-Hari ketiga-
"apa kau sedang membuat ramyeon, Bummie hyung?" kaki mungil itu meloncat-loncat, berusaha melihat apa yang sedang dimasak hyungnya di atas meja dapur.
Kibum, remaja berumur tujuh belas tahun itu mengacuhkan sosok berisik di sampingnya. Dirinya lebih memilih menyibukkan diri dengan acara memasak. Mengetuk pelan telur, memasukkan isi telur pada panci berisi mie dan kemudian mengaduknya.
"yah! yah! hyung! Jangan diaduk. Kuning telurnya akan tercampur.."
Kembali mengacuhkan, Kibum memilih mematikan kompor meski belum muncul gelembung yang menandakan masakannya sudah matang. Kibum tak menyukai mie lembek, Kibum juga tak menyukai telur setengah matang. Kibum lebih menyukai mie kenyal dengan telur yang sudah tercampur rata dengan kuahnya.
Membawa panci kecil berisi mie ke ruang makan, Kibum meninggalkan eksistensi Kyuhyun yang sedang dalam mode merajuk. Selanjutnya, Kibum mulai memakan makan siang merangkap makan malamnya dalam diam.
Drrrrttt.. drrrtttt..
Handphone yang diletakkan Kibum di sampingnya menunjukkan sebuah panggilan.
"hyung, eomma menelpon. Hyung, ayo angkat. Angkat, hyung" kyuhyun tersenyum sumringah melihat tulisan 'eomma' yang muncul. Satu-satunya yeoja yang dirindukannya. Sangat-sangat dirindukannya.
Kibum hanya memandang datar panggilan jarak jauh itu. Ada niatan untuk mengangkatnya, tapi dirinya sedang malas mengobrol. Namja itu lebih memilih diam hingga deringnya terhenti.
Kibum hendak memasukkan kembali susuap mie ketika sebuah getara telepon kembali terasa.
"tuan Cho? Apa itu appa, hyung?"
Kali ini Kibum benar-benar mengacuhkannya. Perasaan marah yang telah lama bersarang di hatinya membuncah. Mengabaikan uap yang mengepul, Kibum memilih memasukkan mienya yang masih panas ke dalam mulut.
"bagaimana cara menerima panggilannya?" bagaimanapun Kyuhyun hanyalah bocah sepuluh tahun yang belum tau bagaimana cara mengangkat telpon. Apalagi pada benda tanpa tombol seperti milik hyungnya. Seingatnya dulu, handphone milik eomma dan appanya memiliki banyak tombol yang bisa dimainkannya asal.
Kibum akhirnya menggeser tanda merah –menolak panggilan dari appanya- dengan geram. Nafsu makan Kibum menghilang, untuk itulah dia memilih membuang mie yang masih bersisa setengah ke wastafel dan mencuci peralatan yang digunakan.
"hyung, eomma menelpon lagi"
Kali ini Kibum tak mengacuhkan suara itu. Matanya melirik pada handphonenya di meja makan yang kembali bergetar. Mengelap asal tangan basahnya pada kaos yang dikenakannya, Kibum kembali berjalan menuju meja makan. Menatap diam panggilan itu, Kibum ragu untuk mengangkatnya.
"ayo angkat, hyung. Aku merindukan suara eomma" kyuhyun meloncat-loncat di tempatnya berdiri. Dia sungguh tak sabar dapat berbicara dengan eommanya.
Kali ini Kibum memilih untuk menggeser tanda hijau. Namun tak ada keinginan darinya untuk mendekatkan handphone ke telingan.
"yeoboseyo"
Kibum masih diam meski suara sang eomma sudah terdengar dari seberang line.
"eomma~" Kyuhyun mendekatkan mulutnya ke handphone yang digenggam Kibum. Senyum lebar muncul ketika suara eommanya mulai terdengar. "yeoboseyo, eomma. Ini Kyunnie, eomma. Eomma, bogoshippo~"
"Kibum ah. Kau masih disana?"
Kibum meletakkan handphonenya ke dekat telinga "hm"
"kau tak memberi kabar sama sekali sejak tiga hari kepergianmu. Apa kau tau eomma sangat khawatir padamu. Kau seharusnya memberi kabar tepat setelah kedatanganmu.."