Awal dari semuanya

98 9 1
                                    

      Langit petang menampakkan keindahannya. Angin sore berlalu lalang melewati jendela tua yang penuh dengan goresan. Teringat sebuah memori hitam putih yang selalu membayangi benaknya.Mentari, gadis kecil yang cantik dan lemah lembut sedang melamun di bawah pohon sambil menikmati sejuknya angin. Entah apa yang sedang ia pikirkan,wajahnya terlihat lesu. Tak lama kemudian terdengar adzan yang membuat ia terlepas dari lamunannya, segera ia kembali ke rumah lalu mengambil air wudhu.
   "Mentari.." terdengar suara yang mengejutkan Mentari.
   "Iya ummi, ada apa?" tanya Mentari.
   "Kamis pagi kita ke Singapura untuk berobat, keadaanmu semakin memburuk" jawab ummi.
Tanpa berkata sedikitpun, Mentari berlari menuju kamarnya.
   "Apakah aku harus hidup seperti ini? Ya Allah aku ingin seperti mereka yang bisa tersenyum bebas" Mentari berkata disambut dengan beberapa tetes air mata.
Ia berpikir, sebelum berangkat ia akan menemui Pandu. Pandu adalah laki-laki yang selalu memberi semangat kepada Mentari dalam keadaan apa pun.

**
      Kicauan burung terdengar merdu di taman,Mentari sudah menunggu Pandu sekitar 10 menit yang lalu.
   "Maaf ya sedikit terlambat" ujar Pandu
   "Gak apa-apa kok" jawab Mentari
   "Ada apa Ri? Gak biasanya kamu begini?"
Mata mentari berkaca-kaca lalu menjawab
   "Besuk aku pergi berobat, aku harap ini terakhir kalinya aku merasakan kemoterapi, aku hanya butuh doa mu" jelas Mentari.
   "Mentari..kamu harus yakin kalau kamu itu bisa sembuh, kamu itu kuat" sahut Pandu dengan nada rendah.
   "Terima kasih sudah memberiku semangat, oh ya.. aku pamit pulang dulu ya"
   "Oke.. pokoknya harus yakin" jawab Pandu.
Akhirnya mereka berdua berpisah dan tidak tahu lagi kapan meraka akan bertemu kembali.
      Sinar rembulan yang menembus dinding kamar membuat Mentari berdoa dan terus berdoa agar besuk lancar. Lalu ia mengambil beberapa buku bacaan, Mentari sangat suka membaca. Hoamm... Mentari mulai menguap hingga tak sadar ia terlelap di lantai. Tak seperti biasanya, ayah jarang melihat Mentari, ayah membuka pintu kamar dan tersenyum kecil melihat putrinya tertidur di lantai. Ayah segera memindah Mentari ke tempat tidur, dan sedih melihat putrinya semakin kecil karena kanker ganas yang menyerang Mentari. Ayah segera meninggalkan kamar dengan rasa kasihan.

Senja di akhir ceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang