01

178 19 2
                                    

Allea Thilsen Agarta. Biasa dipanggil Alle. Remaja putri usia 17 tahun yang Memiliki kebiasaan "Mandiri". Yaitu melakukan segala sesuatu atau pergi kesuatu tempat sendiri. Terlihat biasa, namun saat orang-orang melihatnya sendiri mereka akan menyimpulkan kalau ia sangat nyaman dengan damai. Tetapi walau begitu, interaksinya dengan orang lain masih terjalin bagus walau tidak akrab. Namun demikian ia memiliki teman yang mampu mengerti dirinya. Mungkin orang itu bisa dipanggil, sahabat.

Alle bersekolah di SMA Bevrin yaitu SMA yang diselimuti dengan aturan yang ketat. Saat ini Alle duduk di bangku kelas 12. Level tertinggi yang ada di sekolah menengah atas. Menjadi siswa senior pastinya sangat menyenangkan dan menarik. Sebab pemberlakuan senioritas masih cukup merajalela di Bevrin.

Peraturan ketat Bevrin tidak membuat senioritas mudah untuk dibasmi. ditambah lagi sebagian besar para donatur sekolah berada di Bevrin Dan mereka semua berada di tingkat senior. Termasuk Alle, ia salah satu anak yang memberi donatur ke sekolah ini. Namun walau ia seorang senior, hal yang paling ia benci adalah siswa senior. Karena menurutnya siswa senior adalah siswa yang kekanak-kanakan. Yang memanfaatkan jabatan untuk menarik perhatian, sangat menjijikan.

Hal menarik yang ada pada Alle adalah Alle hanya mempunyai satu suku kata untuk namanya yaitu "Allea" sedangkan suku kedua dan ketiga yang ada di namanya adalah milik papanya. Tidak hanya Alle, anak papanya yang lain juga hanya mempunyai satu suku kata. Kroma Thilsen Agarta contohnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah abang Alle. Ternyata tidak hanya mereka, papa Alle juga hanya mempunyai satu suku kata untuk namanya, yaitu Thilsen sedangkan Agarta merupakan nama kakek Alle. Sepertinya Pemberian nama dikeluarga mereka memang bercorak unik juga turun temurun dan pastinya antimeinstrim.

"le, mau kemana lo pagi buta gini?" Tanya Roma yang baru keluar dari kamarnya sambil menenteng ranselnya berjalan menuju meja makan untuk bergabung sarapan pagi.

"Mau Nikah" Jawab Alle seperti sebuah permintaan.

Ting! Suara sendok jatuh keatas piring.

Roma refleks berhenti berjalan dan menatap Alle tak percaya. Lalu ia melirik kearah papanya, papanya juga melakukan hal yang sama dengannya, bedanya papanya menatap kearah piring.

Alle melirik papa dan abangnya yang sama-sama diam tidak berkutik sedikitpun. Ia terkekeh melihat pemandangan lucu seperti ini. Rasanya membuat joke ringan untuk dua lelakinya akan menjadi sensasi pagi yang sempurna dan pasti akan membuatnya semangat menjalani aktivitas hari ini.

"Sekolah maksudnya, lo gak liat seragam gue" sambung Alle.

Refleks papa Alle berdehem pelan lalu melanjutkan makannya yang sempat berhenti sejenak tadi. dan tanpa sengaja menghela nafas. Alle yang melihat itu terkekeh lagi.

"AHAHA. Lo kesekolah pakek jaket nutupin seragam lo si. Ya mana gue tau" kata Roma kikuk menggaruk pipinya yang sama sekali tidak gatal.

Kemudian ia duduk dikursi kosong disebelah kanan papanya. Lalu ia mengambil selembar roti dan mengolesinya dengan selai cokelat favoritnya.

"Alle"

Panggil papanya

"iya pah?"

"Menurutmu, leluconmu tadi lucu?"

"Hm?"

"Kamu fikir lelucon kamu tadi lucu?! Kamu fikir leluconmu tidak berakibat fatal?! Dimana sopan santun kamu dihadapan orang tua? Bagaimana kalau orang lain mendengar? Apa yang akan orang-orang fikirkan saat remaja SMA meminta nikah! Kamu fikir mereka akan memakan leluconmu? Tidak, mereka akan menganggap kamu sampah! Tidak punya masa depan! Papa tidak suka! Jangan kamu ulangi lagi!"

SalvatoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang