Part 1

7 0 0
                                    

Aku tak tau apapun, aku tak mengenal siapapun, tidak masuk akal, namun itulah yang terjadi.

Bagaimanapun masa laluku, pasti ada alasan mengapa aku tidak mengingatnya. Namun apa yang bisa ku perbuat? Setidaknya aku bisa mengingat lebih detail dari sebelumnya, mungkin.

-----------------------------------------

Mack. Mack adalah seorang yang misterius, dingin, dan memiliki kemampuan langka yang tak mungkin orang biasa miliki. Ia dapat mengingat semua kejadian yang ia alami sampai kedetilnya. Bahkan rasa dan aroma tidak lari dari ingatannya.

Di pagi hari, Mack sudah bangun untuk siap-siap bekerja. Ia bekerja di suatu bank sebagai CS. Maksudnya ‘Customer Service’. Baru saja ia ingin keluar dari kamarnya ia langsung mendengar suara yang tak asing lagi. Abigail.

“Mack cepetan!! Nanti kita ketinggalan bus!!”. Tak lama setelah itu Abigail mendapati pesan dari Mack yang masih dirumahnya. Isinya masih sama dengan yang biasa diterimanya.

Macklous William

“Tunggu”

Tentu saja jawaban itu membuat perempuan itu jengkel. Baru ia ingin mengetik, munculah Mack tepat didepannya.

“Ayo, cepetan! Itu busnya udah mau berangkat!”

“Bus? Bilang angkot aja kali.” Jawab Mack yang diseret-seret Abigail.

Abigail dan Mack bekerja di tempat yang sama bahkan pekerjaan yang sama. Ya, customer service. Hanya saja Mack lebih muda dua tahun dari Abigail, tapi Mack tidak pernah memanggilnya kakak ataupun sebutan lainnya. Diperjalanan, Abigail menceramahi Mack yang tak acuh.

“Mack, lain kali bangunnya cepetan! Gue udah bilang berapa kali sama lo? Tetep aja gak berubah.”

Mack yang bosan mendengar kotbahnya itu memasang earphone-nya.

“Makanya, kalo bosen dimarahin berubah...”, cetusnya.

Mack menutup matanya, mendengarkan musik keras yang selalu diputarnya saat Abigail menceramahinya.

“Woy! Lo denger gak sih gue ngomong apaan?” bentak Abigail sembari memukul Mack.

“Apaan sih? Pada liatin semua tuh.”
Abigail melihat kesekelilingnya, mendapati hujaman tatap mata dari seluruh penjuru.

Akhirnya, mereka sampai ke bank. Masuk ke bank, bekerja seperti biasa sampai makan siang.

Setelah jam makan siang mereka kembali ke tempat mereka, namun terjadi keributan disana.

“Eh, yang namanya customer service ya harus tau dong semuanya, masa ini gak tau itu gak tau, bisa kerja gak sih?” teriakan itu menarik perhatian seluruh orang, kecuali Mack.

“Mack, itu si Angela kenak marah, bantuin gih, lo kan cowok. Sesama cowok lebih enak ngomongnya.” Bujuk Abigail sambil mendorong Mack.

“Apaan sih, biarin aja kali” cuek Mack.

“Ih jahat banget lo ya, uda nangis gitu, bantuin gih sono..” desaknya.
Baru saja Mack ingin membantu, petugas keamanan langsung menyeret orang tadi keluar bank.

Berapa lama setelah orang itu keluar, mereka menjalankan pekerjaan mereka kembali seperti biasa. Manager bank itu tampak seperti mendiskusikan sesuatu dengan salah satu karyawannya.

“Apa nanti suruh si Mack aja kali ya?”

“Menurut saya Pak, mending suruh dia aja...”

Tak lama setelah mereka berdiskusi, Mack dipanggil oleh Manager bank tadi.

“Hayo loo..., masalah apa lagi Mack? Udah, cepetan sono! Ntar potong gaji lo..” suruh Abigail.
Mack pergi kesana dengan wajah tak berdosanya.

“Mack, sini.”. Mack dengan malasnya berjalan kearah Managernya tadi.

“Kapan-kapan, kalo orang tadi datang lagi, kamu aja yang ladenin. Kamu kan bisa hadapin orang kayak gitu..”.

“Iya pak.” jawabnya. Setelah itu ia kembali lagi bekerja.

“Lo dibillangin apa lagi tuh sama si bos?” tanya Abigail.

“Ga usah kepo”

“Tapi gue kan mau tau!”

“Nanti gue kasih tau..”

“Okeh!”

Sampai akhirnya pulang Mack masih belum memberitahu Abigail yang dibilang oleh atasannya tadi.

“Mack kasih tau cepetan!!”desak Abigail.

“Bawel! Ntar gue kasih tau.”

“Udah ditungguin dari tadi juga! Kasih tau sekarang, gue gak mau tau!”

“Iya, ntar lagi.”.

Sepanjang perjalanan mereka bertengkar tanpa henti. Sampai akhirnya Mack sampai di rumahnya.

“Oke cukup! Sekarang gue udah nganterin lo sampe rumah, sekarang kasih tau yang tadi!” jelas Abigail.

Tanpa menjawab bahkan menoleh sedikitpun, Mack langsung membuka kunci dan masuk secepat kilat. Mack meninggalkan Abigail sendiri diluar.

“MACKLOUS WILLIAAAAAMMMM!!!”jerit Abigail dari luar rumah Mack yang sempat membuat Mack nyengir sendiri didalam rumahnya.

Dibesok harinya. Entah Mack yang bangun kepagian atau Abigail yang telat bangun. Kali ini Mack tidak mendengar panggilan atau jeritan sedikitpun. Sampai diluar rumah pun tidak ada yang menjemput Mack.
Sesampai di bank, ia lega melihat sosok yang selalu menempel padanya.

“Lo tuh ya! Kebangetan! Udah gue jemput tiap hari, dicuekin lagi!”

“Siapa juga yang suruh jemput.” jawabnya.

Baru berapa lama setelah ia sampai, orang kemarin pun sampai. Akhirnya yang melayani orang itu Mack.

“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” tanya Mack.

“Elahh, gak usah sok perhatian lo! Mana duit yang baru gue setor minggu lalu? Mana!? Lo makan!?” tanya orang itu.

“Maaf, di data kami tidak tercatat adanya pemasukan uang pada rekening Bapak dari bulan lalu. Mungkin Bapak salah...”

“Eh, tunggu!” orang itu tampak seperti mengamati wajah Mack.

“Lo anak itukan?”
Mack hanya diam dan melihat orang itu.

“Iya gue bener! Lo Mack! Adiknya pembunuh! Pantesan gedenya jadi kayak begini!”

Keadaan di bank menjadi sunyi karena pernyataan yang dibilang oleh orang tadi.

Terpintas memori menyakitkan di benaknya.

“Eh, malah bengong, cepetan balikin duit gue!!”

“Eh apa apaan ini, apa maksudnya adik pembunuh?!” bentak Abigail

“Gausah ikut campur, gue gak mau kasar sama cewek.”

Mack hanya memberi tatapan malas pada orang itu, lalu ia membalikkan badan dan hendak pergi.

“Woy! Adek..”

Bukkk!

Mack melemparkan pukulannya ke orang itu.

“Mack!! Astaga! Telepon ambulans!” teriak Abigail panik.
Sekejap keadaan bank menjadi ricuh.

Me and My MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang