabar ibuku dengan perasaan cemas di tambah dengan rasa khawatir ku pada Nani sejak 15 menit lalu dia menelpon.
“Triing…”, suara bel rumah ku berbunyi.Siapa yang datang saat hujan sederas ini dan malam sedingin ini.Tentu saja aku merasa takut dan ragu membuka pintu tapi mau bagaimana lagi aku khawatir yang datang adalah Nani yang mungkin saat ini sangat membutuhkanku.
Kali ini aku merasakan membuka pintu dengan begitu banyaknya perasaan yang tercampur pintu terbuka terlihat seorang perempuan yang awalnya tidak ku kenali karena sosok yang tampak kusam dengan pakaian yang basah,air mata yang mengalir dan luka lebam di bagian tangan dan pipi terlihat begitu berada dengan sosok Nani dulu.
“Nan, ada apa dengan mu? Ayo masuk ganti pakaianmu dan apa dengan lukamu?”, ucapku khawatir dan terkejut dengan keadaan nya sekarang.
“Aku tidak apa-apa aku hanya mrembutuhkanmu sekarang”, ucapnya menenangkanku dengan memaksakan senyum dengan air mata yang masih mengalir.
“Tentu saja aku akan menemani, ayo cepat masuk biar kurawat lukamu dan kita bias bicara tentang masalahmu”.
“Tidak, bukan itu. Aku hanya perlu kamu menemani ku ketaman untuk mencari kupu-kupu”, ucapnya sambil memegang tanganku dan tersenyum pedih sekali lagi.
“Aku sedang tidak bisa meninggalkan rumah Nan, Ibuku sedang di antar kerumah sakit dan Ayahku memintaku untuk tetap tinggal”.
“Tolonglah, sebentar saja aku benar-benar ingin melihaat kupu-kupu saat ini”, tubuhnya menggigil dan tangis nya semakin menjadi.
“Tidak bisa Nan, lebih baik kamu masuk dan tenangkan dirimu. Ada apa dengan mu?”, kataku dengan meninggikan suaraku.
“Apa kamu tidak mengerti aku, cuma kupu-kupu yang bias menenangkanku sekarang”, jawab nya meneriaki ku.
“Hentikan semua pemikiran mu itu, mana ada kupu-kupu yang terbang di tengah hujan”, balasku meneriaki nya dengan harapan dia sadar.
“Bagaimana kau tahu, kamu tidak pernah berusaha mencarinya. Sudahlah jika kamu tidak mau aku akan mencari nya sendiri”.
“Nan jangan, ini malam dan hujan sangat deras apa yang kamu bisa lakukan?, masuklah!”, lalu ku genggam lengan nya dengan sangat keras dengan niat menarik nya masuk. Saat itu tiba-tiba ia berteriak dan aku menyadari telah mencengkeram luka lebamnya segera aku lepaskan dan Nani lari tanpa menghiraukanku dan berlari ke tengah hujan.
Aku terdiam sejenak dan bingung apa yang harus aku lakukan.
Sampai akhirnya karena aku tidak bisa melihat Nani sendiri di tengah lebatnya hujan dan dingin nya malam aku memutuskan untuk meninggalkan rumah dan mengejar nya. Tapi Nani suda jauh di depanku di tambah dengan gelapnya malam dan derasnya hujan membuatku sangat kesulitan mencarinya.
Aku terus berteriak namanya dengan harapan dia mendengar dan mendatangiku, walau aku menyadari suara jatuhnya air lebih keras dari suaraku. Ditengah usahaku mencarinya tiba-tiba terdengar suara rem mobil yang artinya tidak jauh dariku karena aku masih bisa mendengarnya.
Aku mendekati suara itu dan menemukan tubuh seorang perempuan tergelatak dengan darah yang mengalir dari tubuhnya lalu bercampur dengan air hujan yang menyebarkan darah itu di sekitar tubuhnya. Aku mendekati tubuh itu dengan perasaan takut lalu memberanikan diri melihat wajahtubuh itu, hingga aku menyadari lalu lumpuh sesaat, menangis sekeras-kerasnya, berteriak sekencang-kencangnya membelah suara hujan.
Aku berlari mencari sumber cahaya meminta pertolongan, sekelompok orang disana mendengar cerita singkatku dan lari mengikutiku menuju tubuh Nani yang kata mereka sudah tidak bernyawa ketika aku sampai disana Aku hilang bentuk, remuk dan tak mampu berpijak.
#4
Hujan pagi ini membangunkanku dari kisah tragis malam tadi, sepertinya kenangan masih membelitku mengingatkanku pada pedihnya mengingat seseorang yang akan selalu teringat meski sudah tidak bisa dilihat. Aku teringat janji ku yang belum terpenuhi dan seketika air mata mengalir lagi tanpa kusadari, ibu datang dan menenangkanku mengingatkan Ujian Nasional akan dilaksanakan seminggu lagi. Tapi itu malah membuat tangisku makin pecah.
#5
Tahun demi tahu berlalu kini aku sudah menggapai cita-citaku yang belum sempat kukatakan pada Nani. Aku duduk di kursi pesawat sambil teringat wajahnya, aku belum melupakannya sedikitpun meski hanya segaris senyum di wajahnya.
Jam sudah menunjukan jam makan siang seperti biasa pramugari datang dan mengantarkan makanan.
“Maaf ibu, ini makanan ada silahkan dinikmati”, aku melihat kearah pramugari itu dan terdiam begitu lama, terlihat muka nya yang kebingungan melihat sikapku.
“Maaf ibu, ada yang bisa saya bantu lagi”, ucapnya membuyarkan kebingunganku.
“Oh tidak tidak, kalau boleh tau nama mbak pramugari siapa?”, tanyaku dengan mata yang mulai memerah.
“Nama saya Nina bu, kalau saya juga boleh tahu siapa nama dan pekerjaan ibu?”, jawab nya lalu balas bertanya.
“Nama saya leony dan saya seorang jurnalis” menjulurkan tangan kananku yang sebelumnya memegang majalah Horizon.
“Oh, saya pikir ibu seorang penyair saya lihat ibu suka sastra”
Dan aku menangis tidak tertahan.
YOU ARE READING
Kupu-kupu Di Tengah Hujan
KurzgeschichtenBukankah aneh ada kupu-kupu yang menari saat hujan?