"Bersiaplah, kau akan pindah segera." ucap seorang lelaki paruh baya berambut pirang."Apa? Mengapa begitu mendadak sekali?" ucap lelaki berusia sekitar 17 tahun itu kaget mendengar ucapan sang ayah.
"Kau memang harus melanjutkan sekolah di sana. Itu sudah menjadi keputusan papa."
"Tetapi mengapa kau tak membicarakannya pada kami terlebih dahulu?" tanya istrinya yang tak kalah kaget dengan keputusan suaminya tersebut.
"Aku tau kau tak akan mengijinkannya jika aku membicarakannya kepadamu. Maka dari itu aku berniat untuk mengurus semuanya sendiri."
"Sayang.. Kau tidak seharusnya membuat keputusan tanpa membicarakannya terlebih dahulu." ucap istrinya tersebut berusaha merubah pikiran suaminya.
"Tapi ini sudah bulat dan tidak dapat diganggu gugat. Kau harus menerimanya. Ini untuk kebaikan anakmu juga, sayang."
"Baiklah. Aku juga tidak keberatan." jawab anaknya tersebut berusaha santai.
"Segera persiapkan baju dan peralatanmu. Kau akan tinggal di sana hanya selama 3 tahun." ucap Roy dengan wajah senang.
"Kapan aku akan berangkat?"
"Lusa. Aku sudah menyiapkan tiketmu."
----------------
"Apa yang kau lakukan di sini?" ucap seorang wanita sambil mengangkat sebelah matanya.
"Aku akan berangkat." ucap Aaron santai.
"Lalu? Kenapa kau mengatakan itu padaku?" tanya wanita tersebut heran.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin menyampaikannya padamu."
"Aaron, kita sudah tidak berhubungan. Jadi, kau tak perlu menyampaikannya padaku." Wanita tersebut memoles rata bedaknya di wajah.
"Aku tau. Aku hanya ingin mengucapkan perpisahan. Aku takut kau akan mencariku jika aku tidak menyampaikannya. Yang lebih parah, mungkin kau akan merindukanku." Aaron berusaha mencairkan suasana.
Suasana di antara mereka terasa tegang, Aaron berusaha menahan sesak di dadanya ketika melihat foto yang terpampang di atas meja rias wanita tersebut. Ia tahu hubungannya dengan mantannya tersebut tidak akan kembali, namun Aaron masih mencintai mantan kekasihnya tersebut.
"Apa? Memang kau akan kemana?" tanya wanita tersebut terkejut.
"Ada. Yang jelas aku akan tinggal di sana selama 3 tahun. Setelah itu aku akan kembali."
"Baiklah, berhati-hatilah di sana."
"Apa kita memang sudah tidak dapat memulainya lagi dari awal?" tanya Aaron lembut.
"Tidak. Aku sudah memiliki kekasih dan kau tahu itu. Berhentilah mengejarku. Apa kau tak bosan?" omel wanita tersebut.
"Aku tahu. Tapi mungkin saja ada harapan bagiku tuk mendapatkanmu kembali."
"Tentu tidak. Kumohon berhentilah mengejarku!" jawab wanita tersebut dengan ketus.
"Ya. Tentu saja. Aku hanya bercanda." Aaron menyunggingkan senyumannya.
"Apa kau benar-benar bahagia bersama Stefan?" tanyanya sekali lagi.
"Sangat." Wanita tersebut menjawab dengan yakin.
"Baiklah. Sampai bertemu 3 tahun lagi. Aku akan menemuimu, mungkin." Aaron mulai berdiri dan mendekati wanita tersebut ingin mencoba untuk memeluk wanita tersebut sebagai pelukan terakhir kalinya sebelum ia pindah nanti. Namun wanita tersebut mundur ketika mengetahui apa yang akan dilakukan Aaron.
"Di saat kau kembali, mungkin aku sudah memiliki anak." Wanita tersebut berusaha memisahkan jarak di antara mereka.
"Apa?" ucap Aaron sinis
"Tidak apa-apa."
"Kau jangan memanasiku. Aku dapat melakukan segala cara untuk mendapatkanmu kembali." ucapnya dingin.
"Tidak akan. Sudah ku bilang berhentilah mengejarku! Apa kau tak ingin melihatku bahagia?"
"Kau hanya akan bahagia jika bersamaku." Aaron melangkah ke depan untuk mendekati wanita tersebut.
Ia benar-benar tidak tahan untuk tidak memeluknya. Ia masih mencintai mantannya tersebut walaupun ia tahu bahwa mantannya tersebut sudah memiliki kekasih.
"Baiklah, Aaron. Kurasa percakapan kita cukup sampai sini saja. Aku ingin menemui kekasihku." ucap wanita tersebut merasa tidak enak dengan perlakuan Aaron.
Ia bergegas membuka lemarinya dan mengambil salah satu dress berwarna pink neon.
"Aisss, bukankah seharusnya ia yang menemuimu?" celetuk Aaron
"Berhentilah. Kau benar-benar membuatku ingin menendangmu!" desis wanita tersebut.
-----------
"Kurasa aku memang harus melupakanmu." ucap Aaron memandang foto mantannya kekasihnya tersebut sambil tersenyum lemah.
Sudah sejak 2 tahun yang lalu mereka memilih untuk mengakhiri hubungan mereka dikarenakan profesi mantannya tersebut sebagai model terkenal dan itu sangat memuakkan jika harus berhadapan dengan kamera. Mantan kekasihnya tersebut tidak pernah berani menampakkan hubungannya dengan Aaron di depan umum.
"Ashhhh. Aku memang tidak boleh berlama-lama di sini." pikir Aaron.
Ia bergegas menyiapkan segala peralatan untuk persiapan pindah ke tempat barunya besok.
"Ah banyak sekali yang harus kubawa, 1 koper takkan cukup. Haruskah aku menyewa 1 pesawat untuk mengangkut lemari yang besar ini?" omelnya.
Aaron terlalu lelah untuk mempersiapkan peralatan yang akan ia bawa. Jadi ia akan melanjutkannya besok ketika pikirannya sudah jernih. Ia mengambil hapenya di atas meja dan merebahkan tubuhnya di kasur yang mewahnya tidak perlu dipertanyakan lagi.
"Apa aku mengenal gadis ini? Mengapa ini terasa tidak asing?", "Ah tidak mungkin, dia bahkan bukan berasal dari sini." pikir Aaron menatap 1 foto yang terpampang di explore instagramnya.
"Tapi aku benar-benar mengenal wajah ini. Tapi dimana?" Aaron berusaha mengingat namun tidak dapat mengingat apa-apa.
"Maybe, I'll meet her again someday if i really have ever met her before." Aaron tersenyum memandangnya. Mungkin sudah saatnya ia beralih ke wanita lain.
●●●
.
.
.Author
Thankyou guys for reading this prolog. I hope you like it and i will be very happy if you guys feel more curious and couldn't wait for this next story.
As a human, i really need your suggestion, comment and vote. So i'll be motivated to continue about this story. Love y'all
sincerity,
ferrencia theodore.All Glory to God! 🙆
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Choice
Teen FictionWhen a war began from the deep inside your heart and you tried to pick the best choice in your life but sometimes there's a lot of reasons that make you struggle very hard for making the right decision for it. And now, you just follow what your hear...