Chapter 1

84 8 5
                                    

"Makan yang banyak Jisoo-ya.. Jangan sampai kau pingsan lagi hanya karena tidak sarapan. Kasihan bayi yang ada di dalam perutmu," ucap seorang wanita paruh baya yang biasa Jisoo panggil dengan sebutan Eomma. Bukan, dia bukan ibu yang melahirkan Jisoo, melainkan hanya seseorang yang ada di saat Jisoo membutuhkan dukungan.

"Ne Eomma!" Jisoo menjawab dengan penuh semangat sembari mengunyah makanan di mulutnya.

Wanita paruh baya itu kini tengah memperhatikan Jisoo yang sedang melahap sarapannya. Ia tersenyum melihat Jisoo yang bisa sebahagia itu. Padahal ia mengerti betapa sakitnya hati Jisoo saat ini. Jisoo selalu bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Ah iya, semalam kau tidur di balkon lagi?" tanyanya pada Jisoo dengan nada sedikit mengintrogasi.

Jisoo membelalak kemudian menyeringai.

Wanita itu sudah Jisoo anggap sebagai Ibu kandungnya sendiri, begitu pula sebaliknya. Ia yang ada di saat Jisoo membutuhkan apapun. Ia akan sangat khawatir jika terjadi sesuatu pada Jisoo.

10 tahun yang lalu, Jisoo melarikan diri dari rumahnya. Bukan dengan tanpa alasan. Melainkan karena Jisoo sudah tidak kuat menghadapi keluarganya yang hancur. Ayahnya pemabuk, suka bermain judi, pulang pagi, berangkat malam. Ibunya pekerja serabutan, memiliki hutang dimana-mana. Adik lelakinya memiliki keterbelakangan mental. Ditambah lagi dengan ibunya yang tidak menyetujui keinginan Jisoo untuk menjadi seorang perancang busana.

"Jisoo-ya.. Kita hanya berasal dari keluarga biasa saja. Eomma tidak memiliki cukup uang untuk membiayaimu masuk ke perguruan tinggi. Eomma hanya sanggup membiayaimu sampai Sekolah Menengah Akhir." Itulah yang selalu di ucapkan ibunya ketika Jisoo membicarakan soal impiannya.

Jisoo sudah tidak kuat lagi. Setiap minggunya para rentenir berdatangan ke rumah. Jika ibu dan ayahnya sedang tidak di rumah, ialah yang menerima amarah para rentenir karena keterlambatan membayar hutang.

Jisoo memikirkan sesuatu. Lama-lama para rentenir itu akan memperebutkan dirinya untuk di bawa dan di jual jika ibunya tidak sanggup membayar hutang. Karena tidak mungkin para rentenir memperebutkan adiknya yang memiliki keterbelakangan mental.

Melarikan diri mungkin satu-satunya cara terbaik bagi Jisoo untuk memulai hidup bahagia. Dengan bekal seadanya Jisoo melarikan diri hari itu juga menuju Seoul.

Setibanya di Seoul, Jisoo tidak tahu harus berbuat apa dan harus kemana. Langit sudah gelap, dan banyak orang yang berlalu-lalang. Keberuntungan masih belum berpihak padanya. Tasnya dicuri, sedangkan semua uangnya ada di dalam tas tersebut.

Tentu saja Jisoo kalang kabut. Saat itu juga Jisoo merasa dirinya adalah orang tersial di dunia. Hatinya menjerit. Ia hanya bisa terduduk lemas memeluk lutut sembari membenamkan wajah di lututnya dan menangis sesenggukan. Bahkan dalam situasi yang seperti ini Jisoo enggan untuk menyebut nama Ibunya.

Pakaiannya yang lusuh dan tampangnya yang mengkhawatirkan, membuat orang-orang beranggapan bahwa dirinya adalah seorang gelandangan yang kelaparan karena sudah tidak makan berhari-hari.

Rasa iba membuat mereka para pejalan kaki menaruh beberapa uang koin di hadapan Jisoo. Jisoo tidak menyadari hal tersebut, karena dirinya sudah terlelap.

Pagi pun tiba. Jisoo sudah terbangun. Namun, tubuhnya tak sanggup untuk bergerak. Badannya terasa sakit semua, kepalanya pusing, badannya menggigil.

Jisoo berfikiran sudah tidak ada lagi harapan untuk hidup baginya.

Ternyata ia salah, seorang malaikat tanpa sayap menyelamatkannya. Dia adalah seorang wanita paruh baya penjual kue beras di pasar. Ya! Dia adalah Bibi Oh, wanita yang Jisoo anggap sebagai Ibunya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang