"Jadi sepakat ya pernikahan Dean dan Audrey tiga bulan lagi."
"Ya, tiga bulan lagi."
Audrey menatap pria yang duduk di depannya dengan tatapan marah. Menurutnya ini semua karena pria di depannya. Pernikahan ini terjadi karena kecerobohan Dean.
Dean mengangkat bahu. Dia sudah berusaha menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi tapi orangtuanya tak mau percaya dan menganggap 'kejadian' itu adalah hal yang serius. Sekarang dia terkena imbas dari ketidakadanya kesempatan berbicara itu.
"Audrey kamu ingin dekorasi pernikahannya bagaimana?"
Tatapan Audrey yang sedari tadi tertuju ke Dean sekarang beralih. Dia menoleh ke tante Jema—mama Dean, menatap wanita itu dengan senyum sopan. "Terserah saja, Tante," jawab Audrey lembut.
"Loh kok terserah? Kan kalian yang mau nikah."
Telinga Audrey panas mendengar kata 'pernikahan'. Dia sendiri sudah menjelaskan kronologis kejadian yang sebenarnya ke kedua orangtuanya tapi orangtuanya tak mau mendengarkan. Mereka terlalu senang karena akhirnya pria yang mereka idamkan menjadi menantu akan terwujud.
"Kalau Dean maunya kayak gimana?"
Dean yang tengah menunduk seketika mendongak ketika lemparan pertanyaan itu ditujukan kepadanya. Dia menatap Ayumi—mama Audrey yang tengah menunggu jawabannya. Dean menegakkan tubuhnya lalu melirik Audrey yang tengah duduk bersandar.
"Kalau Dean terserah Audrey saja."
Dari ekor matanya, Dean mendapati Audrey menatapnya dengan tatapan tajam. Dean mengangkat bahu tak tahu harus menjawab apa. Dia sadar hal ini terjadi karena ulahnya makanya dia tak ingin mengatur pernikahan ini. Biarkan Audrey yang menentukan bahkan menurut Dean, wanita itu berhak menginginkan apapun.
"Kalian ini bagaimana? Yang satu terserah. Yang satu terserah Audrey. Niat nikah nggak sih kalian?" kata Jema.
"NGGAK!!"
Dean dan Audrey menjawab dengan kompak. Mereka menatap kedua belah pihak yang tampak terbelalak dengan jawaban mereka. Audrey lalu melirik Dean, pun Dean.
"Kompak sekali calon sepasang ini," ucap Ayumi.
"Iya. Mana bilang enggak. Padahal dalam hatinya mau tuh," timpal Jema.
Audrey berdiri dari duduknya, membungkuk meminta izin untuk undur diri. Dia lalu memberi kode lewat tatapan matanya agar Dean mengikutinya.
"Dean permisi dulu ya," ucap Dean yang paham dengan kode itu.
"Duh nggak bisa bener jauh-jauh," goda Jema. Lalu terdengar suara tawa para pria yang mentertawakan Audrey dan Dean.
Di halaman samping Audrey menghentakkan kakinya mendengar godaan kedua orangtuanya dan orangtua Dean. Audrey rasanya ingin mencekik pria yang menimbulkan masalah ini.
"Dree."
Dean memanggil Audrey yang berdiri memunggunginya. Pria itu lalu berdiri di sebelah Audrey dan melirik wanita berkebaya pink itu dari samping. Dean lalu menatap ke depan, seperti apa yang dilakukan Audrey.
"Kenapa kita harus nikah sih? Lo udah jelasin ke orangtua lo kan kalau itu semua nggak serius?"
Audrey mulai mengeluarkan jurus 'menyalahkan Dean'. Jurus yang selama seminggu ini selalu dia keluarkan ketika bertemu dengan pria itu.
"Udah, Dree. Gue udah jelasin semuanya tapi mereka nggak percaya," jawab Dean dengan nada lelah.
Audrey menyandarkan punggungnya di pilar. Dia menatap pria yang sebenarnya tak pernah akur dengannya sejak mereka kuliah. Audrey bergidik, membayangkan akan jadi apa dirinya kalau menikah dengan Dean. Terlebih pernikahan ini bukan yang dia harapkan.
"Gue nggak mau nikah sama lo!"
Dean menoleh lalu tersenyum meremehkan. "Lo kira gue mau nikah sama lo? Ogah ya," jawab Dean dengan nada mengejek.
"Terus gimana dong, De!! Ini semua tuh gara-gara lo!! Gara-gara permainan konyol lo!!!"
"Salahin gue terus, Dree."
"Emang lo yang salah!!" jawab Audrey sambil melipat tangan di depan dada.
Audrey dan Dean saling melirik dengan tatapan tajam penuh permusuhan. Mereka tak menyangka karena sebuah permainan konyol membawa mereka ke situasi seperti ini. Audrey dan Dean sama-sama bergidik ketika membayangkan mereka akan menjadi sepasang suami istri. Tinggal tak serumah aja bertengkar seperti tom and jerry apalagi tinggal serumah, sepasang suami istri pula. Hal yang tak ingin mereka bayangkan.
"Gue nggak bisa bayangin hidup sama playboy. Pasti rumah gue banyak cewek penggoda yang lo sewa," kata Audrey sambil bergidik takut.
Sedangkan Dean menatap Audrey dengan mata memicing. "Gue juga nggak bisa bayangin hidup sama cewek nggak body kayak lo!"
"Enak aja lo ngomong!!"
"Emang bener kan? tubuh lo nggak ada bentuknya sama sekali!! Lo udah puber belum sih?"
Muka Audrey memerah. Dean selalu mengejeknya dengan kalimat pedas yang selalu membuat Audrey murka.
"Ya jelas udah. Lo kira gue umur berapa?" gerutu Audrey.
Tatapan Dean tertuju ke tubuh Audrey dari atas hingga bawah. Dean sedang mencari sesuatu yang menonjol dari wanita di depannya tapi sayang dia tak menemukan.
"Coba sini gue pegang!" kata Dean enteng.
"Lo berani pegang. Gue tendang masa depan lo!!" Audrey seketika waspada. Dia melipat kedua tangan di depan dada.
"Kayak lo tahu aja masa depan gue yang mana. Lo kan belum puber!!"
"DEAN!!!"
Belum apa-apa mereka sudah bertengkar. Bagaimana jadinya kalau mereka hidup satu rumah dan diikat dengan janji kepada Tuhan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only One
General Fiction[#1 THE ONLY SERIES] [TERSEDIA DI DREAME] Audrey paling tidak suka dengan pria sok kegantengan dan playboy. Menurutnya tak ada yang bisa dibanggakan dari hobi mempermainkan wanita. Namun sepertinya Tuhan menguji Audrey dengan mendatangan Dean teman...