"Arka!"
Sudah sepagian ini Arka mulai membenci namanya sendiri. Nyaris kehilangan kendali setiap sosok Aira muncul kelewat ajaib dan tanpa permisi. Ya, sudah sepagian ini perempuan cantik dari Fakultas Sastra itu menghantui Arka. Mengekor ke mana pun Arka pergi seperti tak kenal malu, atau mungkin urat malunya memang sudah putus sejak pertama mereka bertemu.
Masa bodohlah soal urat malu! Tidak ada yang lebih penting bagi Arka selain memikirkan bagaimana cara membuat perempuan sinting itu menjauhinya—sebelum aksi kejar-kejaran keduanya semakin viral di kampus. Kata orang-orang sih mirip kisah Apollo yang mengejar cinta Dafne setengah mati. Gila, kali! Mirip apanya kalau di sini yang sibuk mencari perhatian malah si perempuan? Coba saja orang-orang itu tahu alasan Aira mengejar Arka sejak awal. Benar-benar tidak ada unsur romantisnya—yang ada malah buat malu.
"Arka!" Panggilan menyebalkan itu kembali terdengar. Arka tak urung menghembuskan napas jengkel sembari mempercepat langkah. Namun semakin cepat ia berjalan, semakin cepat pula derap langkah di belakang punggungnya tersebut. Dan seolah tak cukup dihantui melalui panggilan, bahu Arka pun ditarik paksa ke belakang. Memaksanya untuk menatap wajah cantik yang tampak kelelahan setelah mengejarnya.
"Kaki lo kenapa panjang banget sih?! Gue jadi capek ngejarnya!" suara yang sama kembali terdengar, meski dengan nada yang jauh lebih frustasi.
Arka mendengus cukup keras, sebelum menyahut sinis, "Nggak ada yang minta lo kejar juga! Lagi pula gue 'kan udah bilang berkali-kali kalau gue nggak mau nerima tawaran lo itu!"
"Tapi gue butuh banget bantuan lo!" Aira menyergah, hampir putus asa. "Gue harus nunjukkin ke Antariksa kalau gue bisa dapat pengganti dia. Lo nggak tahu 'kan rasanya ditinggal nikah?! Itu yang gue rasain sekarang. Gue—"Gadis itu tercekat. Air mata yang menggenang di pelupuk mata menjadi penyebabnya. "—sakit hati karena dia ninggalin gue buat nikahin cewek lain cuma karena desakan keluarganya. Kalau lo di posisi gue, lo juga pasti bakal—"
"Siapa lo bilang?"
Pertanyaan Arka yang terkesan tiba-tiba justru membuat Aira terdiam di tempat, kebingungan. Apalagi melihat raut kaget yang ditunjukkan pemuda tersebut. Aira hanya mampu mengerjap beberapa kali alih-alih menjawab pertanyaan Arka sebelumnya.
Melihat keterdiaman Aira, Arka pun menghela nalas lelah. "Siapa nama mantan yang lo sebut tadi, Aira?" ulangnya, penuh penekanan. "Kalau ada orang nanya, dijawab. Bukannya malah diem aja," sambung Arka kalem, sebisa mungkin menahan dirinya agar tidak mendengus saat ini.
Dengan dahi berkerut heran, Aira memaksakan diri menjawab, "Antariksa. Kenapa lo tanya?"
"Kapan dia nikah? Sama siapa?"
Masih dengan segala kebingungannya, Aira menjawab lagi, "Minggu besok, sama Airin—siapalah itu yang gue nggak kenal sama sekali." Giliran Arka yang diam kali ini. Kerutan di dahi pemuda itu terlihat jelas, seperti sedang berpikir. Hal ini tak urung membuat Aira semakin kebingungan, meski tak berselang lama rautnya kembali memohon lengkap dengan kedua tangan terkatup di depan wajah.
"Oke, gue mau."
Kata-kata Arka sukses membuat pupil Aira membulat sempurna. Mulutnya sampai menganga tak percaya. Binar-binar kegembiraan pun terpancar jelas dari wajah cantiknya saat ia bertanya, "L-Lo serius mau bantuin gue? Lo nggak ngasih gue harapan palsu, 'kan?"
Arka mendengus sambil bergumam pelan meski kentara enggan.
"Yeay!" Aira bersorak girang, berbanding terbalik dengan Arka yang menampakkan raut lelah paska menghadapi sikap kekanak-kanakkannya. "Kalau gitu, kita sepakat ya?" tambah Aira sembari mengulurkan tangan.
Bukannya menggerakkan tangan, Arka justru melemparkan pesona wajahnya sebagai amunisi. Mencari daun telinga Aira, lantas berbisik pelan di sana. Membuat Aira membeku sepersekian detik, kesulitan memilah oksigen di antara wangi maskulin Arka. "Gue punya tiga syarat yang harus lo penuhin. Pertama; jangan buat gue malu, kedua; jangan kasih tahu siapa-siapa tentang pekerjaan gue yang satu ini, dan—" Arka menarik diri, ganti mencari tatapan Aira dan menguncinya di satu titik sebelum memberi penutup, "ketiga; lo jangan pernah berani jatuh cinta sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
With Love, A
Romance"Gue punya tiga syarat yang harus lo penuhin. Pertama; jangan buat gue malu, kedua; jangan kasih tahu siapa-siapa tentang pekerjaan gue yang satu ini, dan-" Arka menarik diri, ganti mencari tatapan Aira dan menguncinya di satu titik sebelum memberi...