ciek

13.9K 1.5K 160
                                    

Cerita ini hanya fiktif, murni karangan.
Tanpa latar belakang tempat ataupun budaya suatu daerah.
saya tidak akan pernah dengan sengaja menyinggung atau membuat siapapun terganggu dengan karya tulis saya.
🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥

apa apaan ini.?" Bentak Lucien, menghempaskan lembaran kertas diatas meja kerja papa.

Papa dengan sikap santainya mengambil salah satu kertas yang merupakan tiket pesawat, mengarahkan pada Lucien.
"Ini kan tiket pesawat, kau kan bisa baca sendiri."

"Jangan main-main denganku. Aku sedang tidak bergurau.
Aku bertanya kenapa kau menyuruh ku pergi ke tempat terpencil itu.!"
Lucien memperjelas maksud pertanyaan.

"Kau tidak punya pilihan. Kau harus pergi atau kembali ke penjara.!" Jawab Papa duduk santai dengan bersandar ke kursinya.
"Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa masuk, aku sudah berpesan pada Tyas agar tidak membolehkan siapapun masuk tanpa bertanya dulu padaku."

Lucien memgangkat bahu.
"Aku memberinya ciuman yang sudah lama dia inginkan dariku."

"Sialan.!" Umpat tuan Julius.
"Aku pernah menawarkan hal yang sama tapi dia mengancam akan melaporkanku pada Tintin."

Lucien sudah letih menghadapi sikap konyol papanya ini.
Dan ngomong-ngomong nama mama adalah Titin tapi papa sengaja memanggilnya Tintin karena mama yang selalu tahu dan menyelidiki kegiatan papa.
"Tapi kau bisa melakukan sesuatu. Aku tidak harus ke tempat terpencil itu.!"

"Tidak.!" Jawab papa dengan sorot dan cara duduk yang berbeda.
"Aku sudah melakukan apa yang aku bisa.
Saat kau harusnya mendekam di penjara selama tujuh tahun, aku membuatmu hanya menjalani enam bulan tahanan."

"Tapi itu semua bukan seratus persen salahku.
Penyelidikan sudah membuktikan kalau rem mobil pria itu rusak.
Dia juga tidur saat mengemudi."
Lucien mengeluarkan argumennya.

"Aku tidak peduli apa yang salah pada pria itu." Bentak Tuan Julius.
"yang aku tahu dia dan putranya yang ada di mobil itu meninggal, sedangkan kau hidup.
Aku bisa memaafkan semua kenakalanmu tapi tidak dengan yang satu ini.
Apa kau bisa bayangkan betapa sedih keluarga yang ditinggalkan, betapa hancur hati mereka.
Kalau mamamu tidak memohon, aku akan membiarkanmu di penjara selamanya.
Bagiku semua ini salahmu, andai saja kau tidak mabuk dan bercumbu sambil mengemudi pasti kau bisa menghindari kecelakaan itu."

"Mungkin ajalnya memang disana. Salahkan tuhan saja karena membawanya pergi dengan cara seperti itu.?"
Jawab Lucien ketus.

Tangan tuan Julius melayang, mendarat di pipi Lucien membuat sudut bibirnya pecah.

"Julius.!" Pekik nyonya Titin yang masuk di saat yang bertepatan, dia berlari memeriksa wajah putranya, menyeka darah yang merembes dari sudut bibir Lucien.
"Apa-apa an kau.?" Bentaknya pada sang Suami.

Tuan Julius menatap tajam istrinya, Nyonya Titin tahu kalau suaminya sedang marah dan dia tidak berani macam-macam.
Suaminya memang terkesan tunduk padanya tapi tentu saja itu hanya karena cintanya.
Titin tidak berkutik jika suaminya mulai mengeluarkan taring.
"Ini semua karena kau yang terlalu memanjakannya.!" Tuduh sang Suami dengan tatapan tajam.
"Setelah membunuh dua orang, dia sama sekali tidak merasa bersalah.!"

"Tapi yang aku katakan benar.!"
Lucien semakin keras membantah karena mama tersayang ada untuk menjadi pembelanya.

"Dimana hati nurani mu.?" Hardik tuan Julius.
"Apa tidak ada sesal di hatimu itu."

"Aku sudah cukup menderita.
Aku dipenjara selama enam bulan.
Apa lagi yang harus aku lakukan.
Apa harusnya aku saja yang mati biar kau puas.?"
Lucien mencoba menekan tuan Julius yang tidak banyak membantah jika ada istrinya.

PELANGI SETELAH HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang