Prolog

56 3 6
                                    

Raena POV

"Sayang..." Aku memanggil pria di hadapanku dengan lembut. Pria itu masih tidak bergeming. Lamunannya terlihat begitu jauh hingga suaraku tidak mampu menggapainya.

"Sayang, ada apa?" Kali ini aku menggenggam tangannya pelan, mengusap punggung tangannya dengan ibu jariku.

Kemudian sedetik berikutnya, dia tersadar dan terlihat gugup entah mengapa.

"Oh... Mm... A-aku tak apa." Jawabnya singkat kemudian kembali memalingkan wajahnya ke jendela.

"Apa kau sedang ada masalah? Kau bisa menceritakannya padaku." Aku tersenyum dan masih terus menggenggam tangannya.

"Tidak ada." Jawabnya lagi - lagi singkat. Aku tak lagi kecewa, aku sudah sangat memahami sifatnya. Dingin, cuek, dan seperti tidak memiliki emosi.

Tapi percayalah, aku sangat mencintainya.

"Baiklah kalau begitu, mau ku buatkan kopi hangat kesukaanmu?" Aku langsung bangkit dari sofa yang sejak tadi kami duduki bersama tanpa menunggu jawabannya.

Namun dia tiba - tiba menarik tanganku. Menghentikan langkahku. Aku hanya menoleh, menunggu kata - kata darinya.

"Raena-ya..." Suaranya begitu dalam namun entah mengapa terdengar begitu dingin.

Dulu dia tidak seperti ini. Suaranya selalu hangat meskipun singkat.

"Ada apa, Sayang?" Aku berusaha mengukir senyum meski terpaksa.

Aku tau hari ini akan tiba.

"Aku ingin bicara sesuatu." Sesaat ia menatap mataku kemudian lagi - lagi ia memalingkan wajahnya.

"Bicaranya setelah ini saja ya, aku buatkan kopi dulu." Aku memaksakan sebuah senyum lalu melangkah ke dapur.

Aku sedang menyiapkan cangkir di dapur sampai kemudian sepasang tangan memelukku dari belakang. Ia menyandarkan kepalanya di bahu kananku. Wangi mint dari rambutnya yang sangat khas semerbak mengisi paru - paruku.

"Yoongi-ah..." Aku memanggil namanya pelan.

"Eum..." Ia masih memelukku dan menyembunyikan wajahnya di bahuku.

Aku menghela napas dengan berat. Aku tau yang akan kulakukan adalah yang terbaik.

"Sebaiknya kita sudahi saja hubungan ini." Aku mengatakannya dengan sekali napas. Berusaha tidak tercekat oleh kata - kata dari mulutku sendiri.

Yoongi seketika mengangkat wajahnya. Ia terlihat terkejut namun tetap tak bergeming. Sesaat kemudian dia membalik tubuhku menghadapnya. Dari jarak sedekat ini aku bisa melihat iris matanya yang begitu ku kagumi.

"Apa maksudmu?" Kalimat dinginnya meluncur berbarengan dengan matanya yang berkaca - kaca.

Tolong, aku tidak sanggup menghadapinya.

"Iya... Ayo sudahi ini semua." Aku kembali memaksakan senyumku. Tangannya yang masih memelukku kemudian bergetar dengan hebat. Seperti menahan emosi yang begitu besar.

"Tolong hentikan omong kosongmu, Raena-ya." Raut wajahnya menegang, namun aku bisa melihat dengan jelas kesedihan di sana.

Aku mengusap pipinya dengan tangan kanan ku perlahan. Aku menahan airmataku, ku paksakan lagi sebuah senyuman di bibirku.

"Maafkan aku, tapi ini yang terbaik."

"Jadi kau tidak benar - benar mencintaiku?" Kalimatnya sukses merobohkan pertahananku. Senyumku luruh, airmataku tumpah.

"Aku... Aku mencintaimu, Yoongi-ah." Aku menunduk menyembunyikan isak tangisku. Tangan kirinya mengangkat daguku. Sentuhannya terasa begitu dingin.

"Kalau kau mencintaiku kenapa kau ingin mengakhiri ini?" Matanya masih berkaca - kaca, raut wajahnya dingin dan kecewa.

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Tapi apakah kau merasakan hal yang sama? Apakah kau memiliki rasa yang sama besarnya denganku?" Kalimatku mengejutkannya, sekian detik matanya tak berkedip seperti tak percaya dengan kalimatku.

"Apa kau bilang? Apakah semua yang telah kita lewati tidak cukup? Apakah aku tidak cukup mencintaimu, Raena-ya?" Satu airmata lolos jatuh di pipinya.

Yoongi-ah, tolong jangan menangis. Aku tak sanggup.

"Kau pikir bagaimana perasaanku setelah dua tahun lebih kita berpacaran dan kau selalu bersikap seakan aku adalah orang lain? Bagaimana perasaanku saat kau terus saja ingkar janji karena sibuk dengan musikmu? Bagaimana perasaanku saat kita sedang bersama tapi kau selalu sibuk dengan ponsel dan duniamu? Bagaimana rasanya menjadi aku, perempuan yang selalu berusaha menyayangimu, memberimu perhatian dan kehangatan namun terus saja menerima sikap dingin darimu?" Akhirnya kalimat - kalimat yang sudah lama ku pendam bisa ku muntahkan semuanya sekarang di hadapannya.

Yoongi terdiam. Tak mampu menjawab pertanyaan bertubi dariku.

Aku tak kecewa. Aku tau, sampai kapanpun dia tak akan memiliki jawaban untuk semuanya. Ia tak akan menyerah pada apapun, kecuali aku. Ia akan menyerah padaku.

"Aku muak, Yoongi-ah. Aku selalu bersabar, memaklumi, dan memahami mu. Namun aku sadar, tak akan ada yang berubah. Kau tetaplah Min Yoongi yang dingin dan tak akan menyerah. Aku tetaplah Shin Raena yang terus saja mengalah untuk seseorang yang bahkan tidak menganggap keberadaanku. Maafkan aku, Yoongi-ah. Namun selama bersamamu, aku tak pernah bahagia."

-to be continued-

alloo~
jadi ini story keduaku yg ku publish. somehow aku ngerasa lebih pede dan ngefeel buat nulis story yg ini. karna aku slalu berusaha buat ngga ngerubah kepribadian asli dr si tokoh yg aku ambil ini alias min yoongi my sarang my maeum my saesang uwu dan tokoh2 lainnya yg bakal aku keluarin nantinya. jd aku tetep bakal bikin jalan ceritanya se-realistis mungkin. he he

semoga kalian (siapapun yg baca ini) suka dan bisa dapet feelnya, jgn lupa comment dan vote!! karna itu berarti bgt buat motivasi aku untuk trs ngelanjutin nulis story ini uwu :3

me sarang u, guys♡
moongyeoul

Cold Sugar ; mygTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang