It's a Magic

19 1 0
                                    

Minggu menjadi hari yang menyenangkan untuk sebagian orang, tidak dengan denganku. Hari minggu berarti libur, aku bekerja dari senin hingga sabtu. Berangkat pagi buta dengan kereta cepat dan pulang larut malam hingga begitu sampai rumah langsung jatuh tidur.
Rumahku tidaklah besar, hanya sebuah flat dengan dapur mini tempatku menyeduh kopi saat pagi, kamar mandi, kamar tidurku dan ruang santai kecil dengan tv yang tak pernah kunyalakan. Kehadirannya hanya formalitas agar rumahku lebih terlihat normal. Karna rumahku kecil, tak perlu waktu lama untuk membersihkannya.

Untuk melewati hari minggu, aku terbiasa jalan tak tentu arah. Melewati jalan pertokoan dengan barang yang terpajang cantik di etalase, duduk melihat keceriaan anak kecil bermain di taman, atau sekedar minum di cafe.
Kusesap rokokku seraya melihat orang berlalu lalang di depan cafe yang kudatangi hari minggu ini. Pasangan muda-mudi bergerombol membicaran sesuatu dengan sangat antusias di akhiri dengan tawa renyah. Ada pula pasangan yang asyik mengobrol beberapa meja dari tempat dudukku. Ada pula orang tua yang mengejar anak dengan ekspresi kegirangan, kutebak keinginan anak itu akan segera dikabulkan oleh orang tuanya.

Hari minggu sangat membosankan, aku tak punya teman seperti anak remaja yang bergerombol disana, juga tak memiliki orang tua untuk sekedar kuajak jalan-jalan. Teman kerja hanya orang yang kebetulan bekerja di tempat yang sama denganku, tidak ada yang dekat denganku.

Aku menoleh ke arah pintu cafe sesaat setelah mendengar bunyi lonceng yang berdenting, kulihat sekilas seorang lelaki dengan celana jeans dan kaos putih yang ditumpuk oleh kemeja yang juga berwarna putih. Kukira dia hanya seorang pengunjung cafe ini sebelum dia menyapa diriku yang kembali mengamati suasana diluar cafe lewat kaca besar samping tempat dudukku.

"Halo, permisi.."

"Ya?" Kuperhatikan lelaki ini dengan lebih teliti, wajahnya seakan berseri dengan senyum manis yang tak luntur setelah dia menyapaku. Mata tajam dengan alis yang tebal, hidung mancung yang cocok untuk bentuk wajahnya yang sangat asia. Ada tahi lalat kecil di bawah matanya.

"Boleh aku mengganggu sebentar?" Dia mengulurkan tangan yang segera kujabat.
"Namaku Diaz" lanjutnya dengan senyum yang masih bertengger di bibirnya.Ngomong-ngomong suaranya enak didengar.

"Caroline"

"Oke Caroline, kuperhatikan kamu seperti bosan, apa kamu menunggu teman?" Dia masih berdiri menumpu tangannya di atas meja. Hingga aku harus mendongak untuk menatapnya. Ada pin berwarna silver di saku kemejanya.

"Aku tidak sedang menunggu teman" dalam hati aku sudah bertanya-tanya ada perlu apa dia datang padaku. Dia menegakkan punggungnya dan mengeluarkan uang dari 10 dollar dari saku celana jeansnya dan meletakkannya di atas meja

"Aku ingin bermain sulap denganmu, disini ada uang 10 dollar. Boleh aku meminjam pemantik itu?" Ujarnya seraya menunjuk korek api di sebelah asbak. Aku menyerahkannya tanpa bicara. Dia menindih uang 10 dollar dan pemantik dalam posisi pemantik itu berdiri.

"Bisa kau ambil uang ini dengan cepat, dan jangan sampai pemantik ini terjatuh. Usahakan tetap berdiri." Diaz membiarkanku bermain-main dengan uang dan pemantik itu beberapa saat. Saat kuambil uang itu, entah sepelan atau secepat apa aku menariknya, pemantik itu tetap jatuh.
Lalu dia duduk didepanku dan mulai menindih uang 10 dollar itu dengan pemantik di pinggir meja lalu memperlihatkan jari telunjuknya dan dengan jari itu dia memukul sisi uang yang menggantung hingga uang itu terjatuh namun pemantik masih berdiri tegak..

Woah..

Kucoba lagi dengan caranya dan ternyata berhasil.. wow, apa aku ada bakat sulap?

"Boleh aku minta rokoknya?" Diaz menunjuk rokok yang kuletakan di asbak saat dia datang tadi. Diaz pun meraih botol kaca yang isinya sudah ku tandaskan. "Tentu, silahkan"

"Bagaimana caramu mengeluarkan rokok ini" Kata Diaz sembari memasukan rokok kedalam botol. Dengan percaya diri kuambil botol itu dan mengeluarkan rokok tersebut.

"It's easy" ujarku sembari tersenyum.
Diaz tertawa dan entah kenapa tawanya menular padaku.
"jika aku bisa membuat kamu tidak bisa mengeluarkan rokok ini dari botol.." dia memasukan kembali rokok itu ke dalam botol dan mengangkatnya.
"Mau kah kamu berhenti merokok?" Lanjutnya dengan alis terangkat satu, ekspresi menantang.

"Kurasa aku tetap bisa mengeluarkannya"

"Oke, Caroline. Lihat ini.. perhatikan baik-baik. Aku akan membuat rokok ini tidak bisa dikeluarkan" Diaz memegang botol itu dengan kedua tangannya, tangan kanan dia gunakan untuk memegang bagian atas botol hingga tak terlihat. Sekali lagi dia terasnyum melirikku, lalu tiba-tiba asap tipis muncul diatas tangannya. Gerakan tangan Diaz seperti memutar botol itu dan menekan ke samping seperti dia sedang membengkokkan botol itu.

Holly shit.

Botol itu benar-benar bengkok!

Aku menutup mulutku yang ternganga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menutup mulutku yang ternganga.. bagaimana bisa dia melakukannya?

Diaz menyerahkan botol itu padaku. Kucoba untuk mengeluarkan rokok itu walau percuma. Botol itu bengkok demi tuhan. Dan orang ini membengkokkannya hanya dengan tangan kosong.

"Ku harap itu rokok terakhirmu, karna rokok tidak bagus untuk kesehatanmu"

Ini pertama kalinya aku menyaksikan sulap secara langsung, dan ini sangat tak terduga..
Ini benar-benar wow, it's a magic!

Diaz berpamitan setelah itu, meninggalkan aku yang masih mengocok botol bengkok itu berharap bisa mengeluarkan rokok didalamnya. Ku perhatikan Diaz yang menyebrang jalan setelah keluar dari cafe, ternyata ada beberapa pengunjung cafe yg melihat aksi Diaz dan masih memperhatikanku.

Well, hari minggu kali ini tidak benar-benar membosankan. Aksi sulap Diaz cukup menghiburku. Terima kasih Diaz

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TrickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang