Kertas Biru Bersambung

92.1K 5.7K 1.5K
                                    

 
 
K e r t a s
B i r u
D i m u l a i
. . .
  

Seorang anak perempuan dengan rambut lurusnya yang diikat rapih menjadi satu, sedikit terayun karena tubuhnya terus melangkah maju. Tidak lebih dari sepuluh langkah lagi, seorang anak laki-laki, masih dengan baju tidurnya berdiri di dekat pohon besar yang ada di taman komplek rumahnya

"Ini jam enam pagi lho. Kamu ngapain ngajak aku kesini sih?" omel si anak laki-laki tadi.

Sedang si anak perempuan hanya diam tidak menghiraukan celotehan si anak laki-laki itu, ia mengeluarkan sebuah amplop putih dari saku celananya. Lalu, disodorkannya amplop tersebut kepada anak laki-laki tersebut. "Nih, baca dulu."

"Ini apa?" tanyanya ketika ia mengambil amplop putih tersebut, dengan sebuah tanggal di depan amplop. Persis seperti tanggal hari ini. Jemari kecilnya mulai membuka tutup amplop tersebut, dan keluarlah sebuah kertas berwarna biru langit.

"Pas udah gede nanti, aku pingin buat surat, yang bakal aku kasih ke orang-orang tertentu," ujarnya sembari ikut memperhatikan kertas berwarna biru langit tersebut. "Nah, selamat ya. Kamu orang pertama yang terima suratnya."

Si anak laki-laki mengerutkan keningnya ketika membaca isi kertas surat tersebut. "'Aku pergi, kamu ketuanya.'" Ia membaca isi surat tersebut dengan nada bertanya, seolah ia menggambarkan dirinya yang tidak mengerti dengan maksud dari isi surat tersebut.

"Ayah, Bunda, sama Kakakku udah nunggu di mobil dari tadi," ucap anak perempuan tersebut sambil mengarahkan pandangannya ke arah sebuah mobil yang terparkir di depan taman, namun mesin mobil menyala. Ia kembali menoleh kepada si anak laki-laki, yang kini wajahnya bingung bukan main. "Jangan sampai hilang ya suratnya! Aku baru belajar nulis kemarin. Jadi, ini tulisan pertama aku!"

"Rin, aku nggak ngerti dari tadi. Atau aku lagi mimpi ya? Atau Mama lagi ngedongeng ya?"

"Aku udah telat, Mal. Aku pergi dulu yaa!" Dengan sedikit tergesa dan terpaksa, si anak perempuan dengan panggilan 'Rin' tersebut mulai berlari meninggalkan si anak laki-laki yang semakin menganggap semuanya adalah mimpi atau sekedar dongeng belaka.

Ya, semoga saja.

"Rin!"

"Rin, tunggu!"

"Rin!"

Tiga panggilan tidak kunjung mendapatkan jawaban. Karena, anak perempuan itu terus berlari kecil meninggalkan si anak lelaki tanpa sebuah balasan.

Bahkan, tidak juga sebuah kalimat selamat tinggal.

Dan hari itu, hari dimana Kamal melihat teman kecilnya untuk terakhir kalinya.

14 Febuari 2004.

Suatu hari di tahun 2004 silam, Kamal pernah terbangun dari mimpi buruknya dengan menangis sekeras-kerasnya. Bahkan, es krim rasa vanilla pun tidak mampu menghentikan tangisannya kala itu. Ibu membiarkannya bermain bola sampai maghrib, bermain di bawah hujan, makan es krim tiap hari, namun tidak juga membantu membangkitkan energi Kamal.

Terus begitu hingga pada akhirnya, Kamal mendengar sebuah berita yang hingga saat ini pun, ia enggan untuk mendengarnya. Kamal tahu kemana berita itu mengarah, maka ia tarik indra pendengarnya, menjauhi fakta bahwa,

Arina telah pergi jauh meninggalkannya.

Hari itu, hari dimana Kamal terpaksa kembali melanjutkan hidupnya sebagai anak-anak lima tahun pada umumnya. Kamal berusaha keras untuk berhenti menunggu, karena teman kecilnya tidak akan kembali.

Kertas Biru BersambungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang